Oleh : Hasbi Aswar (Dosen Prodi Hubungan Internasional, FPSB UII)
Salah satu poin menarik dari buku “Towards an Islamic Theory of International Relations: New Directions for Methodology and Thought” karya Abdul Hamid Abu Sulayman (1993) adalah sebagai muslim, selain melihat nabi Muhammad SAW sebagai nabi pembawa pesan dan pemimpin agama, kita juga bisa melihat beliau dari sisi beliau sebagai manusia yang memimpin masyarakat dan negara. Dari situ kita bisa memahami dan belajar cara berpolitik dari sang nabi.
Sebagai muslim, kebanyakan dari kita melihat nabi terbatas kepada sisi kenabian beliau sehingga segala hal yang beliau raih selama hidupnya adalah pertolongan dari Allah SWT. Sebab beliau adalah Rasul Allah dan sosok paling dekat dan dicintai oleh Allah. Pandangan ini benar dan tidak salah. Ini adalah konsep yang harus kita imani, bahwa segala nikmat yang kita dapatkan adalah karunia dari Allah SWT. Namun, yang sering dilupakan adalah aspek syariat dari pencapaian – pencapaian yang nabi dapatkan. Aspek syariat maksudnya adalah jalan yang ditempuh nabi untuk meraih itu.
Sebagai muslim kita memahami bahwa untuk meraih sesuatu, mendekatkan diri kepada Allah adalah cara mendapatkan pertolongan dari Allah SWT, namun tidak cukup sampai di situ. Ikhtiar yang maksimal juga disyariatkan agar tujuan yang diinginkan bisa tercapai secara mudah. Inilah yang nabi ajarkan kepada kita.
Dalam konteks hubungan internasional, kita pun bisa mengambil pelajaran dari pencapaian politik yang nabi lakukan khususnya pasca negara Madinah berdiri dan pada peristiwa fathul Makkah atau penaklukkan Makkah.
Saat tiba di Madinah, yang pertama kali beliau lakukan adalah stabilisasi politik domestik. Di bawah kepemimpinan nabi, masyarakat disatukan baik yang Muslim, Yahudi dan kalangan Musyrik. Mereka semua tunduk dan patuh serta mengakui kepemimpinan nabi dan aturan-aturan yang ditetapkannya. Hal ini tertuang dalam Piagam Madinah (Qol`ahji, 2011).
Dalam aspek politik luar negeri, nabi menggunakan potensi militer yang dimiliki oleh suku Aus dan Khazraj untuk melakukan ekspedisi militer untuk mengganggu kepentingan geopolitik dan ekonomi kaum Quraish. Wilayah-wilayah tempat operasi militer nabi difokuskan pada jalur – jalur perdagangan Quraish dari Makkah menuju Syam. Selain itu, nabi melakukan penaklukan suku – suku Yahudi yang beraliansi dengan Quraish, serta mengadakan perjanjian damai dengan suku-suku dan kelompok-kelompok Yahudi di wilayah Jazirah Arab.
Madinah sempat hampir ditaklukkan oleh koalisi Quraish dan Yahudi dalam perang Ahzab atau perang Khandaq, namun koalisi tersebut gagal karena strategi militer Madinah yang canggih dan semangat perang yang gigih oleh umat Islam di Madinah. Hal yang lebih penting lagi adalah kelihaian politik dan negosiasi diplomat nabi yang mampu melemahkan solidaritas di tubuh pasukan koalisi dan akhirnya meruntuhkan semangat perang koalisi Quraish (Ibnu Katsir, 2003).
Perjanjian Hudaibiyah, adalah salah satu momentum politik yang paling signifikan dalam membantu nabi untuk menaklukkan Makkah. Perjanjian untuk tidak saling berperang satu sama lain selama sepuluh tahun, membuat Madinah lebih leluasa menaklukkan semua mitra koalisi Quraish Makkah, khususnya kalangan Yahudi. Ini berdampak besar dalam mereduksi aliansi Quraish dan sekaligus melemahkan kekuatan dari kalangan Quraish.
Selain itu, perjanjian untuk mengembalikan ke Makkah orang – orang yang sudah hijrah ke Madinah tetapi tidak direstui oleh keluarganya, berdampak pada semakin banyaknya Muslim yang tinggal di Makkah dan menyebarkan Islam serta segala kebaikan-kebaikan nabi di Madinah. Efeknya adalah semakin banyak masyarakat Makkah termasuk petinggi Quraish serta para panglima militer yang bergabung ke Madinah dan menjadi Muslim, seperti panglima perang Khalid bin Al-Walid, diplomat ulung Quraish, Amr bin al-Ash.
Dikuasainya jalur perdagangan menuju Syam oleh negara Madinah, ditaklukkannya suku-suku di wilayah jazirah Arab, masuknya petinggi-petinggi Quraish dalam Islam dan narasi Islam yang semakin dominan di Makkah akhirnya semakin melemahkan semua variabel kekuatan Quraish di Makkah. Sebaliknya, semakin memperkuat posisi politik internasional negara Madinah.
Dampak dari berbagai manuver politik nabi yang terjadi inilah yang menjadi alasan mengapa fathul Makkah berlangsung dengan damai tanpa peperangan, Bahkan perintah nabi kepada masyarakat Makkah diikuti dengan patuh seperti jaminan keamanan bagi masyarakat Makkah yang menutup pintu rumahnya, yang masuk rumah Abu Sufyan, dan masuk Masjidil Haram.
Sejarah politik nabi yang singkat ini menggambarkan dan mengajarkan pentingnya usaha maksimal agar segala tujuan tercapai. Nabi adalah orang yang paling sholeh dan paling dekat pada Allah. Di samping beliau meyakini pertolongan Allah pada beliau, namun beliau juga meyakini dan memahami bahwa pertolongan hanya akan datang ketika ikhtiar dilaksanakan dengan sebaik dan semaksimal mungkin.
Meskipun beliau adalah Rasul Allah namun beliau tidak selamanya menang dan sukses dalam semua aktifitas politiknya. Buktinya adalah kekalahan beliau pada perang Uhud melawan Quraish. Awalnya nabi menang perang, namun karena kelalaian pasukan pemanahnya, akhirnya nabi kalah. Bahkan pamannya, Hamzah, meninggal serta nabi sendiri luka-luka karenanya. Fakta ini semakin menegaskan bahwa, dalam konteks politik, kemenangan beliau terhadap Quraish Makkah karena ikhtiar beliau dalam aspek kepemimpinan, strategi perang, pemahaman geopolitik, dan kemampuan diplomasi.
Bagi umat Islam saat ini, mempelajari politik nabi tidak boleh hanya sebatas dalam aspek normatif teologis semata namun juga perlu memahami aspek syariatnya yaitu, ikhtiar yang maksimal melalui penguasaan ilmu dan teknologi agar mampu memenangkan pertarungan politik. Dengan itu, umat Islam bisa mendapatkan kesuksesan politik di kancah internasional seperti yang pernah diraih oleh nabi di zamannya.
Referensi:
Ibnu Katsir, Al-Hafidz. (2010). Sirah Nabi Muhammad. Jakarta: Pustaka Imam As-Syafi`i
Qol`ahji, Muh. Rawwas. (2011) Sirah Nabawiyah: Sisi Politis Perjuangan Rasulullah saw. Bogor: Al-Azhar Press
Abu Sulayman, Abdul Hamid A. (1993). Towards an Islamic Theory of International Relations: New Directions for Methodology and Thought. Virginia: The International Institute of Islamic Thought.
Belajar Politik Internasional dari Sang Nabi
/in Prodi Hubungan Internasional, Syiar Islam/by Darzan Hanan MOleh : Hasbi Aswar (Dosen Prodi Hubungan Internasional, FPSB UII)
Salah satu poin menarik dari buku “Towards an Islamic Theory of International Relations: New Directions for Methodology and Thought” karya Abdul Hamid Abu Sulayman (1993) adalah sebagai muslim, selain melihat nabi Muhammad SAW sebagai nabi pembawa pesan dan pemimpin agama, kita juga bisa melihat beliau dari sisi beliau sebagai manusia yang memimpin masyarakat dan negara. Dari situ kita bisa memahami dan belajar cara berpolitik dari sang nabi.
Sebagai muslim, kebanyakan dari kita melihat nabi terbatas kepada sisi kenabian beliau sehingga segala hal yang beliau raih selama hidupnya adalah pertolongan dari Allah SWT. Sebab beliau adalah Rasul Allah dan sosok paling dekat dan dicintai oleh Allah. Pandangan ini benar dan tidak salah. Ini adalah konsep yang harus kita imani, bahwa segala nikmat yang kita dapatkan adalah karunia dari Allah SWT. Namun, yang sering dilupakan adalah aspek syariat dari pencapaian – pencapaian yang nabi dapatkan. Aspek syariat maksudnya adalah jalan yang ditempuh nabi untuk meraih itu.
Sebagai muslim kita memahami bahwa untuk meraih sesuatu, mendekatkan diri kepada Allah adalah cara mendapatkan pertolongan dari Allah SWT, namun tidak cukup sampai di situ. Ikhtiar yang maksimal juga disyariatkan agar tujuan yang diinginkan bisa tercapai secara mudah. Inilah yang nabi ajarkan kepada kita.
Dalam konteks hubungan internasional, kita pun bisa mengambil pelajaran dari pencapaian politik yang nabi lakukan khususnya pasca negara Madinah berdiri dan pada peristiwa fathul Makkah atau penaklukkan Makkah.
Saat tiba di Madinah, yang pertama kali beliau lakukan adalah stabilisasi politik domestik. Di bawah kepemimpinan nabi, masyarakat disatukan baik yang Muslim, Yahudi dan kalangan Musyrik. Mereka semua tunduk dan patuh serta mengakui kepemimpinan nabi dan aturan-aturan yang ditetapkannya. Hal ini tertuang dalam Piagam Madinah (Qol`ahji, 2011).
Dalam aspek politik luar negeri, nabi menggunakan potensi militer yang dimiliki oleh suku Aus dan Khazraj untuk melakukan ekspedisi militer untuk mengganggu kepentingan geopolitik dan ekonomi kaum Quraish. Wilayah-wilayah tempat operasi militer nabi difokuskan pada jalur – jalur perdagangan Quraish dari Makkah menuju Syam. Selain itu, nabi melakukan penaklukan suku – suku Yahudi yang beraliansi dengan Quraish, serta mengadakan perjanjian damai dengan suku-suku dan kelompok-kelompok Yahudi di wilayah Jazirah Arab.
Madinah sempat hampir ditaklukkan oleh koalisi Quraish dan Yahudi dalam perang Ahzab atau perang Khandaq, namun koalisi tersebut gagal karena strategi militer Madinah yang canggih dan semangat perang yang gigih oleh umat Islam di Madinah. Hal yang lebih penting lagi adalah kelihaian politik dan negosiasi diplomat nabi yang mampu melemahkan solidaritas di tubuh pasukan koalisi dan akhirnya meruntuhkan semangat perang koalisi Quraish (Ibnu Katsir, 2003).
Perjanjian Hudaibiyah, adalah salah satu momentum politik yang paling signifikan dalam membantu nabi untuk menaklukkan Makkah. Perjanjian untuk tidak saling berperang satu sama lain selama sepuluh tahun, membuat Madinah lebih leluasa menaklukkan semua mitra koalisi Quraish Makkah, khususnya kalangan Yahudi. Ini berdampak besar dalam mereduksi aliansi Quraish dan sekaligus melemahkan kekuatan dari kalangan Quraish.
Selain itu, perjanjian untuk mengembalikan ke Makkah orang – orang yang sudah hijrah ke Madinah tetapi tidak direstui oleh keluarganya, berdampak pada semakin banyaknya Muslim yang tinggal di Makkah dan menyebarkan Islam serta segala kebaikan-kebaikan nabi di Madinah. Efeknya adalah semakin banyak masyarakat Makkah termasuk petinggi Quraish serta para panglima militer yang bergabung ke Madinah dan menjadi Muslim, seperti panglima perang Khalid bin Al-Walid, diplomat ulung Quraish, Amr bin al-Ash.
Dikuasainya jalur perdagangan menuju Syam oleh negara Madinah, ditaklukkannya suku-suku di wilayah jazirah Arab, masuknya petinggi-petinggi Quraish dalam Islam dan narasi Islam yang semakin dominan di Makkah akhirnya semakin melemahkan semua variabel kekuatan Quraish di Makkah. Sebaliknya, semakin memperkuat posisi politik internasional negara Madinah.
Dampak dari berbagai manuver politik nabi yang terjadi inilah yang menjadi alasan mengapa fathul Makkah berlangsung dengan damai tanpa peperangan, Bahkan perintah nabi kepada masyarakat Makkah diikuti dengan patuh seperti jaminan keamanan bagi masyarakat Makkah yang menutup pintu rumahnya, yang masuk rumah Abu Sufyan, dan masuk Masjidil Haram.
Sejarah politik nabi yang singkat ini menggambarkan dan mengajarkan pentingnya usaha maksimal agar segala tujuan tercapai. Nabi adalah orang yang paling sholeh dan paling dekat pada Allah. Di samping beliau meyakini pertolongan Allah pada beliau, namun beliau juga meyakini dan memahami bahwa pertolongan hanya akan datang ketika ikhtiar dilaksanakan dengan sebaik dan semaksimal mungkin.
Meskipun beliau adalah Rasul Allah namun beliau tidak selamanya menang dan sukses dalam semua aktifitas politiknya. Buktinya adalah kekalahan beliau pada perang Uhud melawan Quraish. Awalnya nabi menang perang, namun karena kelalaian pasukan pemanahnya, akhirnya nabi kalah. Bahkan pamannya, Hamzah, meninggal serta nabi sendiri luka-luka karenanya. Fakta ini semakin menegaskan bahwa, dalam konteks politik, kemenangan beliau terhadap Quraish Makkah karena ikhtiar beliau dalam aspek kepemimpinan, strategi perang, pemahaman geopolitik, dan kemampuan diplomasi.
Bagi umat Islam saat ini, mempelajari politik nabi tidak boleh hanya sebatas dalam aspek normatif teologis semata namun juga perlu memahami aspek syariatnya yaitu, ikhtiar yang maksimal melalui penguasaan ilmu dan teknologi agar mampu memenangkan pertarungan politik. Dengan itu, umat Islam bisa mendapatkan kesuksesan politik di kancah internasional seperti yang pernah diraih oleh nabi di zamannya.
Referensi:
Ibnu Katsir, Al-Hafidz. (2010). Sirah Nabi Muhammad. Jakarta: Pustaka Imam As-Syafi`i
Qol`ahji, Muh. Rawwas. (2011) Sirah Nabawiyah: Sisi Politis Perjuangan Rasulullah saw. Bogor: Al-Azhar Press
Abu Sulayman, Abdul Hamid A. (1993). Towards an Islamic Theory of International Relations: New Directions for Methodology and Thought. Virginia: The International Institute of Islamic Thought.
Workshop Tendik FPSB: Analisis Kebutuhan Pelatihan
/in Berita Sorotan/by Darzan Hanan MDalam rangka meningkat kompetensi tenaga pendidikan, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) secara khusus menyelenggarakan workshop Analisis Kebutuhan Pelatihan Tenaga Kependidikan, Sabtu, 19 Oktober 2019. Kegiatan yang berlangsung di hotel Swiss Bell Boutique Yogyakarta tersebut dibuka langsung oleh Dekan FPSB UII, Dr. H. Fuad Nashori, S.Psi., M.Si., M.Ag., Psikolog. Sedangkan materi disampaikan oleh Annisa Miranty Nurendra, S.Psi., M.Psi. Read more
Sambut Doktor Baru, Awali Kajian Rutin FPSB UII
/in Berita Sorotan/by Darzan Hanan MFakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) UNiversitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan prosesi penyambutan doktor baru sebelum pelaksanaan kegiatan kajian rutin (bulanan), Jumat, 18 Oktober 2019 di R. Auditorium FPSB UII. Kali ini, doktor yang disambut adalah Dr. Sus Budiharto, S.Psi., M.Si., Psikolog, Dr. Rina Mulyati, S.Psi., M.Si., Psikolog dan juga Dr.rer.soc. Masduki, S.Ag., M.Si., MA. Adapun proses penyambutan sendiri diisi dengan sambutan Dekan, testimoni dari para doktor baru serta pemberian cinderamata dari fakultas kepada para doktor baru.
Read more
UIN Sultan Syarif Kasim Studi Banding Pengelolaan S2 ke FPSB UII
/in Berita Sorotan, Kunjungan/by Darzan Hanan MDalam rangka bertukar informasi terkait pengelolaan program pascasarjana (S2), UIN Sultan Syarif Kasim Riau secara mengirimkan beberapa utusannya untuk bersilaturaahmi (kunjungan kerja) ke Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII), Rabu, 16 Oktober 2019. Kehadiran rombongan yang berjumlah sekitar 10 orang utusan tersebut disambut hangat oleh Dekan dan Wakil Dekan FPSB UII, Ketua Program Studi Magister Psikologi Profesi FPSB UII, beserta staf pengajar FPSB UII.
Read more
BAN PT Lakukan Visitasi Akreditasi Prodi Psikologi FPSB UII
/in Berita Sorotan, Prodi Psikologi/by Darzan Hanan MBadan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) Kementerian Riiset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi mengirimkan 2 orang asesor untuk melakukan site visit terhadap borang akreditasi Prodi Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII), Jumat, 11 Oktober 2019. Kehadiran kedua orang asesor BAN PT tersebut, yakni Dr. Dra. Setiasih, M.Kes dan Dr. Ummi Salamah, S.Psi., M.Si., Psikolog disambut hangat oleh Ketua Umum Pengurus Badang Wakaf UII (Dr. Suwarsono Muhammad, MA), Rektor Universitas Islam Indonesia (Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D), Dekan FPSB UII (Dr. H. Fuad Nashori, S.Psi., M.Si., M.Ag., Psikolog), Wakil Dekan Bidang Sumber Daya (Mira Aliza Rachmawati, S.Psi., M. Psi), Wakil Dekan Bidang Keagamaan, Kemahasiswaan dan Alumni (Dr. Phil. Emi Zulaifah, dra., M.Sc), Ka. Prodi Program Magister Psikologi Profesi (Dr.rer.nat. Arief Fahmie, S.Psi., M.A., Psikolog), Ka. Prodi Psikologi (Yulianti Dwi Astuti, S.Psi., M.Soc.Sc), beserta ka. Prodi dan sekretaris prodi di lingkungan FPSB UII. Read more
Rakorja FPSB Angkat Kolegialitas, Rekognisi Internasional dan Layanan Digital
/in Berita Sorotan/by Darzan Hanan MBekerja kolegial, rekognisi internasional, dan pelayanan berbasis digital diangkat sebagai tema Rapat Koordinasi Kerja (RAKORJA) Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII), Satu, 10 Oktober 2019 di Hotel Royal Ambarrukmo Yogyakarta. Kegiatan tahunan ini dihadiri sekaligus dibuka langsung oleh Rektor UII, Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. Read more
Daftar CALON PENGAWAS UTS GANJIL TA. 2019/2020
/in Arsip Pengumuman Agenda Kegiatan-out off date/by Darzan Hanan MDAFTAR CALON PENGAWAS UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL TA. 2019/2020
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
Read more
PBI Gelar Mayoga English Super Camp
/in Berita Sorotan, Prodi Pendidikan Bahasa Inggris/by Darzan Hanan MMayoga English Super Camp (MESC). Demikian nama salah satu program penguatan bahasa Inggris yang dipersembahkan oleh Prodi Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) kepada keluarga besar MAN 3 Yogyakarta, Selasa, 1 Oktober 2019. Pada program ini para siswa mendapatkan materi tutorial bahasa Inggris, outbond, dan juga Campus Tour ke Kampus Terpadu UII. Read more
Gandeng AJI dan GNI, Prodi Komunikasi Gelar Workshop “Hoax Busting And Digital Hygiene”
/in Berita Sorotan/by Darzan Hanan MBersama Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) dan Google News Initiative, Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar Workshop “Hoax Busting And Digital Hygiene”, Sabtu, 28 September 2019 di Gedung Mohammad Hatta (Perpustakaan Pusat) UII. Hadir sebagai pemateri adalah Rini Yustiningsih dan Agung Purwandono.
Workshop yang fokus mengasah keterampilan jurnalis di newsroom, komunitas akademisi kampus, jurnalis mahasiswa un Read more
FPSB Selenggarakan Pelatihan Dakwah bagi Dosen
/in Berita Sorotan/by Darzan Hanan MAgar penyampaian dakwah bisa ditangkap atau diterima dengan baik oleh target audien, maka dakwah perlu dilakukan dengan sebaik mungkin. Baik dari sisi materi dakwahnya maupun teknik penyampaiannya. Untuk mengenal sekaligus membekali teknik berdakwah yang baik bagi para dosen, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) secara khusus menyelenggarakan kegiatan Pelatihan Dakwah Dosen FPSB UII, Jumat, 27 September 2019 di ruang auditorium FPSB UII dengan menghadirkan Imam Mujiono, Drs., M.Ag sebagai pemateri. Read more