“Media mempunyai peran pentng dalam pembentukan perilaku masyarakat. Semoga seminar ini dapat membuka dan menambah wawasan tentang mitigasi bencana, baik dari sisi kebijakan, kajian, maupun regulasi. Sejalan dengan misis UII untuk menjadi rahmatan lil ‘alamin maka UII harus berperan dalam proses pemberitaan yang mengedukasi kepada masyarakat. Smoga ada tindak lanjut yg lebih jauh dengan pihak-pihak yang berkompeten dengan media bencana”. Demikian sambutan singkat sekaligus harapan yang disampaikan oleh Dekan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII), Dr.rer.nat. Arief Fahmie, S.Psi., MA., Psikolog dalam acara Seminar Nasiona bertajuk Media dan Pemberitaan Bencana yang dihelat oleh Program Studi Ilmu Komunikasi FPSB UII bekerjasama dengan Dirjen Kominfo dan Monumen Pers Nasional, Selasa, 22 Maret 2016 di Sahid Rich Hotel Yogyakarta.
Hadir sebagai pemateri seminar diantaranya adalah Prof. Dr. Henry Subiakto, Ahmad Arif dan Muzayin Nazaruddin, S.Sos., MA. Sedangkan Anang Hermawan, S.Sos., MA yang juga dosen prodi Ilmu Komunikasi FPSB UII tampil sebagai moderator.
Prof. Dr. Henry Subiakto yang saat ini masih dipercaya sebagai staf ahli Menteri Bidang Media Massa Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam kesempatan tersebut mengingatkan peserta untuk senantiasa prefer terhadap bencana. Hal ini bukan tanpa alasan karena secara geografis Indonesia memang masuk dalam kategori rawan bencana. “Kita sebenarnya sangat dekat dengan bencana. Bencana bisa membuat suatu daerah menjadi terkenal. Akan tetapi yang membuat kita terkenal bukan hanya bencananya, namun juga pemberitaan di media dan juga cara mengelola atau menanganinya. Saat kita bisa memberitakan dengan baik, bisa menangani dengan baik, maka bisa menjadi soft power”, ungkapnya.
Beliau juga mengingatkan perlunya para awak media untuk tahu dan punya pengetahuan tentang bencana guna mengurangi resiko terkena dampak bencana saat melakukan liputan bencana. Beliaupun mengapresiasi pemberitaan yang sudah dilakukan saat terjadi gempa Jogja sehingga Jogja mudah untuk bangkit kembali.
Ahmad Arif selaku pembicara kedua menyampaikan materi berjudul Jurnalisme Bencana, Bencana Jurnalisme (Ekonomi Politik di Balik Peliputan Bencana). Wartawan Kompas ini banyak menyampaikan contoh peliputan atau pemberitaan bencana di Indonesia yang dianggap tak beretika atau bahkan oleh media asing dianggap keterlaluan (mengambil gambar korban secara vulgar, dll) sembari menegaskan bahwa konstruksi berita di media tidak akan lepas dari kepentingan ekonomi atau bisnis pemilik media dan hegemoni kuasa yang terbangun di belakangnya. “Tidak ada obyektifitas dalam pemberitaan media. Dramatisasi pemberitaan media memang dilakukan dalam rangka komoditi”, ungkapnya. Dirinya menambahkan perlunya masyarakat untuk mengetahui tentang kebencanaan, karena ketidaktahuan akan kebencanaan tersebut sangatlah mematikan (baca: akan banyak menelan korban jiwa).
Sedangkan Muzayin Nazaruddin, S.Sos., MA yang juga ketua program studi Ilmu Komunikasi FPSB UII menyampaikan materi tentang Pemberitaan Bencana : Setelah Sepuluh Tahun… Menurutnya praktik jurnalistik kebencanaan di Indonesia berawal pada kejadian tsunami Aceh tahun 2014 lalu. Tsunami tersebut menurutnya sebagai penanda sejarah bahwa Indonesia sebagai negeri rawan bencana sehingga masyarakatnya perlu sadar akan kebencanaan serta menjadi awal munculnya kesadaran di kalangan jurnalis bahwa bencana merupakan berita bernilai tinggi meski tanpa didramatisir.
Muzayin juga mengkritisi wajah pemberitaan bencana di Indonesia yang masih berkutat pada dramatisasi kisah sedih para penyintas, teledor dalam akurasi berita, absen dalam fase peringatan dini, absen ketika isu bencana sudah tidak ‘menjual’ lagi, lemah terhadap kontrol bantuan bencana serta terjebak dalam fungsi karitatif sebagai pengumpul dan penyalur bantuan bencana.
Oleh karenanya Muzayin berpendapat perlunya regulasi yang kuat tentang pemberitaan bencana, perlunya penyusunan, penyepakatan, dan penegakan etika dalam pemberitaan bencana, perlunya dibentuk sebuah tim liputan bencana, serta mengganti dramatisasi pemberitaan saat sudah memasuki fase rekonstruksi dengan kampanye bangkit. Dramatisasi pemberitaan hanya diperlukan pada fase tanggap darurat saja dengan tetap mematuhi prinsip-prinsip etis.
Prodi Komunikasi Kaji Peran Media dalam Pemberitaan Bencana
/in /by Darzan Hanan M“Media mempunyai peran pentng dalam pembentukan perilaku masyarakat. Semoga seminar ini dapat membuka dan menambah wawasan tentang mitigasi bencana, baik dari sisi kebijakan, kajian, maupun regulasi. Sejalan dengan misis UII untuk menjadi rahmatan lil ‘alamin maka UII harus berperan dalam proses pemberitaan yang mengedukasi kepada masyarakat. Smoga ada tindak lanjut yg lebih jauh dengan pihak-pihak yang berkompeten dengan media bencana”. Demikian sambutan singkat sekaligus harapan yang disampaikan oleh Dekan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII), Dr.rer.nat. Arief Fahmie, S.Psi., MA., Psikolog dalam acara Seminar Nasiona bertajuk Media dan Pemberitaan Bencana yang dihelat oleh Program Studi Ilmu Komunikasi FPSB UII bekerjasama dengan Dirjen Kominfo dan Monumen Pers Nasional, Selasa, 22 Maret 2016 di Sahid Rich Hotel Yogyakarta.
Hadir sebagai pemateri seminar diantaranya adalah Prof. Dr. Henry Subiakto, Ahmad Arif dan Muzayin Nazaruddin, S.Sos., MA. Sedangkan Anang Hermawan, S.Sos., MA yang juga dosen prodi Ilmu Komunikasi FPSB UII tampil sebagai moderator.
Prof. Dr. Henry Subiakto yang saat ini masih dipercaya sebagai staf ahli Menteri Bidang Media Massa Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam kesempatan tersebut mengingatkan peserta untuk senantiasa prefer terhadap bencana. Hal ini bukan tanpa alasan karena secara geografis Indonesia memang masuk dalam kategori rawan bencana. “Kita sebenarnya sangat dekat dengan bencana. Bencana bisa membuat suatu daerah menjadi terkenal. Akan tetapi yang membuat kita terkenal bukan hanya bencananya, namun juga pemberitaan di media dan juga cara mengelola atau menanganinya. Saat kita bisa memberitakan dengan baik, bisa menangani dengan baik, maka bisa menjadi soft power”, ungkapnya.
Beliau juga mengingatkan perlunya para awak media untuk tahu dan punya pengetahuan tentang bencana guna mengurangi resiko terkena dampak bencana saat melakukan liputan bencana. Beliaupun mengapresiasi pemberitaan yang sudah dilakukan saat terjadi gempa Jogja sehingga Jogja mudah untuk bangkit kembali.
Ahmad Arif selaku pembicara kedua menyampaikan materi berjudul Jurnalisme Bencana, Bencana Jurnalisme (Ekonomi Politik di Balik Peliputan Bencana). Wartawan Kompas ini banyak menyampaikan contoh peliputan atau pemberitaan bencana di Indonesia yang dianggap tak beretika atau bahkan oleh media asing dianggap keterlaluan (mengambil gambar korban secara vulgar, dll) sembari menegaskan bahwa konstruksi berita di media tidak akan lepas dari kepentingan ekonomi atau bisnis pemilik media dan hegemoni kuasa yang terbangun di belakangnya. “Tidak ada obyektifitas dalam pemberitaan media. Dramatisasi pemberitaan media memang dilakukan dalam rangka komoditi”, ungkapnya. Dirinya menambahkan perlunya masyarakat untuk mengetahui tentang kebencanaan, karena ketidaktahuan akan kebencanaan tersebut sangatlah mematikan (baca: akan banyak menelan korban jiwa).
Sedangkan Muzayin Nazaruddin, S.Sos., MA yang juga ketua program studi Ilmu Komunikasi FPSB UII menyampaikan materi tentang Pemberitaan Bencana : Setelah Sepuluh Tahun… Menurutnya praktik jurnalistik kebencanaan di Indonesia berawal pada kejadian tsunami Aceh tahun 2014 lalu. Tsunami tersebut menurutnya sebagai penanda sejarah bahwa Indonesia sebagai negeri rawan bencana sehingga masyarakatnya perlu sadar akan kebencanaan serta menjadi awal munculnya kesadaran di kalangan jurnalis bahwa bencana merupakan berita bernilai tinggi meski tanpa didramatisir.
Muzayin juga mengkritisi wajah pemberitaan bencana di Indonesia yang masih berkutat pada dramatisasi kisah sedih para penyintas, teledor dalam akurasi berita, absen dalam fase peringatan dini, absen ketika isu bencana sudah tidak ‘menjual’ lagi, lemah terhadap kontrol bantuan bencana serta terjebak dalam fungsi karitatif sebagai pengumpul dan penyalur bantuan bencana.
Oleh karenanya Muzayin berpendapat perlunya regulasi yang kuat tentang pemberitaan bencana, perlunya penyusunan, penyepakatan, dan penegakan etika dalam pemberitaan bencana, perlunya dibentuk sebuah tim liputan bencana, serta mengganti dramatisasi pemberitaan saat sudah memasuki fase rekonstruksi dengan kampanye bangkit. Dramatisasi pemberitaan hanya diperlukan pada fase tanggap darurat saja dengan tetap mematuhi prinsip-prinsip etis.
FPSB Selenggarakan Workshop PKM-KT
/in /by Darzan Hanan M“Hampir semua perguruan tinggi mengalami penurunan untuk jumlah proposal PKM V Bidang tahun 2015 yang didanai pada tahun 2016 ini, kecuali UII yang justeru mengalami peningkatan jumlah proposal PKM V Bidang yang didanai pada tahun 2016 ini. Hal ini menarik perhatian perguruan-perguruan tinggi lainnya”. Demikian pengantar yang disampaikan oleh Prof. Akhmad Fauzy, S.Si, M.Si, Ph.D sesaat sebelum menyampaikan materi workshop PKM Bidang Karya Tulis (Artikel Ilmiah-Gagasan Tertulis) di Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII), Jumat, 18 Maret 2016 di R. Auditorium FPSB UII.
Workshop PKM sendiri sengaja diselenggarakan oleh Unit Kemahasiswaan, Alumni, dan Dakwah Islamiyah (KADI) FPSB UII sebagai salah satu upaya untuk memotivasi mahasiswa dalam berpartisipasi di PKM KT 2016. Sebelum pemaparan materi terkait prapenilaian substansi sebuah proposal PKM maupun point-point penting dalam penilaian proposal PKM-GT yang disampaikan oleh Prof. Fauzi, peserta workshop juga mendapat materi tentang seputar PKM itu sendiri yang disampaikan oleh Beni Suranto, ST., M.SoftEng.
Prodi Hubungan Internasional Gelar Workshop Penulisan Akademik
/in Prodi Hubungan Internasional/by Darzan Hanan MWajib bagi tiap orang (khususnya mahasiswa) untuk memiliki ketrampilan menulis guna menunjang kegiatan-kegiatan akademiknya. Menulis bisa menjadi sarana atau media untuk mengekspresikan ide/gagasan, bisa menghasilkan uang/materi, bisa untuk mencari reputasi ataupun bahkan bisa untuk amal jariyah bila yang ditulis merupakan kebaikan. Demikian ungkap Mohamad Rosyidin saat menyampaikan materi workshop penulisan akademik (karya ilmiah) yang diselenggarakan Program Studi Hubungan Internasional (HI) Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII), Jumat, 18 Maret 2016 di R. Auditorium FPSB.
Staf pengajar (dosen) di Universitas Diponegoro Semarang itu juga mengajak peserta workshop dalam memanfaatkan waktu luang untuk menulis dan mencoba mengirimkannya ke media massa, baik yang level lokal maupun nasional. Dirinya mencontohkan adanya statement di kalangan para akademisi bahwa seseorang belum bisa dikatakan jago dalam menulis (meski sudah bergelar profesor) jika karyanya belum bisa tampil di surat kabar KOMPAS.
Dirinya menambahkan bahwa tulisan seseorang juga bisa menjadi cermin kepribadian seseorang. Jika tipikal bahasa dalam tulisannya melompat-lompat, biasanya orang tersebut bertipikal tidak jelas. Contoh lain adalah tulisan yang meledak-ledak. Tulisan jenis ini menurutnya bisa menunjukkan bahwa kepribadian sang penulis cenderung impulsif.
“Belajar bisa efektif dengan belajar mandiri (membaca) dibandingkan dengan mendengarkan. Namun demikian, akan lebih efektif lagi jika dilakukan dengan menulis, karena orang menulis biasanya memiliki stok pengetahuan. Untuk bisa menulis dengan baik atau memaksa kita untuk bisa menulis adalah dengan mengonsumsi atau mengisi otak kita dengan pengetahuan yang diperoleh melalui bacaan/membaca. Dan orang yang terbiasa menulis cenderung terhindar dari alzeimer atau pikun”, tambahnya.
Lebih jauh penulis buku berjudul ‘The Power of Ideas’ tersebut memaparkan materi terkait dengan definisi tulisan akademik, ciri-cirinya, maupun tips-tips atau teknik menulis akademik yang baik seraya mengingatkan peserta untuk tidak melakukan plagiasi (plagiarisme) .
Sambut Milad ke-21, FPSB Agendakan Anjangsana ke Pegawai Purnatugas
/in /by Darzan Hanan MSesuai dengan tema milad ke-21 Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) yakni “Indahnya Silaturrahim”, maka silaturrahim ke pegawai purna tugas FPSB UII pun menjadi salah satu agenda kegiatan milad. Selasa, 15 Maret 2016 menjadi hari pertama penyelenggaraan silaturrahim yang juga disebut anjangsana ini dengan mengunjungi keluarga Bapak Arif Suhardi. Kehadiran rombongan yang terdiri dari Ka.div Keuangan, Ka. Div Akademik beserta beserta staf tenaga kependidikan lainnya disambut hangat oleh keluarga Pak Arif Suhardi.
KeluargaPak Arif pun merasa senang dengan kunjungan tersebut dan berharap agar terus dipertahankan sebagai media silaturrahim. Ungkapan dan harapan serupa juga disampaikan oleh keluarga purna tugas Bapak Surani, Ibu Ani Zaerina, dan juga Pak Imron. Bertemu, bercanda, saling menanyakan kabar dan juga saling berbagi informasi terkait aktivitas yang bisa dilakukan saat purna tugas menjadi ‘bahan silaturrahim’ yang cukup menghangatkan suasana kunjungan.
“Alhamdulillah..senang rasanya klo kegiatan yang kita laksanakan membahagiakan orang lain.. Semoga semua kegiatan kita barokah..Aamin”, ungkap ketua panitia Milad FPSB UII ke-21, Adam Anshori, S.S., MA.
Agenda anjangsana sendiri dijadwalkan berlangsung hingga Senin, 21 Maret 2016.
Psikologi Kaji Enterpreneurship dan Sociopreneurship
/in /by Darzan Hanan M“Sehebat apapun kalian tanpa enterpreneur kalian akan kalah dengan lulusan kampus-kampus yang punya enterpreneurship, bahkan lulusan dr kampus-kampus (baca: lulusan) yang tidak terkenal atau tidak punya nama. Hidup ini tidak pasti. Orang yang tidak siap dengan ketidakpastian, jangan hidup”. Demikian motivasi yang disampaikan oleh Drs. Adriano Rusfi, Psikolog kepada para peserta kegiatan kolokium yang digelar oleh Prodi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII), Jumat, 11 Maret 2016 di R. Auditorium FPSB UII.
Lebih jauh penentang keras gerakan LGBT tersebut menegaskan bahwa jiwa enterprenur atau wirausaha sangat berbeda dengan jiwa pedagang. Menurutnya setiap orang tidak mesti harus bisa pedagang tapi wajib menjadi seorang enterpreneur, yakni orang yang berani dan bisa menjalani hidup dengan baik meski banyak/sebesar apapun tantangan yang dihadapinya.
“Orang berani identik dengan berani mati, dan saya bukan seorang yang berani mati. Sedangkan orang bernyali adalah orang yang berani menjalani/menghadapi kehidupan ini dengan sebaik mungkin. Penakut (baca: takut menghadapi kematian) boleh, pengecut (baca: tidak berani menghadapi hidup) jangan! Saat ini banyak orang yang berani mati, tapi tidak terlalu banyak yang berani hidup. Berjuanglah pada titik tersebut meski sering gagal. Doa sangat diperlukan dalam enterprenurship” ungkapnya.
Sosok yang juga dikenal publik sebagai konsultan SDM dan Pendidikan tersebut juga menambahkan bahwa saat ini terlalu banyak permasalahan sosial yang membutuhkan kepemimpinan enterpreneurial, yakni pemimpin yang berani mengambil tanggung jawab untuk mencari solusi atas permasalahan sosial yang ada dengan menciptakan kondisi masyarakat yang lebih kreatif dan produktif dalam menggali ataupun memunculkan setiap potensi yang dimilikinya.
Setelah seseorang memiliki jiwa enterpreneur, maka selanjutnya adalah seseorang harus memiliki jiwa sociopreneurship yang bertujuan untuk membantu kesulitan orang lain, membuka lapangan kerja, menghindari kekufuran, menjauhi riba, dakwah, naik haji, bikin masjid, memiliki nilai tawar pada sisi sosial-ekonomi-politik dan juga harapannya adalah masuk surga. Modal sociopreneur adalah airmata, empati, social concern, social linkage, dan do’a orang lain.
Psikologi Kaji Enterpreneurship dan Sociopreneurship
/in /by Darzan Hanan M“Sehebat apapun kalian tanpa enterpreneur kalian akan kalah dengan lulusan kampus-kampus yang punya enterpreneurship, bahkan lulusan dr kampus-kampus (baca: lulusan) yang tidak terkenal atau tidak punya nama. Hidup ini tidak pasti. Orang yang tidak siap dengan ketidakpastian, jangan hidup”. Demikian motivasi yang disampaikan oleh Drs. Adriano Rusfi, Psikolog kepada para peserta kegiatan kolokium yang digelar oleh Prodi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII), Jumat, 11 Maret 2016 di R. Auditorium FPSB UII.
Lebih jauh penentang keras gerakan LGBT tersebut menegaskan bahwa jiwa enterprenur atau wirausaha sangat berbeda dengan jiwa pedagang. Menurutnya setiap orang tidak mesti harus bisa pedagang tapi wajib menjadi seorang enterpreneur, yakni orang yang berani dan bisa menjalani hidup dengan baik meski banyak/sebesar apapun tantangan yang dihadapinya. “Orang berani identik dengan berani mati, dan saya bukan seorang yang berani mati. Sedangkan orang bernyali adalah orang yang berani menjalani/menghadapi kehidupan ini dengan sebaik mungkin. Penakut (baca: takut menghadapi kematian) boleh, pengecut (baca: tidak berani menghadapi hidup) jangan! Saat ini banyak orang yang berani mati, tapi tidak terlalu banyak yang berani hidup. Berjuanglah pada titik tersebut meski sering gagal. Doa sangat diperlukan dalam enterprenurship” ungkapnya.
Sosok yang juga dikenal publik sebagai konsultan SDM dan Pendidikan tersebut juga menambahkan bahwa saat ini terlalu banyak permasalahan sosial yang membutuhkan kepemimpinan enterpreneurial, yakni pemimpin yang berani mengambil tanggung jawab untuk mencari solusi atas permasalahan sosial yang ada dengan menciptakan kondisi masyarakat yang lebih kreatif dan produktif dalam menggali ataupun memunculkan setiap potensi yang dimilikinya.
Setelah seseorang memiliki jiwa enterpreneur, maka selanjutnya adalah seseorang harus memiliki jiwa sociopreneurship yang bertujuan untuk membantu kesulitan orang lain, membuka lapangan kerja, menghindari kekufuran, menjauhi riba, dakwah, naik haji, bikin masjid, memiliki nilai tawar pada sisi sosial-ekonomi-politik dan juga harapannya adalah masuk surga. Modal sociopreneur adalah airmata, empati, social concern, social linkage, dan do’a orang lain.
FPSB Sosialisasikan Dana Subsidi Kegiatan Mahasiswa
/in /by Darzan Hanan MDalam rangka sosialisasi subsidi Dana Kegiatan Kemahasiswaan bagi mahasiswanya, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) secara khusus menggelar Public Hearing dengan mengundang para perwakilan dari komunitas, himpunan mahasiswa maupun UKM yang ada di FPSB UII, Kamis, 10 Maret 2016 di R. Auditorium FPSB UII.
Dr.rer.nat. Arief Fahmie, MA., Psikolog selaku Dekan FPSB UII turun langsung untuk memberikan informasi terkait dana subsidi kegiatan kemahasiswaan tersebut. Setidaknya pimpinan FPSB UII sudah mengalokasi anggaran lebih kurang 150 juta untuk diberikan sebagai subsidi kegiatan mahasiswa, baik kegiatan yang bersifat kelembagaan, komunitas, lomba-lomba akademis (PKM-PIMNAS) maupun program keikutsertaan mahasiswa (individu/berkelompok) pada agenda-agenda internasional (konferensi, seminar, training) yang dilaksanakan di luar negeri.
“Ada banyak pertimbangan terkait jumlah dana subsidi yang diberikan kepada masing-masing prodi, seperti pertimbangan jumlah mahasiswa, keterserapan anggaran pada kegiatan yang sudah dilakukan pada tahun sebelumnya maupun rencana jumlah kegiatan yang akan dilakukan. Pasti akan ada yang kurang puas dengan jumlah subsidi yang diberikan. Tapi sekali lagi ini adalah sifatnya subsidi. Kami mohon maaf karena baru ini yang bisa kami bantu”, ungkap Pak Arief.
Prof Marcus Stueck Ajarkan School of Emphaty
/in /by Darzan Hanan M“Emphaty is based on attachment/connection/relation (Biological, behavioural, affective) in autopoietic network and between living elements (plants, humans, animals). Emphaty is not altruism”. Demikian definisi empati menurut Prof. Dr. rer.nat. habil. Marcus Stueck yang disampaikan pada acara kolokium Prodi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) berjudul ‘School of Emphaty’, Jumat, 04 Maret 2016 di R. Auditorium FPSB UII.
Di awal paparannya, Profesor ramah tersebut banyak menceritakan tentang sejarah berdirinya ‘School of Emphaty’ yang sudah dia rintis sejak tahun 2008 di Jerman dan Latvia. Baru pada tahun 2010-2011 ‘Schoolmof Emphaty’ masuk ke Indonesia melalui sebuah workshop di Yogyakarta. Sekedar mengingat kembali bahwa School of empathy merupakan sebuah metode/ teknik pembelajaran yang terdiri dari 2 metode, yakni melalui bahasa komunikasi-verbal dan badan-nonverbal (dance of life). Dance/gerak tari sebagai salah satu media pembelajaran empati dikarenakan bisa membawa perasaan dan ekspresi seseorang ke dalam tarian. Ekseperimen telah membuktikan bahwa dance bisa mempengaruhi perilaku seseorang sejalan dengan adanya proses biokimia yang terjadi di otak saat melakukannya (baca: gerakan dance).
“Empati terkait dengan dengan kontak fisik/tubuh yang didasarkan pada rasa cinta/sayang. Jadi, untuk bisa ber-empati dengan sesama memang diperlukan koneksi (sentuhan secara langsung maupun tak langsung) yang nantinya akan berimplikasi pada kemampuan seseorang untuk merasakan kondisi fisik/psikis orang lain. Empati adalah hubungan, komunikasi dan kelekatan. Ini adalah hal penting untuk bisa melakukan empati pada orang lain,” tambahnya. Beberapa kumpulan foto pelaksanaan empathy pun beliau sampaikan demi menambah wawasan para mahasiswa.
Masih Menurut Prof. Dr. rer.nat. habil. Marcus Stueck bahwa biodanza bisa diikuti dan dimengerti oleh siapa saja tanpa membedakan ‘kondisi’ seseorang. Biodanza bisa menjadi penyeimbang antara pengatahuan dan perasaan. Hal ini tentu berbeda jika dibandingkan hanya dengan sekedar membaca.
MAPPRO Kaji Resilience and Posttraumatic Growth
/in /by Darzan Hanan MResilience and Posttraumatic Growth atau Ketahanan dan Kebangkitan Pasca Trauma. Demikian tema workshop yang disampaikan oleh Prof. Dr. rer.nat. habil. Marcus Stueck, Rabu, 2 Maret 2016 di R. Kuliah Program Magister Psikologi Profesi (MAPPRO) Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII).
Selain menyampaikan konsep teoritis tentang resiliensi, Prof. Marcus Stuek juga banyak menyampaikan teknik-teknik atau intervensi yang bisa dilakukan untuk mengoptimalkan hormon-hormon tubuh dalam rangka meningkatkan dopamine, seperti terapi yoga, bernyanyi, menari, melukis ataupun bermain menggunakan media lainnya (pasir, dll). Dengan meningkatnya dopamine tersebut maka seseorang akan menjadi lebih relaks/tenang dan bahagia. Kondisi itulah yang bisa meningkatkan resiliensi seseorang (korban bencana, kekerasan).
Prof. Markus Stueck dalam kesempatan tersebut juga memaparkan hasil risetnya mengenai proses resiliensi yang terjadi pada seseorang dalam kondisi ekstrem, misalnya saat berminggu-minggu mendaki gunung. Bahkan, pernah kerjasama dengan International Aeronautics Association untuk melihat kondisi psikologis astronot saat simulasi di bumi yang juga pada kondisi ekstrem.
“Topik yang menarik, terlebih beliau menjelaskan penelitiannya tentang bagaimana tubuh kita khususnya kulit kita memberikan tanda tanda seseorang mngalami hypersensybility dan kita juga tahu bagaimana intervensi yang kiranya mampu diberikan untuk orang yang pernah mngalami trauma karena bencana”, ungkap salah satu peserta workshop, Mumtaz Afridah, S.Psi.
SMA Negeri 1 Parigi Pangandaran Silaturrahim ke UII
/in Kunjungan/by Darzan Hanan MKeluarga besar siswa kelas 11 SMA N 1 Parigi Kabupaten Pangandaran Jawa Barat melakukan kunjungan silaturrahim ke Universitas Islam Indonesia (UII), Senin, 29 Februari 2016. Rombongan yang berjumlah lk. 355 siswa dengan didampingi beberapa guru tersebut diterima oleh 4 fakultas yang ada di UII, yakni Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB), Fakultas Kedokteran (FK), Fakultas Teknik Industri (FTI) dan juga Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA).
Di FPSB UII, rombongan disambut hangat oleh Dekan bersama Tim Marketing and Communications (Marcom) FPSB UII. Selayang pandang UII pun sempat disampaikan oleh Dekan FPSB UII sebelum akhirnya informasi lengkap (sejarah UII, proses pendaftaran & pola seleksi calon mahasiswa baru UII, biaya studi, skema beasiswa yang bisa diperoleh sebagai mahasiswa UII, dan juga keunggulan masing-masing prodi yang ada di FPSB UII) disampaikan dengan baik oleh 2 orang anggota Tim Marcom, Iswan Saputro dan Lana Senja Indah.
“Mereka merasa nyaman dengan lingkungan yang asri dan jauh dari kegaduhan. Mudah-mudahan adik-adik tahun mendatang punya keyakinan untuk bisa kuliah di UII. UII adalah Universitas Islam tertua di Indonesia. Kalian pasti akan bangga bisa kuliah di sini. Saya yakin akan ada di antara kalian semua yang akan menggantikan guru-guru BK/BP dengan kalian kuliah disini”, harap salah satu guru pendamping, Dadan Suherman