Istiqomah: Pengabdian Seorang Pendidik

Oleh: Rizki Farani, M.Pd – Guru, digugu dan ditiru, sebuah slogan dalam dunia pendidikan yang telah lama kitakenal. Slogan inibermakna guru harus bisa dipercaya dan ditiru (Khodijah, 2014) namun dalam aplikasinya, frase itu bukanlah sebuah slogan tetapi sebuah komitmen yang dijunjung tinggi ketika seseorang memutuskan untuk menjalani pengabdian hidupnya sebagai seorang pendidik. Pendidik di Indonesia berhadapan dengan dinamika sistem pendidikan yang kompleks dan terus berubah misalnya: pergantian kurikulum, fasilitas institusi pendidikan yang belum merata, kompetensi guru yang belum maksimal, dll. Kelakar di kalangan pendidik, “libur adalah mitos” karena pendidik di Indonesia nyaris tidak memiliki jadwal bekerja yang stabil. Perubaha nsistem yang progresif seringnya menuntut pendidik untuk menyesuaikan diri dengan regulasi-regulasi baru. Read more

Ketahanan Keluarga Benteng Antisipasi Penyimpangan Perilaku

Ketahanan keluarga terbukti menjadi kunci utama dalam mengantisipasi penyimpanangan perilaku pada anak. Hal ini ditandai banyaknya  pengakuan korban perilaku menyimpang seperti halnya pecandu narkoba, pelaku pergauluan bebas maupun para LGBT/lesbian yang diawali dari kondisi maupun lingkungan keluarga yang kurang harmonis (broken home). Perlakuan yang salah orangtua terhadap anak, misal dengan mengatakan anaknya bodoh atau anaknya banci atau tidak adanya sosok teladan (ayah/ibu) akibat dari perceraian menjadi salah satu penyebab yang sering disampaikan oleh para pelaku yang memiliki keinginan untuk kembali ke jalan yang benar (baca: bertobat). Read more

PBI Fasilitasi Pelatihan Guru BK SMA-SMK se-DIY

Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan kegiatan bakti sosial pada masyarakat akademis melalui penyelenggaraan  kegiatan “Pelatihan Konseling Pembangunan Karakter Siswa pada Era Education 4.0: Literasi Pencegahan Cyber Bullying” bagi guru-guru Bimbingan dan Konseling (BK) SMA/MA se-Yogyakarta pada hari Kamis, 7 Rajab 1440 H/14 Maret 2019 di ruang Audiovisual Gedung Moh. Hatta (Perpustakaan UII) dengan menghadirkan Analisa Widyaningrum, M.Psi., Psikolog sebagai pemateri. Read more

Dian Sari Utami Raih Magna Cum Laude dari LEIPZIG Jerman

Life Quality of Families: Parenting Issues, Well-being Profiles, and Structural Relationships Among Families of Deaf or Hard-of-Hearing Schoolchildren in Germany and Indonesia. Demikian judul disertasi yang telah berhasil menghantarkan Dosen Prodi Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII), Dian Sari Utami, S.Psi., M.A memperoleh gelar Doctor Rerum Naturalium (Dr.rer.nat) dengan predikat magna cum laude dari institut yang dikenal sebagai pionir laboratorium psikologi pertama (didirikan oleh Wilhelm Wundt tahun 1879), Institute of Psychology, University of Leipzig, Jerman. Read more

Gandeng PUSHAM UII dan ICMI DIY, PSG UII Diskusikan RUU PKS

Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang terdiri dari 15 Bab dan 152 Pasal yang saat ini sedang diproses untuk mendapatkan persetujuan DPR RI telah memantik perdebatan (baca: pro & kontra) di ranah publik, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa RUU PKS tersebut nantinya digadang-gadang mampu menjawab upaya perlindungan terhadap masyarakat Indonesia dari tindak kejahatan/kekerasan seksual dimana sepanjang tahun 2013-2017 Komnas Perempuan Indonesia menerima laporan 28.019 kasus kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan dan anak dengan perincian 15.068 kasus kekerasan seksual di dalam rumah tangga dan 12.951 kasus kekerasan seksual di ranah publik. Sementara sebagian masyarakat lainnya merasa RUU tersebut dipandang telah melihat perilaku seksual di luar konteks perkawinan dan keluarga sehingga secara moral dasar pandangan tersebut dianggap telah meninggalkan norma-norma agama dan budaya yang diyakini sebagian besar masyarakat Indonesia.

Oleh karena itu, dalam rangka menggali lebih mendalam tentang tanggapan pro-kontra  terhadap RUU PKS dan juga untuk memberikan feed back kepada legislator terkait RUU PKS berupa naskah akademik atau RUU PKS tandingan bilamana diperlukan, Pusat Studi Gender (PSG) Universitas Islam Indonesia (UII) berkolaborasi dengan Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PUSHAM) Universitas Islam Indonesia (UII) dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggelar Focus Group Discussion (FGD) RUU PKS pada hari Selasa, 19 Maret 2019 di R. Auditorium Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) dengan menghadirkan beberapa narasumber yakni Dr. Aroma Elmina Martha, S.H., M.H. (PUSHAM UII), Dr. Ali Abdul Mun’im (Akademisi), Sri Nurherwati, S.H (Komnas Perempuan) dan Ai Maryati Solihah, M.Si (Komisioner KPAI). Sementara moderator diampu oleh Dr. Phil. Emi Zulaifah, Dra., M.Sc.

Fathul Wahid, ST., M.Sc., Ph.D selaku Rektor  UII dalam sambutannya berharap agar diskusi tersebut bisa membedah RUU PKS  menggunakan pendekatan akademik dengan tujuan utama meningkatkan kualitas RUU PKS yang akan disahkan. Rektor juga menambahkan bahwa Islam sangat memuliakan kedudukan kaum perempuan yang di masa ini justeru banyak menjadi korban kejahatan ataupun kekerasan seksual.

Dari penyelenggaraan diskusi tersebut, cukup banyak masukan yang disampaikan oleh para peserta diskusi sebagai bahan koreksi ataupun perbaikan RUU PKS.

KEAGUNGAN PEREMPUAN DI MATA ISLAM

oleh: Dr. Faraz, MM. – Berbicara atau melakukan pembahasan konsepsi gender dalam perspektif Islam tidaklah mudah. Potensi beda pendapat sangat besar. Apalagi memahami teks-teks keagamaan yang sangat dipengaruhi latar belakang pendidikan, budaya serta kondisi sosial masyarakat. Belum lagi kemungkinan adanya kesalahpahaman memahami latar belakang teks dan sifat dari bahasanya. Shihab (1999) mengatakan bahwa kesulitan untuk menghindari beda pendapat dalam kajian gender juga disebabkan bahwa kajian itu bukanlah masalah baru. Mengkaji gender otomatis kita akan dihadapkan masalah-masalah perempuan.  Berbicara masalah perempuan. maka kita akan membuka lembaran-lembaran sejarah sebelum turunnya Al-Qur’an, dimana terdapat sekian banyak peradaban dunia, seperti Yunani, Romawi, India dan China. Read more

Upaya Menghapus Dosa

Salah satu konsep penting dalam Islam adalah pahala dan dosa. Pahala dihadiahkan untuk setiap amal perbuatan baik yang diperintahkan untuk dilakukan dan setiap perbuatan buruk yang ditinggalkan. Dosa diberikan untuk setiap perbuatan salah yang dilakukan manusia. Dosa juga didapatkan seseorang atas tindakan meninggalkan kebaikan yang diperintahkan. Pahala memberi sumbangan terhadap digapainya kebahagiaan di surga, sementara neraka mengantarkan umat manusia kepada kesengsaraan di neraka.

Sebagian besar dosa dapat diampuni. Namun, ada dosa yang sangat sulit diampuni. Salah satunya adalah dosa-dosa kepada orang-orang yang berelasi sekilas saja dengan kita dan kita tak dapat menemuinya ketika kita berharap akan pemaafannya. Read more

Membangun Sains Islam

Salah satu tugas universitas Islam, baik UII maupun universitas Islam lainnya, adalah menghasilkan dan mengajarkan sains Islam (Islamic sciences). Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Hamid Hasan Bilgrami dan Sayid Ali Asyraf dalam bukunya yang berjudul The Concept of Islamic University. Kedua penulis di atas mengungkapkan bahwa sejumlah ciri universitas Islam. Di samping ciri-ciri konsep pendidikan yang berdasar tauhid, staf pengajar yang menjunjung tinggi nilai Islam, mahasiswa yang terseleksi secara moral dan akademis, pimpinan dan staf yang berdedikasi, salah satu ciri yang penting universitas Islam adalah mengembangkan dan mengajarkan sains yang berlandaskan al-Qur’an dan al-Hadits. Pertanyaan yang diajukan dalam tulisan ini: apakah yang dimaksud dengan sains Islam dan bagaimana mewujudkannya? Read more

Keagungan Perempuan di Mata Islam

Berbicara atau melakukan pembahasan konsepsi gender dalam perspektif Islam tidaklah mudah. Potensi beda pendapat sangat besar. Apalagi memahami teks-teks keagamaan yang sangat dipengaruhi latar belakang pendidikan, budaya serta kondisi sosial masyarakat. Belum lagi kemungkinan adanya kesalahpahaman memahami latar belakang teks dan sifat dari bahasanya. Shihab (1999) mengatakan bahwa kesulitan untuk menghindari beda pendapat dalam kajian gender juga disebabkan bahwa kajian itu bukanlah masalah baru. Mengkaji gender otomatis kita akan dihadapkan masalah-masalah perempuan.  Berbicara masalah perempuan. maka kita akan membuka lembaran-lembaran sejarah sebelum turunnya Al-Qur’an, dimana terdapat sekian banyak peradaban dunia, seperti Yunani, Romawi, India dan China.

Hasil penelitian membuktikan bahwa di antara kebudayaan dan peradaban dunia yang hidup di masa turunnya Al-Qur’an, seperti Yunani, Romawi, Yahudi, Persia, Cina, India, Kristen, dan Arab (pra-Islam), tidak ada satu pun yang menempatkan perempuan lebih terhormat dan bermartabat daripada nilai-nilai yang diperkenalkan di dalam Al-Qur’an (Umar, 1999). Shihab (1999) menjelaskan pada puncak peradaban Yunani, perempuan pada umumnya menjadi alat pemenuh naluri seks laki-laki. Pada peradaban Romawi anak-anak perempuan sampai dewasa sebelum menikah berada di bawah kekuasaan ayahnya. Setelah menikah, kekuasaan pindah ke tangan suami. Kekuasaan yang dimaksud meliputi kewenangan menjual, mengusir, menganiaya dan membunuhnya. Peradaban Hindu dan China juga tidak lebih baik dari Yunani dan Romawi.  Hak hidup bagi seorang perempuan di India yang bersuami harus berakhir pada saat kematian suaminya. Istri harus ikut dibakar hidup-hidup berbarengan dengan mayat suaminya. Praktek seperti ini baru berakhir pada abad ke-17.

Berbeda dengan sebelumnya, peradaban Islam ditandai dengan hadirnya Al-Qur’an dimana misi pokok kitab suci ini, seperti yang disiyaratkan dalam QS. Al-Hujurat ayat 13, adalah untuk membebaskan manusia dari berbagai bentuk diskriminasi dan penindasan, termasuk diskriminasi seksual, warna kulit, etnis dan ikatan-ikatan primordial lainnya. Oleh karena itu, bila terdapat penafsiran yang menghasilkan bentuk penindasan dan ketidakadilan, maka penafsiran tersebut perlu diteliti kembali (Umar, 1999).

Secara umum Al-Qur’an mengakui adanya perbedaan (distinction) bukan pembedaan (discrimination)  antara laki-laki dan perempuan yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain.  Q.S. al-Nisa ayat 32, “Janganlah kamu iri hati terhadap keistimewaan yang dianugerahi Allah terhadap sebahagian kamu atas sebahagian yang lain. Laki-laki mempunyai hak atas apa yang diusahakan dan perempuan mempunyai hak atas apa yang diusahakannya”. Dalam Q.S. al-Baqarah ayat 228 menyebutkan, “Para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi para suami mempunyai satu derajat lebih tinggi di atas mereka”. Makna ayat terakhir ini tidak dimaksudkan bahwa setiap laki-laki yang dilahirkan otomatis mempunyai satu derajat lebih tinggi dibandingkan perempuan. Derajat ini merupakan pemberian Allah kepada siapa saja (suami) yang mampu memberikan nafkah kepada istrinya. Memberi nafkah berarti telah melaksanakan perintah Allah yang menyatakan bahwa laki-laki bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya (Shihab, 1999). Dengan demikian bagi laki-laki yang belum menjadi suami tidak mempunyai peluang mendapatkan derajat yang lebih tinggi tersebut. Ataupun suami yang belum dapat memenuhi kebutuhan istri dan keluarganya berarti juga belum mempunyai hak kelebihan derajat tersebut.

Kemudian ada satu ayat lagi yang seringkali ditafsirkan sebagai ayat yang kurang sesuai dengan konsepsi gender, yakni surat al-Nisa ayat 34, “Para laki-laki (suami) adalah pemimpin para perempuan (istri)”  Makna kepemimpinan disini tidak boleh dimanfaatkan untuk sewenang-wenang, karena Al-Qur’an juga memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk saling tolong menolong. Al-Qur’an juga memerintahkan agar suami-istri dapat mendiskusikan dan memusyawarahkan setiap persoalan mereka bersama. (Shihab, 1999).

Kualitas individu laki-laki dan perempuan di mata Allah sama, tidak ada perbedaan sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Hujurat ayat 13, “Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling mengenal….” . Tidak hanya itu, amal dan prestasi laki-laki dan perempuan dihadapan Allah juga sama. Keduanya sama-sama berpotensi untuk memperoleh kehidupan duniawi yang layak (Q.S. an-Nahl ayat 97). Laki-laki dan perempuan juga mempunyai potensi yang sama untuk masuk surga (Q.S. al-Muk’min ayat 40). Dalam al-Baqarah ayat 159, Allah berfirman, “ Allah tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kamu baik laki-laki maupun perempuan”.

Perbedaan laki-laki dan perempuan di mata Islam merupakan keniscayaan, tetapi perbedaan itu tidak menyebabkan salah satunya menjadi lebih unggul dari yang lain. Perbedaan perempuan dan laki-laki bukan saja pada alat reproduksinya tetapi juga struktur fisik dan cara berpikirnya. Laki-laki dan perempuan memiliki hormon-hormon yang kadarnya berbeda. Darahnya pun memiliki perbedaan. Jumlah butir darah merah pada perempuan lebih sedikit. Kemampuannya bernafas lebih rendah, serta otot-otot perempuan tidak sekuat laki-laki. Fakta ini tidak menjadikan perempuan itu lemah. Fakta lain menyebutkan bahwa perempuan mempunyai kemampuan anti-virus yang luar biasa, inilah yang menyebabkan mengapa rata-rata usia perempuan lebih lama dari laki-laki (Shihab, 2014, 2015; Pease & Pease, 2015).

Islam telah memposisikan perempuan pada kedudukan yang sebenarnya, dengan memberi peran tidak hanya pada ranah rumah tangga tetapi juga masyarakat. Perempuan harus saling berbagi peran dengan laki-laki baik di rumah maupun di masyarakat. Firman Allah (Q.S. At Taubah: 71) “Orang-orang mukmin laki-laki dan orang-orang mukminah perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain…”. Ini berarti kaum perempuan sejajar dengan laki-laki dalam potensi intelektualnya. Perempuan juga dapat berpikir, mempelajari kemudian mengamalkan (Shihab, 1999).

Dengan demikian  posisi perempuan dan laki-laki seyogyanya berbentuk kemitraan dengan mengutamakan keadilan, seperti bunyi Q.S.. al-Baqarah ayat 187, “ Istri-istri kamu adalah pakaian untuk kamu, dan kamu adalah pakaian untuk mereka”. Ketika Allah mengatakan bahwa suami wajib memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya, bukan berarti perempuan sebagai istri tidak berkewajiban, secara moral, membantu suaminya mencari nafkah. Di zaman Nabi Muhammad banyak istri para sahabat yang bekerja, misalnya Zainab binti Jahesy yang melakukan pekerjaan kasar yakni menyimak kulit binatang (Shihab, 1999).

Al-Qur’an sekali-sekali tidak mengatakan bahwa perempuan harus di rumah dan laki-laki di luar rumah. Al-Qur’an hanya menggarisbawahi tugas-tugas pokok masing-masing, dan tugas-tugas itu seyogyanya dilakukan secara bersama, musyawarah dan saling tolong menolong.

Daftar Pustaka

Pease, Allan & Pease, Barnara (2015). Mengapa Pria Tidak Bisa Mendengarkan dan Wanita Tidak Bisa Membaca Peta (terjemahan). Jakarta: Gramedia.

Shihab, M. Quraish (1999). “Kata Pengantar: Kesetaraan Gender dalam Islam” dalam Nasaruddin (1999) Argumen Kestaraan Gender Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: Paramadina.

Shihab, M. Quraish (2014). Perempuan. Tangerang: Lantera Hati.

Shihab, M. Quraish (2015). Dia dimana mana: Tangan Tuhan Dibalik setiap Fenomena. Tangerang: Lantera Hati.

Umar, Nasaruddin (1999). Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: Paramadina.

7 Manfaat Puasa dalam Tinjauan Psikologi

Oleh : Dr. H. Fuad Nashori Ayat suci al-Qur’an telah mengisyaratkan bahwa berpuasa adalah aktivitas yang telah menjadi ciri hidup manusia dari berbagai zaman. Tujuannya adalah agar manusia meningkat ketakwaannya (QS al-Baqarah <2>:183).

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,

Apabila kita bertakwa, maka sorga dijanjikan Allah azza wa jalla untuk kita. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah (QS Ali Imran, 3: 15):

Katakanlah: “Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?”. Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.

Umumnya puasa dikaitkan dengan usaha untuk memenuhi perintah Tuhan. Dalam perkembangannya, puasa difungsikan bermacam-macam, di antaranya adalah untuk menurunkan berat badan, menjaga kesehatan, meningkatkan kecantikan, menyembuhkan penyakit psikologis, dan seterusnya. Tujuan dan tata cara puasa yang berbeda-beda tentu saja akan menghasilkan efek  yang berbeda. Read more