Kegiatan Prodi Psikologi

FPSB UII Gelar Coaching Kewirausahaan Bagi Mahasiswa

Usai mendiskusikan pengembangan kepemimpinan bagi mahasiswa (FGD: Pengembangan Kepemimpinan Mahasiswa FPSB UII) pada 13 November 2021, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB UII) Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menyelenggarakan kegiatan yang berkait erat dengan pengembangan kompetensi mahasiswa. Kali ini yang diselenggarakan adalah coaching kewirausahaan yang diperuntukan bagi pengurus (perwakilan) kemahasiswaan FPSB UII, seperti HIMAPSI, KOMAHI, EDSA, HIMAKOM, JAFANA, DPM, LEM dan juga MARCOM pada hari Sabtu, 20 November 2021 di Inside Hotel Yogyakarta. Read more

Mengapa Harus Menulis ?

Oleh : Dr. H. Fuad Nashori, S.Psi., M.Si., M.Ag., Psikolog—

Pensil yang pendek lebih berguna daripada memori yang panjang

Begitu bunyi status facebook yang ditulis oleh Refiana Said, teman lama saya yang sudah lama tak bertemu. Seorang teman Refiana yang bernama Erick Sinaga memberi komentar: “Tentu … walau pensil itu pendek, namun bisa digunakan untuk menulis, berbagi atau menyampaikan isi hati atau pengalaman hidup pengguna/pemilik pensil. Sementara memori yang panjang hanya disimpan dan diamankan oleh pemilik memori itu sendiri...”

Saya kira apa yang kita lihat, baca, dengar lalu tersimpan dalam ingatan kita tidak banyak berguna kalau hanya tersimpan dalam diri kita. Kekuatan pengetahuan dan pengalaman itu baru terasa ketika kita mengungkapkannya lalu dibaca orang lain. Tentu harus diungkapkan dengan cara tertentu, yang berurutan dan menarik. Nanti apa yang kita ungkapkan itu akan menjadi “emas” yang berguna, yang menjadi sumber teladan dan inspirasi yang memberi pengaruh kepada dunia.

Pengungkapan pengetahuan atau pengalaman itu dapat kita sampaikan secara lisan dan secara tertulis. Ketika kita sampaikan secara lisan, hanya satu dua atau sejumlah kecil orang di sekitar kita yang dapat mendengarkannya dan mengambil manfaat darinya. Beruntung kalau profesi kita adalah public speaker, yaitu orang yang banyak bicara di depan banyak orang seperti guru, dosen, ustaz, kyai, motivator, pelatih. Mungkin ada belasan, puluhan, ratusan, bahkan ribuan orang yang berkesempatan untuk memperoleh manfaat dari cerita kita. Sayangnya profesi ini minoritas dibanding profesi yang lain. Beruntung lagi kalau kita adalah narasumber di radio atau televisi. Akan tetapi, sangat sedikit di antara kita yang memperoleh kesempatan menjadi narasumber di media massa yang memang massif seperti radio dan televisi.

Sekarang ini media sosial memberikan peluang kepada kita untuk berbicara kepada ratusan, ribuan, puluhan ribu orang, bahkan jutaan orang. Melalui twitter, instagram, facebook, tik tok, dan beragam media sosial lainnya, kita dapat berbagi pengetahuan atau pengalaman secara real time. Seberapa banyak yang dapat menikmatinya sangat tergantung kepada follower yang kita miliki. Semakin banyak follower semakin banyak pihak yang dapat mengambil manfaat dari apa yang kita tulis. Komunikasi melalui medsos ini sebagian di antaranya tetap mengandalkan kemampuan menulis ketika kita hendak mengekspresikan diri kepada banyak orang.

Tulisan Lebih Abadi

Berbeda dengan ungkapan lisan langsung yang setelah kita dengar akan hilang dan tidak dapat dicek lagi oleh orang lain, tulisan-tulisan di media massa (buku, koran, majalah, dsb) dan media sosial lebih abadi. Bisa dibaca di lain kesempatan. Kita juga bisa meminta orang lain mengkonfirmasi isinya, karena isi tulisan dicek di berbagai kesempatan.

Buku adalah jenis tulisan yang tingkat keabadiannya paling meyakinkan. Sampai sekarang kita masih menikmati tulisan-tulisan ulama terkenal seperti Imam al-Ghazali, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Ibnu Taimiyah, Ibnu Miskawaih, Ibnu Araby, Ibnu Khaldun, Ibnu Sina, dan seterusanya. Kita juga dapat menikmati pemikiran-pemikiran filsafat Yunani kuno dari Aristoteles, Plato, Socrates, Phytagoras yang hidup beberapa abad sebelum masehi (7 Filsuf Yunani Populer Sebelum Masehi, Masih Dikenang Terus (idntimes.com).

Buku bisa bertahan lama bahkan hingga ribuan tahun karena umumnya buku ditulis lebih serius dibanding penulisan naskah-naskah yang lebih pendek. Melalui buku, argumen-argumen ditulis secara baik dan mendalam. Ini berbeda dengan tulisan yang pendek seperti artikel yang sedang anda baca ini. Buku Ihya Ulumuddin karya Imam al-Ghazali adalah contoh buku yang ditulis secara baik dan mendalam yang tetap menjadi bacaan penting umat Islam di seluruh dunia setelah dinikmati berbagai kalangan selama hampir seribu tahun. Entah berapa ratus juta atau bahkan berapa milyar orang pernah membaca atau menyimak pembacaan buku Imam al-Ghazali ini.

Entah bagaimana rasanya memiliki tulisan dibaca orang seantero dunia dari generasi ke generasi. Menyaksikan buku bisa bertahan selama sekitar 27 tahun saja bukan main bahagianya. Ini saya alami sendiri. Sekitar 27 tahun lalu, tepatnya tahun 1994, bersama ahli Psikologi UGM Prof Djamaludin Ancok, saya menulis buku Psikologi Islami: Solusi Islam atas Problem-problem Psikologi. Sekarang buku tersebut sudah dicetak 8 kali. Kalau setiap cetak ada 3.000 eksemplar, maka buku itu telah dicetak dan dibeli 24.000 orang. Kalau tiap satu eksemplar buku dibaca 5-7 orang (di perpustakaan malah dibaca puluhan orang), maka berarti buku itu kemungkinan sudah memberi manfaat hingga menembus 100.000 orang. Akhir Oktober kemarin, saya berkunjung ke Universitas Islam Negeri Saizu Purwokerto. Dua orang yang terlibat dalam diskusi mendatangi saya ketika acara selesai. Mereka menyampaikan kalau mereka membaca buku saat mereka menjadi mahasiswa di tahun 1990-an. Hal yang sejenis saya temukan ketika saya berkunjung ke berbagai UIN/IAIN/STAIN dan beberapa universitas Islam. Intinya, mereka mengkonfirmasi bahwa buku tersebut adalah buku yang sampai detik ini menjadi bacaan banyak dosen, mahasiswa, dan umumnya warga masyarakat.

Selanjutnya, kalau kita menulis di berbagai blog dan situs, ratusan hingga ribuan orang akan segera membaca. Pada saat saya menulis tulisan-tulisan pendek yang diposting di facebook, umumnya sebuah tulisan sekitar 100-300 orang. Tentu semakin banyak kawan/pengikut, maka semakin luas daerah penyebarannya.  Kadang saya iseng beri komentar tulisan-tulisan lama di facebook. Ternyata masih ada orang yang mau membaca dan memberi komentar atas tulisan yang sudah beberapa tahun itu.

Motivasi Menulis

Setiap penulis memiliki motivasi. Motivasi menulis tidaklah tunggal. Di antara motivasi yang jamak itu, ada dua yang terpenting. Pertama adalah menyampaikan hal penting kepada orang lain untuk diperhatikan bahkan dilakukan. Para penulis memiliki keyakinan sendiri tentang apa yang dianggap penting. Sekalipun demikian, hal yang dianggapp penting oleh kebanyakan orang dan kebanyakan penulis adalah prinsip-prinsip hidup. Kisah-kisah atau ungkapan bisa berbeda, namun ada kesamaan ide pada berbagai tulisan, yaitu tersebarnya nilai-nilai atau prinsip kehidupan yang dimiliki penulisnya. Prinsip hidup seperti persaudaraan, keadilan, kebaikan hati, semangat hidup, pembersihan diri, kebahagiaan, adalah nilai-nilai yang akan terus menerus ditularkan, karena ide yang sebaliknya juga secara sengaja juga dipromosikan. Prinsip-prinsip penting untuk selalu diperjuangkan.

Sebagai contoh, dalam beberapa tahun terakhir ini saya suka menulis tentang pemaafan. Saya sendiri percaya bahwa memaafkan adalah sebuah bentuk kebaikan yang diperintahkan Allah. Karenanya, saya menulis topik ini dalam bentuk buku, publikasi internasional, publikasi ilmiah nasional, publikasi popular, selain video. Saya berharap dunia yang saat ini masih banyak diwarnai oleh dendam, kemarahan, sakit hati ini dapat berubah menjadi lebih dipenuhi pemaafan, kebaikan hati, dan cinta.

Kedua adalah menyampaikan hal-hal yang semestinya dijauhi atau dihindari agar keburukan dan kejahatan itu tak diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kesenangan sesaat, kekerasan, keputusasaan, jalan pintas, adalah ide-ide buruk yang juga tersebar dan karenanya butuh orang-orang yang selalu mengingatkan kepada banyak orang. Pejuang anti jalan hitam ini ditantang untuk menyebarkan ide ini sekalipun secara umum mencegah keburukan yang sering berarti kesenangan itu secara psikologis lebih berat dibanding memperjuangkan kebaikan dan cinta.

Tulisan Sebagai Terapi

            Salah satu fungsi tulisan adalah sebagai terapi. Pada awal 2017, saya mengalami stroke ringan. Seringan-ringannya stroke, pastinya berdampak terhadap kehidupan orang yang mengalaminya, termasuk saya. Salah satu yang terpengaruh adalah kemampuan kognitif. Kemampuan memahami konsep yang kompleks rasanya menurun sekali. Begitu juga kemampuan berpikir mendalam jauh berkurang. Kalau mau menulis suatu konsep agak kompleks, rasanya kepala ini berat sekali. Alhamdulillah ada saran dari dokter yang menangani saya pascastroke. Beliau menyarankan agar saya membiasakan menulis hal-hal yang ringan dulu. Peristiwa-peristiwa baik yang terjadi di masa lalu adalah hal yang direkomendasikan untuk saya tulis.

Akhirnya saya praktikkan apa yang disarankan dokter. Saya memilih menulis berbagai peristiwa atau kejadian yang berisi kebaikan-kebaikan dari berbagai orang yang saya saksikan sendiri. Saya tulis beberapa kejadian waktu saya SMP, seperti tanggapan dua orang mentri bernama Prof Emil Salim dan Letjen Alamsyah Ratu Prawiranegara waktu saya menyurati mereka SMP. Tanggapan mereka menjadi sesuatu yang membuat saya merasa surprise. Saya juga beberapa kali mendapat postcard dari artis yang saya gemari waktu SMP, yaitu Iis Sugiyanto. Waktu saya menulis, saya juga mengingat peristiwa yang tak pernah saya lupa, yaitu kelompok cerdas cermat saya waktu SMP berhasil mengumpulkan skor 2.000 ketika pesaingnya mendapat skor 200. Intinya saya merasa lancar mengungkapkan berbagai peristiwa membahagiakan di waktu kecil.

Ketika saya menulis dan merasakan derasnya aliran tulisan dari otak dan tangan saya, saya merasa kehidupan menjadi cerah kembali. Saya yakin menulis membuahkan pengaruh yang luar biasa. Saya bayangkan dalam hayalan saya di otak saya ada gumpalan-gumpalan. Setelah saya mengalirkan deras apa yang tersimpan dalam otak itu, gumpalan-gumpalan itu terurai satu per satu. Otak saya terasa berproses mengalami normalisasi.

            Karenanya, ketika saya menuliskan hal-hal yang menegangkan dalam hidup saya, saya sudah yakin kemampuan otak saya sudah pulih semakin mendekati 100% walau secara jujur saya merasa belum bisa 100% seperti dulu. Saya merasa lancar ketika menceritakan suatu peristiwa di mana saya ditinggal oleh bus padahal laptop dan HP saya ada di dalam tas di bus tersebut. Saya juga merasa lancar ketika menceritakan berbagai peristiwa menegangkan lainnya.

Manfaat bagi Pribadi dan Orang Lain

Saya percaya ketika menuliskan pengetahuan, perasaan, pemikiran, dan pengalaman kita kepada orang lain, ingatan kita akan isi tulisan itu semakin panjang. Berdasar pengalaman, gagasan atau pemikiran yang saya tulis sendiri jauh lebih saya pahami dibanding dari apa yang tidak saya tulis. Itu artinya pengetahuan yang ditulis akan menjadi memori yang lebih panjang bagi saya.

Bagi orang lain, bila saya menuliskan apa yang menjadi pengetahuan, perasaan, pemikiran, dan pengalaman saya, maka orang lain akan membaca dan mengingatnya dalam memorinya. Orang lain ini akan membagi memorinya kepada orang lain lagi, dan san seterusnya. Itu artinya memori yang saya tulis dan kemudian dibagi orang lain dan dibagi lagi ke orang lain lagi akan menjadi ingatan bagi banyak orang dan akan diwariskan dari generasi ke generasi. Kalau dapat diwariskan dari generasi ke generasi, maka sudah pasti artinya adalah memori ingatan akan isi ungkapan kita akan bermur panjang.

Demikian. Wallahu a’lam bi ash-shawab. Bagaimana pendapat anda?

Jadilah Mahasiswa-mahasiswa Akhirat !

Oleh : Irwan Nuryana Kurniawan, S.Psi., M.Si —-

Maksudnya apa? Mengapa mendorong jadi mahasiswa-mahasiswa akhirat, bukannya jadi mahasiswa-mahasiswa world class university? Itu mungkin sebagian pertanyaan yang muncul dalam benak Anda begitu membaca judul tulisan ini.   Kita mulai diskusi tulisan ini dengan mengajukan pertanyaan balik. Misalnya ketika mahasiswa-mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) memiliki kualifikasi kompetensi world class university, apakah otomatis mahasiswa-mahasiswa tersebut memenuhi kriteria kualifikasi sukses, mulia menurut Allah Ta’ala dan Rasul-Nya? (Sebagai contoh kriteria dalam QS Al-Hujurat [49]:13). Read more

FPSB UII Gelar Seleksi Beasiswa TA 2021/2022

Kepada Yth. Mahasiswa/i

Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya

Universitas Islam Indonesia

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Berkenaan dengan akan diadakannya Seleksi Beasiswa Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia, dengan ini kami sampaikan informasi terkait Beasiswa FPSB UII

A. JENIS BEASISWA

  1. Beasiswa Aktivis Kemahasiswaan/Dakwah Islamiyah/Prestasi Seni dan Olahraga
  2. Beasiswa Prestasi Akademik
  3. Beasiswa Mahasiswa dari Keluarga Tidak Mampu

B. PERSYARATAN UMUM

Persyaratan umum yang harus dipenuhi untuk mengajukan Beasiswa FPSB UII tersebut adalah sebagai berikut:

Pemohon adalah mahasiswa aktif angkatan 2018, 2019 dan 2020 Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia

# Memiliki IPK minimal :

  • IPK 3,00 untuk Beasiswa Aktivis Kemahasiswaan/Dakwah Islamiyah/Prestasi Seni dan Olahraga dan Beasiswa Mahasiswa dari Keluarga Tidak Mampu
  • IPK 3,30 untuk Beasiswa Prestasi Akademik

# Bisa membaca Al Qur’an dengan tartil

# Tidak berstatus sebagai penerima beasiswa dari sumber lain, baik dari internal maupun eksternal UII

# Mengikuti serangkaian seleksi yang diadakan oleh Fakultas

# Bersedia mengikuti Leadership Development Program yang diadakan oleh Fakultas.

# Bersedia membantu Fakultas jika dibutuhkan.

C. PERSYARATAN KHUSUS

Persyaratan administrasi yang harus dikumpulkan adalah sebagai berikut:

  1. Surat keterangan mahasiswa aktif dari Divisi Umum FPSB UII (Jenis Beasiswa 1, 2 dan 3)
  2. Fotocopy Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) sebanyak 1 lembar (Jenis Beasiswa 1, 2 dan 3)
  3. KHS asli yang menyatakan IPK minimal (Jenis Beasiswa 1, 2 dan 3) bisa di download dari UII Gateway
  4. Curriculum Vitae terbaru (Jenis Beasiswa 1, 2 dan 3)
  5. Fotocopy kartu keluarga (Jenis Beasiswa 1, 2 dan 3)
  6. Surat pernyataan (bermaterai) tidak sedang menerima beasiswa lain baik dari internal maupun eksternal UII (Jenis Beasiswa 1,2 dan 3)
  7. Bukti keaktifan dalam kegiatan dakwah Islamiyah dan atau non-akademik, Misal: Sertifikat, SK, dsb (Jenis Beasiswa 1)
  8. Surat keterangan tidak mampu dari kecamatan/kelurahan (Jenis Beasiswa 3)

Keterangan :

# Masa pengumpulan berkas | 02-15 November 2021

# Seleksi berkas | 16-19 November 2021

# Pengumuman seleksi berkas  | 22 November 2021

# Tes BTAQ dan Wawancara | 25 November 2021

# Pengumuman lolos seleksi | 30 November 2021

Lain-lain:

  1. Beasiswa berlaku pada Semester Ganjil dan Genap Tahun Akademik 2021/2022
  2. Semua berkas dikumpulkan secara online dengan tautan: https://bit.ly/seleksibeasiswafpsb2021
  3. Informasi lebih lanjut dapat menghubungi (Whatsapp) Farhan Al Farizi (0821- 3722-9019) dan Dwi Pranita (0896-4497-3612)
  4. Surat Pernyataan tidak menerima beasiswa dari pihak lain, kesediaan mengikuti Development Program dan kesediaan membantu Fakultas jika dibutuhkan dapat di unduh di tautan https://bit.ly/suratpernyataancalonbeasiswa
  5. Pengajuan beasiswa ini tidak dipungut biaya

Demikian surat ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.

Wa’alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakaatuh

Berkas Lengkap Klik disini

 

FPSB UII Sukses Emban Amanah Tuan Rumah KIMPSI II

Berkolaborasi dengan beberapa perguruan tinggi Islam di tanah air, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) sukses menjalankan perannya sebagai tuan rumah penyelenggaraan Kompetisi Ilmiah Mahasiswa Psikologi Universitas Islam-II (KIMPSI 2) tahun 2021. Perhelatan tahunan yang sudah dibuka sejak awal September 2021 dengan melombakan 11 cabang lomba terdiri dari Psy-Paper, Psy-Proposal, Psy-Intervention, Psy-Infographic, Psy-Design, Psy-Essay, Psy-Movie, Psy-Vlog, Psy-Photography, Psy-Preach dan Psy-Qiraah tersebut diikuti tak kurang dari 200 peserta yang berasal dari  16 Perguruan Tinggi Islam di Indonesia. Read more

Jejak Fenomena Menangis dalam Islam

Oleh : Dr. Faraz——

Menangis itu biasa, bahkan menurut para ahli sebagai perilaku positif untuk kesehatan fisik maupun mental, tetapi bila puluhan ribu bahkan ratusan ribu orang menangis bersama, itu menjadi menarik untuk ditulis dan dibahas. Orang menangis biasanya saat sedih, tetapi tidak sedikit juga yang menangis saat gembira. Ada juga yang menangis saat marah atau frustasi. Bagaimana kita membayangkan orang menangis saat mendapat kebahagiaan yang luar biasa atau bagaimana pula kita membayangkan orang menangis saat marah besar dengan orang lain. Fakta menarik ini menguatkan pentingnya mengkaji fenomena menangis. Forum kajian termasuk dakwah tentang menangis relatif langka. Padahal banyak jejak tangis dalam Al Quran dan Hadist Nabi.

Ketika pasangan ganda putri bulutangkis Indonesia memenangkan pertandingan final melawan China pada olimpiade Tokyo belum lama ini, yang menakjubkan dan menangis bukan hanya pemain dan pelatih di lapangan, tetapi hampir seluruh rakyat Indonesia yang menyaksikan turut menangis atas kemenangan itu. Hari-hari selama pandemi Covid-19 mewabah di Indonesia, fenomena menangis tentu mengungkapkan hari-hari di Indonesia yang rata-rata kematian ratusan bahkan lebih dari seharinya. Tangisan yang belum pernah terjadi sebelumnya, karena menyaksikan ayah, ibu, suami, atau istri bahkan anak, dikebumikan dengan cara yang tidak biasa. Proses bagaimana memandikan, mensholatkan, dan menguburkan jenazah melalui cara yang jauh dari tradisi agama maupun budaya yang dianut. Bahkan banyak yang tidak melalui proses tersebut, pada awal-awal pandemi Covid di Indonesia, karena minimnya pengetahuan tentang Covid-19, Jenazah langsung dibawa ke pemakaman, hanya dapat melihat dari jarak jauh, bahkan banyak yang tidak tahu bagaimana anggota keluarga yang dicintainya itu dikuburkan. Inilah yang membuat mereka merasakan pedih yang sangat mendalam. Hatinya sangat penting, karena tidak dapat melakukan apa-apa. Menangis menjadi satu-satunya perilaku logistik yang paling mungkin menyertainya. Sekali lagi, apa untungnya membahas masalah “menangis” yang menurut etika publik sesuatu yang tidak perlu terjadi karena hanya mengumbar emosi dan bukan hal positif. Banyak orangtua yang tidak suka anaknya menangis. Seorang suami juga tidak begitu suka bila istrinya menangis. Dalam suasana sedih karena ditinggal orangtua, anak, istri atau suami, juga sangat tidak disukai menangis.

Menangis bagi bayi merupakan alat komunikasi yang paling utama dan adaptif sebagai mekanisme untuk bertahan hidup (Bartlett & McMahon, 2016). Bagi orang dewasa, menangis itu juga merupakan alat komunikasi, untuk menyampaikan pesan kepada orang lain bahwa dia dalam kondisi rentan, sedang kesulitan dan butuh pertolongan (Cornelius & Lubliner, 2003; Nelson, 2005) Menurut Hendriks, dkk., (2010), fungsi utama menangis adalah memberi perhatian kepada orang lain untuk membantunya dalam menemukan sumber-sumber penemuan, kemudian juga untuk mendapatkan perhatian, empati, dan dukungan dari orang lain. Manusia memiliki tiga jenis air mata, yakni air mata refleks, air mata yang terus menerus keluar ( continuous tear)), dan air mata emosional. Air mata mencerminkan membersihkan kotoran-kotoran, seperti asap dan debu dari mata. Air mata yang keluar terus-menerus akan melumasi mata dan membantu melindunginya dari infeksi. Air mata emosional yang terlupakan mengandung  hormon stres  dan racun lainnya. Para peneliti yakin bahwa menangis dapat mengeluarkan racun dari sistem tubuh (Florencia, 2020).

Dalam bahasa ilmiah, tangisan didefinisikan sebagai respons sekretomotor (sejenis neuron) yang memiliki karakteristik penting yaitu keluarnya air mata dari aparatus lakrimal, tanpa iritasi pada struktur okular. Hal ini sering disertai dengan perubahan pada otot-otot yang terlibat dalam ekspresi wajah, vokalisasi dan dalam beberapa kasus terisak-isak – menghembuskan napas yang kejang pada kelompok otot pernafasan dan tubuh (Vingerhoets, dkk., 2009). Menangis merupakan fenomena biopsikososial artinya menangis bukan hanya masalah biomedik, mengeluarkan air mata dan beberapa otot bergerak tinggi, tetapi juga masalah internal kejiwaan (psikologi) dan juga ada faktor sosial, seperti yang terjadi saat Greysia Polii dan Apriyani Rahayu saat meraih medali emas pada Olimpiade Tokyo 2020, semua penonton ikut menangis.

Menangis dalam perspektif psikologi

Perspektif psikologi, menangis itu merupakan sebuah reaksi yang biasanya muncul saat orang merasa sedih. Manusia menangis, hewan juga menangis. Tetapi menangis pada manusia yang memiliki fungsi yang berbeda. Manusia menangis tidak masalah bio-mekanis atau melembabkan mata (sama seperti pada hewan), tetapi juga berbagi emosi. Manusia menangis itu mengeluarkan perasaan takut, marah, bahagia, dan perasaan lainnya. Dengan menangis, tubuh akan memaksa seseorang untuk bernafas lebih dalam agar detak jantung lebih lambat dan sesak di dada dapat berkurang. Hormon dan zat-zat lain yang dapat memicu stres. Menangis dapat membantu kita melepaskan hormon endorfin atau “rasa enak” yang juga bisa mengurangi rasa sakit secara alami. Ketika seseorang menangis tubuh akan mengeluarkan seluruh racun (racun) yang terhenti sehingga setelah menangis kita akan merasa lebih kuat secara fisik dan mental. Pakar lain menyebutkan bahwa menangis itu membuat kita merasa lebih baik, dan mengurangi rasa stres. Kemudian menangis juga meningkatkan mood, dimana mood kita akan lebih baik menangis. Terakhir, menangis juga dapat membunuh bakteri yang ada di mata, karena air mata mengandung lisozim. Berdasarkan jenis kelamin, perempuan secara biologis memiliki jumlah hormon proclatin lebih tinggi dari laki-laki. Hormon ini punya kencenderungan yang mendorong seseorang untuk menangis. Sementara pada laki-laki hormon testosteron mengurangi kecenderungan seseorang menangis. Itulah sebabnya mengapa perempuan rata-rata lebih sering menangis dibandingkan laki-laki. Menurut Michael Trimble,

Menangis dalam perspektif Islam

Dalam Islam, menangis itu bukan berarti cengeng, lemah, rapuh, rentan dan membutuhkan pertolongan, seperti ilmu psikologi Barat menjelaskan. Islam sangat perhatian terhadap perilaku menangis. Dan bahwasanya Dialah Yang menjadikan orang tertawa dan menangis. ” (QS. An-Najm : 43). Jadi siapa yang membuat manusia menangis? Jawabannya Allah, dengan segala prosesnya yang rasional. Menangislah kalian semua. Dan apabila kamu tidak dapat menangis maka pura-pura menangislah kamu” (HR.Ibnu Majah dan Hakim). Dalam konteks yang tepat, justru menangis justru lebih disarankan dalam Islam. Dalam berbagai ayat AlQuran maupun hadist disebutkan bahwa Allah sangat senang melihat hambanya menangis. Namun, menangis seperti apa yang sangat disukai dalam Islam? Seorang yang takut kepada Allah, akan mengakhiri hidupnya apakah hidupnya sudah sesuai antara apa yang diberikan Allah kepadanya dengan apa yang dia perbuat untuk Allah, kemudian dia menangis, karena apa yang dia berikan dalam bentuk pengabdian kepada Allah ternyata jauh lebih sedikit, bahkan tidak terlihat sama sekali. Menangis seperti ini akan berdampak pada seseorang untuk selalu memperbaiki dan memperbaiki, karena rahmat Allah tidak pernah bisa disaingi dengan ibadah dan perbaikan apapun juga. Rasulullah pernah bersabda,Andaikata kamu mengetahui apa yang aku ketahui, kamu semua akan sedikit tertawa dan banyak menangis ” (HR. Bukhari dan Muslim).

Rasa takut seperti ini akan membangun kecintaan manusia kepada Sang Pencipta. Allah sudah memberikan kepada manusia, segala hal secara gratis, yang sering dilupakan, misalnya udara (oksigen). Beberapa bulan terakhir ketika pandemi Covid-19 menyebar secara ganas di tanah air, banyak keluarga dibuat panik karena kesulitan mencari tabung gas (oksigen) untuk anggota keluarganya yang koma di rumah sakit. Banyak dari mereka yang berpikir dan malu selama ini baik-baik saja dan sehat tanpa menikmati oksigen secara gratis di alam bebas, tidak ada ucapan terima kasih kepada pemilik oksigen itu, Tuhan Allah Swt. Selama ini jarang beribadah, jarang melakukan kebaikkan, sebaliknya sering melakukan hal-hal yang dilarang agama, seperti berbohong, mengambil hak orang lain, berkhianat, dan banyak lagi. Perasaan seperti ini pada akhirnya menumbuhkan kesadaran untuk berbuat lebih baik lagi, sesuatu yang akan disukai atau dicintai oleh sang pemilik oksigen gratis di alam itu (baca: Allah). Indikator, bahwa kita benar-benar cinta kepada Allah, Tuhan yang selama ini telah banyak untuk kehidupan kita, maka kita akan mudah menangis ketika beribadah dan ketika mengingatnya (berzikir). Menangis dalam konteks ini dapat meningkatkan kekhusyuannya dalam beribadah dan peluang mendapat hidayah dari Allah. maka kita akan mudah menangis ketika beribadah (sholat) dan ketika mengingatnya (berzikir). Menangis dalam konteks ini dapat meningkatkan kekhusyuannya dalam beribadah dan peluang mendapat hidayah dari Allah. maka kita akan mudah menangis ketika beribadah (sholat) dan ketika mengingatnya (berzikir). Menangis dalam konteks ini dapat meningkatkan kekhusyuannya dalam beribadah dan peluang mendapat hidayah dari Allah. Dan mereka bersujud sambil menangis dan maka bertambahlah atas perasaan mereka khusyu’ ” (QS. Al-Isra: 109). Sang pecinta, apabila dibacakan ayat-ayat Allah, dia akan mengungkapkan kegembiraannya, sebagai bukti kecintaannya pada Allah (QS Al Anfal:2), dan kemudian akan menangis, karena hal itu tentu saja jauh dari harapan yang diharapkan Allah. Nabi Muhammad SAW., dijamin masuk surga oleh Allah, sering menangis malu dan merasa belum optimal beribadah karena Allah. Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata karena kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata, Ya Tuhan, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad)”.  (QS.Al-maidah: 83). Dalam AlQuran surat Maryam, ayat 58 juga mengungkapkan hal yang sama, Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israel, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Jika dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemura kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis .”

Takut kepada siksaaan Allah kemudian menangis menjadi fenomena menangis dalam Islam. Salah satu kisah untuk itu dapat dikutip disini. Sahabat Ustman bin Affan, ketika ia berada di dekat kuburan, ia tertunduk dan menangis. Sahabat yang membantu bertanya, “ Mengapa menangis melihat kuburan wahai Amirul mukminin ”. Ustman menjawab, Rasulullah pernah berkata bahwa kuburan ini merupakan tempat persinggahan pertama dari beberapa persinggahan di akhirat, jika ia selamat maka ia dimudahkan, jika tidak selamat maka datang setelahnya kecuali lebih berat .”(HR. At-Tirmidzi). Menangis karena takut siksaan Allah karena lebih banyak dosa daripada kebaikkan juga diriwayatkan Ibnu Abbas  radhiyallahu ‘ , bahwa Nabi mengajarkan, “Ada dua buah mata yang tidak akan menuntut api neraka; mata yang menangis karena merasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga-jaga di malam hari karena menjaga pertahanan kaum muslimin dalam (jihad) di jalan Allah. (HR.At-Tirmidzi).

Sekali lagi, menangis itu adalah Sunnatullah. Bayi lahir pada umumnya menangis. Ini bisa beragam, tetapi yang pasti orang tua bayi itu umumnya bergembira dan bahagia. Sebaliknya, ketika anak manusia meninggal, meninggal dunia, umumnya keluarga inti, kerabat, sahabat dan tetangga dekat, menangis. Pertanyaannya apakah anak manusia yang meninggal itu menangis atau bergembira. Jawabannya kembali kepada diri masing-masing. Rasulullah berdoa, “ Tidak akan masuk ke dalam neraka, seseorang yang pernah menangis karena takut kepada Allah (HR. Tarmidzi). Semoga menangis tidak menjadi akhir hidup kita. Aamiin.

 

Muslim Di antara Komunitas Global

Oleh : Dr. H. Fuad Nashori, S.Psi., M.Si., M.Ag,.. Psikolog——

Pengantar

Tiga dekade lalu, ketika Samuel Huntington mencetuskan tesis bahwa benturan peradaban (clash civilization) di masa depan akan melibatkan Barat versus Islam (huntington_clash.pdf (uzh.ch), terbit ‘rasa bahagia’ sekaligus sebuah pertanyaan dalam hati saya. Tesis tersebut sekurang-kurangnya menunjukkan bahwa secara potensial komunitas Muslim masih diperhitungkan dalam percaturan global. Sebagai seorang Muslim, pemikiran tersebut menjadikan saya berbangga hati, namun tak urung membuat sanubari saya terusik dan bertanya: “Betulkah komunitas Muslim benar-benar memiliki kekuatan untuk memberi sumbangsih terbaik bagi masyarakat global?” Read more

Prophetic Leadership: Riset dan Implementasi

Krisis kepemimpinan yang sudah ada sejak dulu masih belum selesai hingga saat ini. Gaya kepemimpinan kenabian (sidik, amanah, tabligh, fatanah) mungkin bisa menjadi solusi untuk menjawab atau mengatasi krisis kepemimpinan tersebut. Demikian pengantar yang disampaikan oleh Dr. Ahmad Rusdi, S.Psi., S.Sos.I., MA.Si. pada  kegiatan webinar bertajuk Prophetic Leadership: Riset dan Implementasi yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Psikologi Islam (PSPI) Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII), Sabtu, 18 Safar 1443 H/25 September 2021. Kegiatan menghadirkan Dr. Sus Budiharto, S.Psi., M.Si., Psikolog sebagai pemateri. Read more

Pesona Ta’aruf FPSB UII Angkat Budaya Jawa

 Pesona Ta’aruf (Pekta) Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) yang akrab dengan menggunakan nama SERUMPUN (Semarak Ta’aruf Mahasiswa Penuh Makna) tahun  2021 kali ini mengangkat tema budaya Jawa. Mulai dari tema SERUMPUN yang mengambil “Hamemayu Hayuning Bawana Ambrasta Dur Hangkara”  atau jika diartikan adalah menjaga, memperindah, dan menyelamatkan dunia, serta memberantas segala bentuk kejahatan, serakah dan juga tamak,  maupun logo yang mengambil bentuk Elang Jawa dengan kepala mirip canting yang menggambarkan harmoni sebagai wujud dari kemanusiaan dan kehati-hatian. SERUMPUN sendiri dilaksanakan selama 2 hari, yakni Rabu dan Kamis, 22-23 September 2021. Meski dilaksanakan secara daring, namun mahasiswa baru FPSB UII cukup antusias untuk mengikuti kegiatan SERUMPUN tersebut. Setidaknya, ada sekitar 800 lebih mahasiswa baru yang hadir di hari pertama dan kedua.

Read more

FPSB UII Terbitkan Buku “Adab Mahasiswa, Panduan Adab Mulia Pencari Ilmu”

Buku (Adab Mahasiswa, Panduan Adab Mulia Pencari Ilmu) yang ditulis oleh Dr. Subhan Afifi, M.Si., Banatul Murtafi’ah, S.Pd., M.Pd., Nanum Sofia, S.Psi., S.Ant., MA., dan Rizki Dian Nursita , S.IP., M.H.I ini membahas tentang konsep dan panduan aplikasi Adab Islami mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari sebagai pencari ilmu. Penting untuk para mahasiswa, murid, santri, dan siapa saja yang sedang berjuang meniti jalan ilmu. Agar ilmu bermanfaat sebanyak mungkin dapat diperoleh, dan kesuksesan sejati dapat diraih. Para pencari ilmu dalam Islam sangat ditekankan untuk memiliki adab yang mulia. “Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu,” demikian nasihat Imam Malik. Memperhatikan adab akan memudahkan untuk mendapatkan ilmu. Sebaliknya, mengabaikan adab menjadikan ilmu jauh dari keberkahan. Read more