Muhasabah Diri
Oleh: Tri Purnama
Berapa lama umur kita?, Berkahilah sisa umur hamba Ya Allah SWT. Akhir dalam kehidupan manusia hanyalah menjadi rahasia Allah SWT, tidak satupun manusia yang mengetahui kepastian waktu kematian kita. Sebelum kematian menjemput sudahkah kita terbiasa bermuhasabah diri?
Seorang Muslim yang beriman diperintah Allah Ta’ala untuk melakukan muhasabah/evaluasi diri setiap saat (silahkan baca Al Quran surat Al-Ashr, Surat Al-Hasyr Ayat 18), bukan sebagaimana kebiasaan yang kebanyakan orang melakukannya di setiap pergantian Tahun Masehi atau Hijriah. Ada kalanya dalam mengarungi kehidupan di dunia fana ini dengan berbagai macam urusan dan begitu banyak kepentingan duniawi yang dilakukan manusia tidak akan pernah luput dari apa yang namanya kesalahan dan khilaf–dalam ungkapan peribahasa tiada gading yang tak retak, tidak ada manusia yang sempurna.
Sebagai seorang Muslim yang beriman sangat dianjurkan dan perlu dijadikan suatu kebutuhan dalam diri kita untuk melakukan introspeksi diri atau dengan istilah dalam Islam yaitu bermuhasabah (baik berupa pikiran, ucapan ataupun dalam perbuatan) karena dengan itu kita dapat memeriksa kembali apa yang sudah kita kerjakan dan bisa segera memohon ampunan dan memperbaiki diri apabila ada salah khilafnya supaya menjadi orang/pribadi yang lebih baik dan bertaqwa kepada Allah SWT.
Menurut A Kang Masfur (2018:88) dalam buku Yuk, Muhasabah, dijelaskan bahwa muhasabah berasal dari kata Bahasa Arab “hasiba-yahsabu-hisab” yang secara etimologis memiliki arti melakukan perhitungan. Sementara itu dalam terminology Islam, muhasabah memiliki arti upaya seseorang dalam melakukan evaluasi diri terhadap kebaikan serta keburukan pada semua aspek hidupnya.
Adapun berbagai macam aspek kehidupan manusia muhasabah dalam Islam yang sangat perlu kita lakukan sebagai berikut :
- Muhasabah dalam konteks hablum minallah
Seperti termaktub dalam kitab suci Al Qur’an, yang artinya “Tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu” (Q.S adz-Dzariyat ayat 56). Dalam firman Allah SWT tersebut dijelaskan bahwa Allah SWT menciptakan manusia untuk beribadah kepadaNya. Ibadah adalah bentuk pertanggungjawaban seorang Muslim sebagai makhluk ciptaan Allah SWT dan harus dilakukan dengan bersungguh-sungguh dan harus dijalankan sesuai dengan aturan-aturan yang tertulis dalam Al Qur’an dan Sunnah. Jadi, selagi masih diberi umur panjang dan kesehatan mari kita berusaha semaksimal mungkin karena Allah Ta’ala semata-mata berusaha untuk selalu menjalankan segala perintahNya dan berusaha menghindari/menjauhi segala laranganNya.
Segala yang kita kerjakan akan dievaluasi oleh Allah SWT seperti yang tertulis dalam firman Allah SWT surat Al Hasyr ayat 18:
yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Dan sebagaimana diriwayatkan oleh Umar bin Khattab, Rasulullah SAW juga pernah bersabda: “Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab, dan hiasilah dirimu sekalian (dengan amal shaleh), karena adanya sesuatu yang lebih luas dan besar, dan sesuatu yang meringankan hisab di hari kiamat yaitu orang-orang yang bermuhasabah atas dirinya ketika di dunia.” (HR. Tirmidzi).
- Muhasabah dalam konteks hablum minannas
Manusia selain sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial. Mari kita renungkan sejenak bagaimana sikap kita terhadap orang di sekitar, sudahkan memberikan manfaat atau justru merugikan. Sebagai seorang manusia kita butuh orang lain untuk menyadarkan atas kesalahan yang telah kita perbuat, maka dari itu mempunyai teman yang saleh sangat kita butuhkan untuk saling mengingatkan agar senantiasa bermuhasabah dan mengevaluasi diri.
Bukankah dalam ajaran Islam dianjurkan untuk memperhatikan dalam bertetangga, bahkan Rasulullah SAW bersabda “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya (HR. Al- Bukhari dan Muslim).
2.Muhasabah dalam konteks hablum minal Alam
Selain kita menjaga hubungan dengan sang pencipta Allah SWT, hubungan dengan sesama manusia tidak kalah pentingnya kita menjaga hubungan dengan alam seperti menjaga lingkungan tetap bersih, tidak menebang pohon sembarangan harus sesuai dengan prosedur dan izin dari pihak berwenang.
Seperti yang sudah kita ketahui bahwa tubuh manusia juga terbentuk dari unsur alam baik berupa tanaman, cahaya matahari, udara, air dan tanah itu semua harus kita jaga dan lestarikan.
Allah SWT berfirman di dalam Q.S Ar Rum ayat 41
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
Artinya : Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Kalau kita lihat dalam surat tersebut sudah sepantasnya kita sebagai makhluk Allah SWT harus secepatnya melakukan introspeksi diri/ Muhasabah secara hablum minal Alam sebelum terjadi kerusakan yang lebih besar dan parah dan yang pastinya akan merugikan kehidupan manusia sendiri. Semoga Allah SWT senantiasa menjaga kita untuk selalu bermuhasabah secara hablum minallah, hablum minannas, hablum minal Alam. Aamiin ya rabbal alamin.