Bijak Mengonsumsi, Hati-hati Memiliki

Oleh : Fenty Puspitasari, S.Psi. (Tendik FPSB UII)–

Pada 17 Oktober 2020 lalu, akun instagram NASA mengunggah sebuah foto bulan disertai takarir (caption) menggelitik. “Apa yang Anda bawa jika pergi ke bulan?”. Setiap calon astronot memiliki wadah yang sangat terbatas untuk membawa barang-barangnya. Mungkin ini hanya proyek lucu-lucuan untuk mendukung misi NASA ke bulan tahun 2024, tapi sangat menarik mengamati banyak orang mengunggah foto barang yang ia pilih jika pergi ke bulan. Masing-masing orang hanya membawa benda yang penting agar sesuai dengan tempat penyimpanan yang terbatas. Read more

MENYEMAI HARAPAN (HOPE) DAN KESEHATAN MENTAL DI MASA PANDEMI

Oleh : Thobagus Moh. Nu’man (Dosen Prodi Psikologi) ——–

Pandemi covid-19 sudah berlangsung lebih dari setahun. Rasa-rasanya belum ada tanda-tanda pandemi ini akan segera berakhir. Bahkan, di bulan Juni ini Indonesia menghadapi gelombang kedua dengan jumlah penduduk yang terkena covid-19 lebih dari gelombang pertama. Sehari dilaporkan ada lebih dari 20.000 penduduk Indonesia yang tertular virus covid-19. Read more

Menyayangi dan Menghormati Orangtua dan Bagaimana Cara Membalasa Jasanya

Oleh :  Ista Maharsi, SS, M.Hum —————

“Ais, nanti malam ada pengajian di rumah. Nanti tolong bantu Ibu menyiapkan minuman dan snack ya,” kata Ibu dengan nada datar sambil membuka lemari.

“Besok Ais ada ujian semester, Bu. Ais mau belajar,” sahut Ais dengan nada agak tinggi dan sedikit kesal kemudian berlalu masuk ke dalam kamar dan membanting pintu. Benak Ais berkecamuk bercampur rasa kesal “Mengapa sih Ibu meminta Ais untuk membantu menyiapkan acara pengajian. Besok kan ujian, mana belum belajar pula. Terus kalau nggak belajar, gimana dong nilai Ais. Kan semester kemarin sudah ranking 1, semester ini harus ranking 1 lagi. Ah, Ibu ini…” pikir Ais.

Sayup-sayup Ais mendengar ibunya berkata dengan nada tinggi menunjukkan kekesalannya “Diminta bantu Ibu kok nggak mau… Belajar nggak menjamin nilai bagus. Kalau Ais mau membantu Ibu menyiapkan acara pengajian, bisa jadi meskipun Ais nggak belajar tapi Allah ridlo, dan nilai Ais tetap bagus.”

Ais tahu ibunya marah karena dirinya tidak mau membantu tetapi lagi-lagi Ais tetap pada pendiriannya. “Pokoknya aku harus belajar. Aku mau ranking 1 lagi,” tekat Ais dalam hati.

Acara pengajian pun usai tanpa Ais membantu Ibunya.

Saat terima rapot, Ais mendapati nilai yang sangat mengecewakan, ranking nya pun terjun bebas. Sekejap Ais teringat perkataan guru agamanya di sekolah tentang larangan berkata “ah!” pada kedua orang tua. Lalu Ais teringat apa yang telah dilakukan pada Ibunya minggu lalu. Ais pun menyesali semua yang telah dia lakukan.

Kisah sikap ketidaktaatan seorang remaja putri 14 tahun terhadap ibunya bisa menjadi refleksi kita. Kisah ini mengandung hikmah yang tidak sederhana. Sikap penolakan Ais untuk membantu ibunya serta perkataan ibu Ais sebagai bentuk kekecewaan atas penolakan Ais dapat menjadi sebuah peringatan untuk kita. Kekecewaan sang ibu terhadap Ais telah menyebabkan tidak ridlonya Allah sehingga Allah memberi sedikit pelajaran untuk Ais. Seorang ibu tentu tidak tega mendoakan keburukan bagi anaknya. Namun terkadang, kemarahan dan kekecewaan yang dipendam dapat menjelma doa tak terucapkan. Rasa jengkel ibu bisa membuat ibu tidak ridlo dengan yang kita lakukan, hingga akhirnya kita ditimpa ketidaknyamanan, ketidakbahagiaan, dan bahkan kemalangan. Naudzubillah min dzalik!

Menyakiti hati ibu, meski sedikitpun, akan membawa dampak tidak baik dalam kehidupan. Padahal jika kita mau mengingat-ingat kembali dan merefleksi apa yang telah kita lakukan pada ibu, tentu amat sangat banyak hal yang dapat menyakiti dan mengecewakan hati ibu. Jangankan memarahi atau membentak ibu, berkata “ah!” saja dilarang oleh agama kita.

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Ahqaf ayat 17:

وَالَّذِي قَالَ لِوَالِدَيْهِ أُفٍّ لَكُمَا أَتَعِدَانِنِي أَنْ أُخْرَجَ وَقَدْ خَلَتِ الْقُرُونُ مِنْ قَبْلِي وَهُمَا يَسْتَغِيثَانِ اللَّهَ وَيْلَكَ آمِنْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَيَقُولُ مَا هَٰذَا إِلَّا أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ

Dan orang yang berkata kepada kedua orang tuanya, “Ah.” Apakah kamu berdua memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan (dari kubur), padahal beberapa umat sebelumku telah berlalu? Lalu kedua orang tuanya itu memohon pertolongan kepada Allah (seraya berkata), “Celaka kamu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allah itu benar.” Lalu dia (anak itu) berkata, “Ini hanyalah dongeng orang-orang dahulu belaka.” (Al-Ahqaf: 17)

Surat Al Ahqaf ayat 17 tersebut mengandung beberapa pelajaran. Pertama, perkataan anak dapat menyebabkan orang tua sakit hati dan kecewa, terlebih lagi saat anak tersebut menolak diajak kepada kebenaran (Islam). Kedua, Allah melarang seorang anak berkata kasar kepada orang tua karena mereka telah merawat dan membesarkan anak tersebut dengan bersusah payah dan penuh pengorbanan. Seperti firman Allah SWT dalam QS Luqman ayat 14.

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu (QS Luqman: 14)

Demikianlah Allah telah perintahkan kita untuk bersyukur pada kedua orang tua kita, berbuat baik kepada mereka, dan lemah lembut kepada mereka. Dalam keadaan apapun, kita diwajibkan untuk tetap menghormati, menyayangi, dan bersikap lemah lembut kepada mereka. Jika ada masalah, tentu dapat dicarikan jalan keluar dengan cara yang baik. Jika ada perbedaan pendapat, saling menghormati bisa menjadi jalan terbaik. Tak ada alasan apapun untuk tidak menghormati kedua orang bahkan berkata kasar kepada mereka. Satu-satunya penolakan yang harus dilakukan adalah pada saat orang tua mengajak anaknya kepada kekufuran. Penolakan itu pun harus dilakukan dengan cara baik-baik.

Allah berfirman dalam Quran Surat Al-Ankaabuut ayat 8:

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ۖ وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۚ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan (Al-Ankabuut: 8)

 

Kisah tadi hanya sekedar sepenggal kisah kecil yang menimpa seorang gadis umur belasan tahun. Ada banyak sekali peristiwa yang jika kita perhatikan baik-baik, kita akan menemukan betapa banyak perilaku dan perkataan kita yang menyakitkan bapak/ibu. Terlebih lagi jika bapak/ibu sudah usia senja dan membutuhkan banyak perhatian dan bantuan kita. Di saat itulah ujian berat diberikan, bagaimana kita dituntut untuk bersabar dan menahan serta mengendalikan setiap ucapan kita agar tidak menyakiti hati keduanya. Dalam kehidupan nyata, banyak sekali ditemukan orang-orang yang tidak dapat bersabar dengan ujian merawat orang tua saat mereka berusia senja. Alhasil, bukan pahala berbakti yang di dapat melainkan dosa karena menyakiti hati kedua orang tua.

Sebuah pemandangan paradoksal terjadi di Arab Saudi dimana pengadilan memutuskan hak asuh atas seorang ibu yang tua renta yang jatuh ke tangan salah satu anaknya. Bagaimana bisa, di satu sisi banyak anak menolak merawat ibunya sedangkan di sisi lain anak-anak berebut merawat ibu mereka (Hanifa, 2016). Sungguh, peristiwa perebutan hak asuh atas seorang ibu adalah sebuah pelajaran besar. Ibu adalah makhluk yang harus kita muliakan. Merawat seorang ibu di masa tuanya adalah syurga. Itulah saat-saat paling berharga anak dapat membalas budi ibunya meski sampai kapapun pun tak akan pernah terbayarkan.

Islam memberikan cara untuk membalas jasa orang tua. Pertama, jika seorang anak menemukan orang tuanya sebagai budak, lalu dibeli dan dimerdekakan (HR, Muslim). Kedua, kewajiban seorang anak kepada orang tuanya setelah keduanya wafat adalah mendoakannya, memohonkan ampunan untuk mereka, menunaikan janji mereka,memuliakan teman mereka, dan menyambung tali silaturahim dengan kerabat yang tidak tersambung kecuali dengannya (HR Abu Dawud, Ibnu Hibban, dan al-Hakim) (Suharno, 2012).

 

Referensi


Tafsir Al Quran Kemenag Republik Indonesia. http://quran.kemenag.go.id.

Hanifa, A. (2016). Kisah Haru, Dua Bersaudara Bersengketa demi Merawat Ibunda. http://muslimahdaily.com/

Suharno, I, N. (2012). Bisakah Kita Membalas Kebaikan Ibu? Inilah Jawaban Islam https://republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/04/02/m1ujql-bisakah-kita-membalas-kebaikan-ibu-inilah-jawaban-islam

Budaya Organisasi Keluarga sebagai Jangkar Pembentukan Karakter

OLeh : Dian Febriany Putri, S.Psi., M.Psi., Psi ———–

 

Harta yang paling berharga adalah keluarga…

Istana yang paling indah adalah keluarga…

Puisi yang paling bermakna adalah keluarga…

Mutiara tiada tara adalah keluarga… Read more

Mengapa Sulit Memberi dan Meminta Maaf?

Oleh : Dr. H. Fuad Nashori, S.psi., M.Si., M.Ag., Psikolog—–

Beberapa orang, dalam satu dan lain hal merasakan sukar baik untuk memberi maaf dan meminta maaf. Secara psikologis, apakah ada penjelasan  untuk hal ini? Demikian pertanyaan yang pernah diajukan kepada saya di suatu kesempatan. Read more

Kegagalan-Sukses yang Tertunda

OLeh : Dwi Pranita, S.E., M.M.—- Kegagalan itu merupakan suatu hal yang kadang kita sesali, kita ratapi, dan kita tangisi. Apakah benar kegagalan merupakan sukses yang tertunda? Mengapa demikian? Sebelum membahas tentang kegagalan, ada baiknya kita kembali mengingat firman Allah dalam Surat Ar Rad ayat 11 Read more

SEHABIS SUBUH: JANGAN TIDUR, BERGERAKLAH!

Oleh : Dr. H. Fuad Nashori, S.Psi., M.Si., M.Ag., Psikolog ———

Salah satu anjuran Nabi Muhammad adalah tidak tidur sehabis waktu subuh. Nabi Muhammad bersabda: “Seusai shalat fajar (subuh), janganlah kamu tidur sehingga melalaikan kamu untuk mencari rizki” (HR Thabrani). Para ulama, sebagaimana diungkapkan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, sampai-sampai menempatkan hukum tidur sehabis subuh sebagai makruh. Makruh berarti sesuatu itu kurang direkomendasikan, bahkan tidak direkomendasikan, sekalipun tidak terlarang. Ada apa dengan subuh sehingga kita sebaiknya dalam keadaan sadar bahkan lebih baik dalam keadaan beraktivitas?

Menyegerakan Diri untuk Memulai Tidur

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, perlu dipahami aturan umum dalam hidup, yaitu  gunakan siang untuk berkarya dan manfaatkan malam hari untuk beristirahat tidur. “Dan Dialah yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat dan (menjadikan) siang terang benderang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mendengar” (QS Yunus, 10:67). Di ayat lain, Allah berfirman dengan pesan yang senada: Dan Kami jadikan tidurmu untuk beristirahat, dan Kami jadikan malam sebagai pakaian, dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan (An-Naba’, 78: 9-11).

Kita pun diminta untuk tidak berlama-lama dalam keadaan sadar dan beraktivitas sehabis shalat isya. Para sahabat Nabi Muhammad tidak mengobrol di malam hari, namun segera tidur. “Disebutkan dalam Riwayat Abdurrahman bin Qasim dari ayahnya dari Aisyah ra, dia berkata: ‘Rasulullah saw tidak tidur sebelum isya’ dan tidak begadang setelah isya’.” Merujuk apa yang dilakukan Nabi Muhammad dan para sahabat beliau, kita dianjurkan untuk tidak tidur terlalu larut. Mestinya kita sudah naik ke tempat tidur kita sekitar pukul 22 atau satu jam sebelumnya (pukul 21).

Para ahli kesehatan memberi penguat mengapa manusia harus tidur lebih awal dan tidak tidur terlalu malam. Pada sekitar pukul 21 malam, tubuh manusia secara alamiah melakukan detoksifikasi. Dimulai dengan detoksifikasi kelenjar getah bening atau sistem antibodipada pukul 21, dilanjutkan dengan detoksifikasi hati atau liver mulai  pukul 23 malam, dan dituntaskan dengan detoksifikasi empedu itu mulai pukul 1 pagi hingga lebih kurang pukul 3 pagi. Semua proses detoksifikasi alamiah ini mensyaratkan manusia dalam keadaan beristirahat total. Karenanya, siapa yang tidur lebih awal dan bangun sekitar pukul 3 dalam keadaan nyenyak, maka dia meraih proses pembersihan diri paling sukses. Racun-racun berlomba keluar dari tubuhnya.

Ada sebagian ahli kesehatan yang tidak mempermasalahkan manakala seseorang tidak tidur di malam hari asalkan menggantinya atau mengkonversinya dengan tidur di esok harinya. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh dokter Ari Fahrial Syam dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (Mitos Tidur Larut Malam, Benarkah Ganggu Proses Detoksifikasi Alami Tubuh? (suara.com). Akan tetapi, ini hanya berlaku karena faktor keterpaksaan. Disebabkan seseorang harus bekerja di malam hari, seperti halnya dokter jaga malam dan para satpam, dengan penuh keterpaksaan mereka tidak tidur di waktu malam. Sekaliun demikian, fakta ini tidak dapat dipakai untuk membenarkan pandapat bahwa tidak ada masalah kalau seseorang membiasakan diri begadang di malam hari. Bahkan dokter Ari juga berpandangan tidak baik membiasakan diri bekerja atau beraktivitas saat jam tidur, karena “tubuh tetap butuh metabolisme normal dengan tidur di malam hari.” Karenanya, rekomendasi terbaik untuk orang yang berharap hidup secara sehat adalah mulai tidur di awal waktu (sekitar pukul 21-22) dan segera bangun di sepertiga terakhir malam (sekitar pukul 3-4 pagi). Tantangannya adalah menggeser pola tidur dari tidur sekitar pukul 23-24 hingga pukul 5-6 menjadi tidur mulai pukul 21-22 hingga pukul 3-4. Akan banyak kebaikan bagi siapa saja yang mengikuti pola hidup gaya Nabi Muhammad ini.

Setelah beristirahat secara cukup sekitar 6 jam, kita diminta untuk segera bangun ketika fajar menjelang atau selambat-lambatnya pukul 4 pagi. Nabi Muhammad mengajarkan dan sekaligus memberi contoh kehidupan bangun pada waktu di sepertiga terakhir malam ini.  Ternyata apa yang dicontohkan Nabi Muhammad ini akan menghasilkan kebaikan bagi kehidupan manusia. Berbeda dengan detoksifikasi-detoksifikasi sebelumnya, detoksifikasi paru-paru berlangsung sekitar pukul 3 hingga pukul 5. Dengan tidur saja, dengan catatan udara dalam rumah terhubung dengan udara di luar ruangan, proses detoksifikasi paru-paru sudah berlangsung. Lebih afdhol lagi kalau seseorang mengoptimalkannya dengan mengakses langsung udara bersih di luar rumah. Karenanya, siapa yang berangkat ke masjid dan berjalan kaki dalam udara segar yang sangat bersih, maka proses pembersihan paru-paru akan berlangsung optimal. Dalam situasi pandemic covid-19 seperti saat ini, memiliki paru-paru yang sehat adalah memiliki kekayaan yang sangat berharga untuk bisa bertahan dari kemungkinan terkena gangguan atau serangan covid-19.

Irama Sirkadian

Para ahli berkonsep tentang irama sirkadian (circadian rhythm). Melalui konsep ini dipercayai bahwa manusia memang memiliki jam biologis yang mengatur kapan manusia tidur dan kapan manusia sadar. Jam tidur dan jam sadar ini berporos dari otak manusia. Bila manusia menjalani hidupnya dengan mengikuti irama ini, maka manusia dapat terpelihara diri dan kesehatannya. Sebaliknya, bila manusia hidup dengan irama yang tak sesuai dengan irama sirkadian, maka akan terjadi kerugian bahkan kekacauan pada kondisi fisik dan psikologisnya. Karenanya, kalau waktunya tidur, tidurlah. Kalau waktunya sadar dan berkarya, maka berpikir dan bertindaklah yang optimal.

Irama sirkadian yang mengatur manusia untuk tidur di malam hari dan bangun saat pagi hingga awal malam sesungguhnya searah dengan irama semesta ini. Para ahli fisika, sebagaimana dijelaskan Osly Rachman dalam The Science of Shalat, alam semesta ini mengalami pergantian waktu sebanyak empat kali. Satu waktu, yaitu tengah malam, manusia diminta dalam keadaan istirahat (tidur). Di tengah siang, manusia diperkenankan untuk tidur sejenak di antara aktivitasnya yang memuncak. Di dua waktu lain, yaitu sehabis subuh dan sebelum maghrib, manusia diminta untuk berada dalam keadaan bangun dan sepenuhnya sadar. Bahkan, dikarenakan sedemikian pentingnya manusia sadar dan waspada saat di dua waktu, Allah memerintahkan manusia dalam keadaan sadar-sesadarnya dengan “berzikir sebanyak-banyaknya di waktu pagi dan petang” (QS al-Ahzab, 33:41-42). Nabi Muhammad mengajari kita untuk berzikir khusus di pagi dan petang dengan bacaan zikir al-ma’tsurat. Mengapa manusia harus dalam keadaan tersadar sehabis subuh dan juga antara asar hingga maghrib?

Benturan Warna dan Gelombang

Dijelaskan oleh fisikawan Osly Rahman bahwa pada waktu pagi sehabis subuh dan sore hari menjelang mashrib, terjadi pergantuan waktu yang lebih keras dibanding waktu malam dan siang. Pergantian waktu ditandai oleh meningkatkanya pergerakan warna dan gelombang di alam semesta. Warna dan gelombang bertemu dan bertabrakan secara lebih keras di dua waktu ini. Warna dan gelombang yang bertabrakan sangat keras dapat menyebabkan manusia mengalami bias. Dalam tingkatan yang ekstrim, apa yang semestinya terlihat bisa berubah menjadi tak terlihat. Apa yang semestinya tak terlihat bisa berubah menjadi terlihat. Sedemikian besarnya gejala pergantian alam ini, orang-orang bijak di masa lalu menganjurkan kita untuk berhenti sejenak dalam perjalanan saat maghrib tiba. Alam sedang menggeliat dan manusia diminta dalam keadaan sadar dan penuh kewaspadaan.

Tidak hanya fenomena fisika yang sedang berlangsung ketika jelang maghrib. Peristiwa metafisika juga sedang terjadi. Nabi Muhammad menyebut dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim sebagai “setan-setan berkeliaran ketika matahari terbenam”. “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila sore hari menjelang malam tiba, tahanlah (di dalam rumah) anak-anak kecil kalian, karena pada saat itu setan berkeliaran. Apabila permulaan malam sudah tiba, diamkanlah anak-anak kalian di dalam rumah, tutuplah pintu-pintu (termasuk jendela) kalian dengan terlebih dahulu menyebut nama Allah karena setan tidak akan dapat membuka pintu yang terkunci dengan menyebut nama Allah sebelumnya, dan ikatlah kendi-kendi air kalian (qirab adalah jama dari qurbah yakni tempat air yang terbuat dari kulit dan di ujungnya biasa diikat dengan tali untuk menghalangi kotoran masuk) sambil menyebut nama Allah, tutuplah bejana-bejana atau wadah-wadah kalian sambil menyebut nama Allah meskipun hanya ditutup dengan sesuatu alakadarnya dan matikanlah lampu-lampu kalian (kalau mau tidur),” (HR. Bukhari Muslim). Sikap terbaik menghadapi setan yang berkeliaran adalah dalam keadaan sadar. Tentu saja sadar yang terbaik adalah dalam keadaan sadar sesadar-sadarnya (mindfulness) dengan cara shalat dan berzikir.

Sadar dan Waspada Subuh Hingga Matahari Terbit

Ada apa dengan tubuh kita sehingga kita perlu dalam keadaan sadar dan waspada sehabis subuh hingga matahari terbit?

Ada makrokosmos, ada mikrokosmos. Ada jagad besar, ada jagad kecil. Ternyata alam semesta (makrokosmos, jagad besar) dan diri manusia (mikrokosmos, jagad cilik) diminta untuk  melangkah secara seirama. Saat alam menggeliat, manusia diminta untuk sadar dan waspada. Karena tubuh sendiri sedang menggeliat.

Inilah yang terjadi pada tubuh manusia sehabis subuh hingga matahari terbit. Bila manusia tidur sehabis subuh, pembuluh darah ke otak cenderung menyempit. Ini mengakibatkan aliran darah ke organ tubuh berkurang. Sel-sel trombosit dalam pembuluh darah berangkulan, mengumpul, dan menggumpal menjadi trombus. Trombus menyebabkan gangguan serebroveskuler yang relatif tetap, yaitu gangguan penyempitan pembuluh darah di otak dan jantung manusia. Kalau manusia membiasakan diri tidur sehabis subuh, maka secara tidak disadari manusia sedang membuat pembuluh darah mengalami proses penyempitan. Untuk orang-orang yang sudah bermasalah pembuluh darahnya, maka tidur pagi dapat menghadirkan horor, yaitu manusia dapat mengalami serangan jantung dan terkena stroke.

Ada suatu zat yang dapat mencegah terbentuknya trombus dan melebarkan pembuluh darah, yaitu nitrit oksida (NO). Zat ini hanya aktif bila tubuh manusia bergerak. Berjalan ke masjid, ruku’, sujud, berjalan-jalan kaki sehabis subuh, membereskan barang di rumah, dapat meningkatkan aktivitas nitrit oksida. Saat nitrit oksida eksis, pasokan oksigen ke otak lancar dan pembuluh darah otak melebar. Hasilnya pikiran jadi terang, jernih, dan berfungsi penuh.

Hal sebaliknya, bila manusia tidur, maka nitrit oksida tidak diproduksi. Akibatnya, oksigen ke otak tidak mengalir lancar dan pembuluh darah ke otak menyempit. Akibatnya, lama kelamaan otak menjadi bebal. Otak menjadi bebal berarti ada proses yang melemahkan kemampuan berpikir kita. Kalau ini terjadi, celakalah kita karena salah satu modal penting sukses dunia akhirat kita melemah. Kemampuan mengingat berkurang (termasuk hafalan, pengetahuan umum maupun khusus, dsb), kemampuan menganalisis menumpul, kemampuan memecahkan masalah terhambat, kemampuan berpikir kreatif turun. Dampak lainnya adalah jantung menjadi lemah.

Bisa jadi awalnya seseorang dalam keadaan sehat-sehat saja. Namun, kebiasaan tidur sehabis subuh jelas tidak baik untuk otak dan jantungnya. Ibnu Qayyim al-Jauziyah bahkan menempatkan status sehabis shalat subuh sebagai perbuatan yang makruh, sesuatu yang semestinya dihindari. Makanya, jangan tidur habis subuh, dan ayo bergerak.

Ada yang spesial saat manusia bergerak di waktu subuh, terutama saat kita shalat. Ketika seseorang sedang shalat, tubuh bergerak dan aktif dengan kualitas yang meningkat. Ketika shalat yang dijalankan seseorang sangat khusyuk (tertuju ke satu titik atau mindful), maka pergerakan itu  minimal mengantarkan otak manusia berada gelombang Alfa, dan semakin meningkat kualitas atau kekhusyukannya ketika ada di gelombang Teta dan terus meningkat mencapai puncak kekhusyukan saat otak berada di gelombang Delta. Bahkan kondisi ini mampu membangun “Keseimbangan Kimiawi Tubuh” yang sangat dibutuhkan manusia.  Gelombang-gelombang itu didapat di antaranya di dalam sholat. Karenanya, ketika seseorang suka melakukan shalat tahajud dan witir di akhir malam serta menutupnya dengan shalat subuh, maka dampak yang diperolehnya adalah keseimabngan kimiawi dalam tubuh. Sebaliknya, ketika seseorang bergerak di luar shalat, maka yang dirasakan hanya gelombang Beta (gerakan biasa di luar salat). Nitit oksida tetap didapat, namun  kualitasnya tidak selevel dengan  gelombang-gelombang di atas. Wallahu a’lam.

 

Hikmah Perjalanan Dakwah Rasulullah SAW ke Thaif bagi Para Pendidik

oleh : Willy Prasetya, S.Pd., M.A —————

Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam. (QS Al-Anbiya: 107)

Sebagai rahmat bagi semesta alam, peran Rasulullah SAW menjangkau semua aspek kehidupan umat manusia dan dunia seisinya. Rasulullah SAW bukan hanya merupakan pemimpin agama, melainkan juga kepala pemerintahan yang bijak dan adil, panglima perang yang cerdas dan tangguh, kepala keluarga yang penuh kasih sayang, guru yang sabar dan mengayomi, serta seorang individu yang berakhlak mulia. Setiap perilaku, perkataan, sikap, kebiasaan, dan perjalanan hidup beliau merupakan teladan bagi seluruh manusia. Read more

Pengembangan Potensi Diri dari Perspektif Islam

Oleh: Rizki Farani (dosen Prodi PBI)—-

Setiap manusia memiliki kemampuan dan potensi dalam dirinya, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Surah At Tin (QS. 95), ayat 4:

لَقَدۡ خَلَقۡنَا الۡاِنۡسَانَ فِیۡۤ اَحۡسَنِ تَقۡوِیۡمٍ ۫

Artinya: Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya namun pengembangan potensi diri belum tentu secara otomatis tampak. Setiap individu perlu berusaha untuk membangun potensi diri secara bertahap sesuai dengan karakter agar tujuan hidup dapat tercapai (Moerdijat, 2020 ). Satu diantara strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan potensi diri adalah membangun visi hidup. Menurut Senge (1990), visi personal datang dari dalam diri seseorang. Beberapa orang mungkin memiliki tujuan hidup tetapi tidak ada visi dalam tujuan hidup tersebut. Mereka terlalu terfokus pada keinginan agar semua masalah dalam dunia ini segera selesai, misalnya “kita ingin lingkungan bersih”, “kita ingin tingkat kriminalitas menurun” atau “kita ingin sistem pendidikan membaik” tetapi mereka tidak fokus ke cara untuk mencapai tujuan tersebut. Mereka hanya fokus kepada menghilangkan masalah, bukan menyelesaikan masalah.
Pembangungan visi sejak awal dapat membantu untuk berkomitmen pada usaha yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan. Dampak positif dari memiliki visi hidup adalah seorang individu memiliki semangat untuk tidak mudah menyerah. Mereka juga menjadi individu yang lebih berkomitmen, berinisiatif, cepat belajar, bertanggungjawab dan memandang kegagalan sebagai kesempatan untuk belajar, (Senge, 1990 ). Membangun visi personal memang tidak mudah, terdapat banyak faktor yang menentukan keberhasilan seseorang dalam mengembangkan diri, yaitu: rasa percaya diri, literasi terkait tujuan yang akan dicapai, dukungan keluarga dan lingkungan, akses yang luas untuk mencari informasi, keterampilan untuk mengatur strategi mencapai tujuan dan bekerjasama dalam tim. Deretan faktor ini menunjukkan bahwa proses pengembangan potensi diri merupakan sebuah proses yang panjang. Visi merupakan langkah awalnya saja, namun di balik visi hidup, terdapat serangkaian proses lagi yang perlu kita jalani. Agar dapat memaksimalkan visi diri dalam mengembangkan potensi, kita perlu melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Awali langkah kita dengan proses refleksi diri agar kita dapat merenungi makna dan tujuan hidup kita sebagai manusia.
b. Kenali kekuatan dan kelemahan diri kita agar kita mudah menyusun strategi untuk mencapai tujuan sesuai dengan karakter diri kita.
c. Bangun prinsip diri agar kita tidak mudah goyah dengan bermacam-macam faktor internal dan ekternal yang mungkin menghambat langkah kita.
d. Fokus pada pengembangan diri yang sudah kita susun untuk masa depan. Maafkanlah segala masa lalu yang mungkin pernah menjadi penghalang kemurnian hati.
e. Menyelesaikan semua masalah dengan kepala dingin dan rasional yang baik sehingga kita bisa mengambil keputusan dengan tenang.
Langkah dasar tersebut merupakan ikhtiar awal yang dapat menjadi fondasi untuk mendampingi visi dasar hidup kita. Setelah hati merasa mantap untuk melangkah, kita dapat menyusun beberapa strategi praktis dalam kehidupan sehari-hari, misalnya:
a. Manajemen waktu. Buatlah skala prioritas dari setiap kegiatan agar kita mengerjakan sesuatu secara proporsional sesuai dengan amanahnya. Mengerjakan sesuatu secara berlebihan dapat membuat jadwal hidup tidak seimbang sehingga ada beberapa amanah yang akan terlupakan.
b. Banyak belajar hal baru. Pengetahuan terdiri dari bermacam-macam bidang sehingga kita jangan terpaku pada satu bidang saja. Kita perlu mengembangkan kompetensi di beberapa bidang agar hard skill dan soft skill terasah dengan baik.
c. Temukan teman belajar yang positif. Lingkungan belajar perlu diatur untuk mendukung tujuan kita. Jangan ragu untuk melangkah dari beberapa hubungan yang sekiranya membawa dampak negatif dalam diri. Kita perlu belajar mengatur kepedulian antara peduli pada diri sendiri dan peduli pada orang lain. Take care of yourself is not a selfish act.
d. Melakukan monitoring diri secara berkala. Proses pengembangan diri perlu dijaga agar kita tidak berhenti di tengah jalan. Sempatkanlah waktu untuk memonitor kemajuan langkah kita. Monitoring dapat dilakukan dalam beberapa bentuk, misalnya membuat catatan harian, membuat to do list atau berdiskusi dengan rekan sejawat dan keluarga.
Islam sangat mendukung pengembangan potensi. Seperti dijelaskan dalam surah Yusuf ayat 87:
يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ ۖ إِنَّهُ
لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ
Artinya: Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir (https://tafsirq.com)
Kesempatan mengembangkan diri merupakan salah satu rahmat Allah SWT sehingga manusia harus selalu semangat meningkatkan potensi dalam berbagai aspek kehidupan. Segala ujian dalam hidup adalah hal yang wajar namun kita jangan bersedih dan harus tetap melangkah, seperti yang disebutkan dalam surah Ali Imran ayat 139:
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Artinya: Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman (https://tafsirq.com)
Percayalah, Allah SWT mengetahui apa yang terbaik bagi kita. Tugas kita adalah terus berusaha dan tidak berhenti berjuang. Apapun hasil dari usaha kita, itulah yang terbaik bagi kita. Selama kita selalu berusaha, berdoa dan bertawakal, Allah pasti akan selalu memberikan jalan keluar dari setiap masalah yang kita jalani. Bismillah, mari luruskan niat, bangun visi hidup, susun langkah stategis untuk mencapai potensi diri yang maksimal.

Daftar Pustaka

Moerdijat, L. (2020 ). Penerapan The Fifth Dicipline pada Pendidikan di Indonesia saat Pandemi Covid 19 . Sukma: Jurnal Pendidikan , 89-120.
Muslim, R. (2021, Maret 16). QS. At Tin ayat 4. Retrieved from Risalah Muslim : https://risalahmuslim.id/quran/at-tin/95-4/
Senge, P. M. (1990 ). The Fifth Dicipline: The Art and Practice of the Learning Organization . New York: Doubleday .
TafsirQ, T. K. (2021, Maret 20). Surah Ali Imran ayat 139. Retrieved from TafsirQ: https://tafsirq.com/3-ali-imran/ayat-139
TafsirQ, T. K. (2021, Maret 20). Surah Yusuf ayat 87. Retrieved from TafsirQ: https://tafsirq.com/12-yusuf/ayat-87

DENGAN WAKAF HIDUP AKAN SELAMANYA

Oleh: Willi Ashadi, S.H.I., M.A.——

Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:

Apabila anak Adam beserta cucu-cucunya meninggal dunia, maka terputuslah segala halnya kecuali 3 amal yang terus mengalir, diantaranya: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat (ilmu agama dan kebenaran), serta anak yang mendoakan orangtua. (HR.Muslim) Read more