OLeh : Holy Rafika Dhona, S.I.Kom., MA —–Suatu kali Mohammad Hatta, wakil presiden pertama Indonesia yang juga salah satu pendiri Universitas Islam Indonesia, membawakan sambutannya di Sekolah Tinggi Islam. Dalam sambutan itu Hatta menunjuk pengetahuan sejarah sebagai instrument penting dalam pembentukan berpikir dalam pendidikan tinggi agama, di samping pendidikan keagamaan juga filsafat dan sosiologi.
Hatta menulis,
“…dalam lingkungan Sekolah Tinggi Islam bisa diselenggarakan didikan agama yang berdasarkan pengetahuan tentang filsafat, sejarah dan sosiologi. Agama dan filsafat memperdalam kepercayaan dan memperhalus perasaaan…Dengan perasaan yang murni itulah baru orang sanggup memahamkan sedalam-dalamnya isi surat Al-Fatihah yang menjadi pokok Agama Islam!…Agama dan sejarah memperluas pandangan Agama. Membawa orang ke arah mengerti tentang lahir dan kembangnya agama di berbagai tempat dan berbagai masa di dunia ini dan mengajar mengerti tentang pendirian agama lain….Agama dan sosiologi mempertajam pandangan agama ke dalam masyarakat yang hendak dipimpin. Perhubungan yang kedua ini memberi pengertian tentang pengaruh agama dalam masyarakat, yang berlain-lainan dari masa ke masa, memberi keterangan pula tentang sikap masyarakat terhadap agama dalam tempat dan waktu…” (Hatta, 1955, hal. 113)
Hanya dengan penggabungan ilmu sebagaimana di atas, menurut Hatta, “Di Sekolah Tinggi Islam itu akan bertemu AGAMA dengan ILMU dalam suasana kerja bersama, untuk membimbing masyarakat ke dalam kesejahteraan” (Hatta, 1955, hal. 114)
Dari kisah di atas kita masih dapat bertanya kembali; mengapa sejarah sedemikian penting dalam pembangunan pengetahuan agama menurut seorang Hatta? Apakah benar, sejarah mampu “memperluas pandangan agama” sebagaimana keyakinan Hatta?
Perintah untuk berpikir dengan menyejarah jelas ada di dalam Quran. Terdapat banyak perintah untuk mengingat dan mempelajari apa yang terjadi pada kaum-kaum terdahulu. Dua pertiga Quran berisi mengenai kisah-kisah sejarah.
Misalnya kisah Habil-Qobil, dua anak nabi Adam yang menurut Ali Syari’ati menyimbolkan dua peradaban manusia kala itu; peradaban penggembala (diwakili Habil dengan persembahan hewan ternaknya) dan peradaban masyarakat yang menetap (diwakili Qobil dengan persembahan gandumnya). Uniknya, kisah yang diabadikan dalam Q.S Al Maidah mulai ayat 27 dibuka dengan kalimat perintah Alloh : “Watlu ‘alaihim…” (Dan bacakanlah kepada mereka …) yang berarti kisah sejarah tersebut wajib untuk diperdengarkan, dipelajari dan diambil hikmahnya.
Sejarah, sendiri menurut Ibnu Khaldun (2017) merupakan pendekatan yang mulia, besar manfaatnya dan bertujuan agung. Dengannya dapat diketahui perilaku dan akhlak ummat terdahulu, sehingga orang yang hidup di masa sekarang dapat mengambil pelajaran.
Dasar dalam metode pengembangan keilmuan Islam yang ada dalam Mustholahul hadits (ilmu yang mengkaji tentang kaidah-kaidah terkait silsilah orang yang menceritakan hadist dan perubahan redaksinya) sebenarnya adalah juga berpikir menyejarah.
Jika makhluk yang paling luas pandangan agamanya adalah seorang nabi, maka adakah setiap nabi punya sikap dan pandangan menyejarah (memikirkan realitas dengan cara sejarah)?
Berpikir menyejarah a la nabi dapat ditemui dalam kisah Yusuf misalnya.
Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Q.S Yusuf ayat 40)
Ayat di atas adalah perkataan Nabi Yusuf Alaihissalam kepada kedua teman sepenjaraannya yang dita’wil mimpinya. Pertanyaan bagi kita adalah bagaimana Nabi Yusuf Alaihissalam dapat mengetahui bahwa sesembahan ummatnya adalah hanyalah nama-nama yang ditemu-cipta oleh leluhur ummatnya? Pengetahuan ini tentulah hasil dari berpikir menyejarah, dimana segala sesuatu, termasuk nama-nama tuhan, diyakini sebagai “tidak datang dengan sendirinya”, dan bisa saja ‘hanya karangan’ nenek moyang.
Sikap /berpikir menyejarah a la Nabi Yusuf Alaihissalam tidak hanya berfungsi mencurigai apa yang tidak datang dari Tuhan melainkan juga untuk menetapkan apa yang memang datang dari Tuhan.
Di dalam surah yang sama, ayat 38, Nabi Yusuf Alaihissalam menjunjung dan menegakkan ‘sejarah yang lain’ yakni sejarah Ibrahim. “Dan aku mengikuti agama nenek moyangku: Ibrahim, Ishak dan Yakub. Tidak pantas bagi kami mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Allah”. Penegakan ini, tentunya didasari oleh pengetahuan sejarah Nabi Yusuf Alaihissalam mengenai Ibrahim yang mengalir lewat Ishak dan kemudian Yakub.
Dari kisah ini, kita dapat mengambil hikmah. Bahwa Alloh tidak hanya memerintahkan kita untuk berpikir menyejarah, tetapi juga memperlihatkan kita pada bagaimana sejarah berfungsi memperluas cakrawala beragama lewat kisah etos sejarah dalam diri nabinya.
Daftar Pustaka
Hatta, M. (1955). Sifat Sekolah Tinggi Islam. Dalam D. Muchsin, A. Madatuang, M. Salim, M. Sjarbini, Ismuha, & M. Partakrama, Buku Peringatan University Islam Indonesia : 10 Tahun. (pp. 109-115). Yogyakarta: Dewan Pengurus Pusat Badan Wakaf University Islam Indonesia.
Khaldun, Ibnu, Irham, Supar dan Zuhri. 2017. Mukaddimah Ibnu Khaldun. Jakarta Timur; Pustaka Al-Kautsar
Pentingnya Berpikir Menyejarah dalam Islam
/in Syiar Islam/by Darzan Hanan MOLeh : Holy Rafika Dhona, S.I.Kom., MA —–Suatu kali Mohammad Hatta, wakil presiden pertama Indonesia yang juga salah satu pendiri Universitas Islam Indonesia, membawakan sambutannya di Sekolah Tinggi Islam. Dalam sambutan itu Hatta menunjuk pengetahuan sejarah sebagai instrument penting dalam pembentukan berpikir dalam pendidikan tinggi agama, di samping pendidikan keagamaan juga filsafat dan sosiologi.
Hatta menulis,
“…dalam lingkungan Sekolah Tinggi Islam bisa diselenggarakan didikan agama yang berdasarkan pengetahuan tentang filsafat, sejarah dan sosiologi. Agama dan filsafat memperdalam kepercayaan dan memperhalus perasaaan…Dengan perasaan yang murni itulah baru orang sanggup memahamkan sedalam-dalamnya isi surat Al-Fatihah yang menjadi pokok Agama Islam!…Agama dan sejarah memperluas pandangan Agama. Membawa orang ke arah mengerti tentang lahir dan kembangnya agama di berbagai tempat dan berbagai masa di dunia ini dan mengajar mengerti tentang pendirian agama lain….Agama dan sosiologi mempertajam pandangan agama ke dalam masyarakat yang hendak dipimpin. Perhubungan yang kedua ini memberi pengertian tentang pengaruh agama dalam masyarakat, yang berlain-lainan dari masa ke masa, memberi keterangan pula tentang sikap masyarakat terhadap agama dalam tempat dan waktu…” (Hatta, 1955, hal. 113)
Hanya dengan penggabungan ilmu sebagaimana di atas, menurut Hatta, “Di Sekolah Tinggi Islam itu akan bertemu AGAMA dengan ILMU dalam suasana kerja bersama, untuk membimbing masyarakat ke dalam kesejahteraan” (Hatta, 1955, hal. 114)
Dari kisah di atas kita masih dapat bertanya kembali; mengapa sejarah sedemikian penting dalam pembangunan pengetahuan agama menurut seorang Hatta? Apakah benar, sejarah mampu “memperluas pandangan agama” sebagaimana keyakinan Hatta?
Perintah untuk berpikir dengan menyejarah jelas ada di dalam Quran. Terdapat banyak perintah untuk mengingat dan mempelajari apa yang terjadi pada kaum-kaum terdahulu. Dua pertiga Quran berisi mengenai kisah-kisah sejarah.
Misalnya kisah Habil-Qobil, dua anak nabi Adam yang menurut Ali Syari’ati menyimbolkan dua peradaban manusia kala itu; peradaban penggembala (diwakili Habil dengan persembahan hewan ternaknya) dan peradaban masyarakat yang menetap (diwakili Qobil dengan persembahan gandumnya). Uniknya, kisah yang diabadikan dalam Q.S Al Maidah mulai ayat 27 dibuka dengan kalimat perintah Alloh : “Watlu ‘alaihim…” (Dan bacakanlah kepada mereka …) yang berarti kisah sejarah tersebut wajib untuk diperdengarkan, dipelajari dan diambil hikmahnya.
Sejarah, sendiri menurut Ibnu Khaldun (2017) merupakan pendekatan yang mulia, besar manfaatnya dan bertujuan agung. Dengannya dapat diketahui perilaku dan akhlak ummat terdahulu, sehingga orang yang hidup di masa sekarang dapat mengambil pelajaran.
Dasar dalam metode pengembangan keilmuan Islam yang ada dalam Mustholahul hadits (ilmu yang mengkaji tentang kaidah-kaidah terkait silsilah orang yang menceritakan hadist dan perubahan redaksinya) sebenarnya adalah juga berpikir menyejarah.
Jika makhluk yang paling luas pandangan agamanya adalah seorang nabi, maka adakah setiap nabi punya sikap dan pandangan menyejarah (memikirkan realitas dengan cara sejarah)?
Berpikir menyejarah a la nabi dapat ditemui dalam kisah Yusuf misalnya.
Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Q.S Yusuf ayat 40)
Ayat di atas adalah perkataan Nabi Yusuf Alaihissalam kepada kedua teman sepenjaraannya yang dita’wil mimpinya. Pertanyaan bagi kita adalah bagaimana Nabi Yusuf Alaihissalam dapat mengetahui bahwa sesembahan ummatnya adalah hanyalah nama-nama yang ditemu-cipta oleh leluhur ummatnya? Pengetahuan ini tentulah hasil dari berpikir menyejarah, dimana segala sesuatu, termasuk nama-nama tuhan, diyakini sebagai “tidak datang dengan sendirinya”, dan bisa saja ‘hanya karangan’ nenek moyang.
Sikap /berpikir menyejarah a la Nabi Yusuf Alaihissalam tidak hanya berfungsi mencurigai apa yang tidak datang dari Tuhan melainkan juga untuk menetapkan apa yang memang datang dari Tuhan.
Di dalam surah yang sama, ayat 38, Nabi Yusuf Alaihissalam menjunjung dan menegakkan ‘sejarah yang lain’ yakni sejarah Ibrahim. “Dan aku mengikuti agama nenek moyangku: Ibrahim, Ishak dan Yakub. Tidak pantas bagi kami mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Allah”. Penegakan ini, tentunya didasari oleh pengetahuan sejarah Nabi Yusuf Alaihissalam mengenai Ibrahim yang mengalir lewat Ishak dan kemudian Yakub.
Dari kisah ini, kita dapat mengambil hikmah. Bahwa Alloh tidak hanya memerintahkan kita untuk berpikir menyejarah, tetapi juga memperlihatkan kita pada bagaimana sejarah berfungsi memperluas cakrawala beragama lewat kisah etos sejarah dalam diri nabinya.
Daftar Pustaka
Hatta, M. (1955). Sifat Sekolah Tinggi Islam. Dalam D. Muchsin, A. Madatuang, M. Salim, M. Sjarbini, Ismuha, & M. Partakrama, Buku Peringatan University Islam Indonesia : 10 Tahun. (pp. 109-115). Yogyakarta: Dewan Pengurus Pusat Badan Wakaf University Islam Indonesia.
Khaldun, Ibnu, Irham, Supar dan Zuhri. 2017. Mukaddimah Ibnu Khaldun. Jakarta Timur; Pustaka Al-Kautsar
FPSB UII Serahkan Beasiswa secara Daring
/in Berita Sorotan/by Darzan Hanan M“Sebagai bentuk kepedulian kami terhadap perjuangan Anda. Anda yang ada di sini adalah orang2 yang sudah berjuang dan perform atas perjuangan Anda itu. Sebagian dari Anda menunjukan perform yang luar biasa. Memperoleh prestasi yang sangat bagus. Disertai kemampuan yang lain di bidang keagamaan. Kami juga mengapresiasi usaha anda di bidang non akademik. Cukup baik untuk ikut diberbagi kompetisi, aktif fi kegiatan seni, olahraga dan lain sebagainya.” Demikian sambutan singkat yang disampaikan oleh Dekan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII), Dr. H. Fuad Nashori, S.Psi., M.Si., M.Ag., Psikolog dalam acara penyerahan Beasiswa FPSB UII TA.2020/2021, Senin, 14 Desember 2020. Read more
FPSB Kaji Integrasi Nilai-Nilai Islam dan Ilmu Sosial-Humaniora
/in Berita Sorotan/by Darzan Hanan MDalam rangka mengetahui konsep islamisasi ilmu pengetahuan maupun memberikan gagasan tentang konsep islamisasi pengetahuan kepada pimpinan fakultas agar nantinya akan lahir kebijakan-kebijakan terkait integrasi nilai-nilai Islam dan ilmu sosial-humaniora di lingkungan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) serta memberikan kemanfaatan luas sehingga gerakan islamimsasi pengetahuan terus berkembang baik secara konseptual, akademis dan praktis, FPSB UII secara khusus menggelar Workshop Integrasi Nilai-nilai Islam dan Ilmu Sosial Humaniora, 12 Desember 2020 dengan menghadirkan Dr. Hamid Fahmy Zarkasy, M.A.Ed., Ph.D sebagai pemateri. Kegiatan dibuka oleh Wakil Dekan Bidang Keagamaan, Kemahasiswan dan Alumni, Dr. Phil. Emi Zulaifah, M.Sc.
Dalam sambutannya, Emi Zulaifah menegaska bahwa Ilmu-ilmu yang ada sebaiknya tidak membawa ke arah yang jauh dari tuntunan agama. Menurutnya sebagai seorang muslim punya katalog kehidupan yang menjadi sumber dan menuntun kita ke perkembangan ilmu-ilmu yang tentu benar, yakni Al Quran. Emi Zulaifah menambahkan bahwasannya kondisi saat ini cukup banyak dari saudara-saudara muslim di dunia yang merindukan konsep2 kuat dari Al Quran.
Sementara Dr. Hamid Fahmy Zarkasy, M.A.Ed., Ph.D mengawali paparannya dengan penegasan bahwa proses integrasi dan islamisasi merupakan suatu proses yang sama dan berlangsung secara terus menerus.
“On prosess.. Ada persoalan ndak masalah. Permasalahan sekuler, nggak masalah. Ini masalah peradaban yang keberhasilannya adalah 1 abad. Jadi jangan buru2 menilai atau menafikan. Jika ada yang menafikan, maka tidak bisa juga menafikan karena saat ini ada bidang ilmu yang sekarang ini merupakan produk Islamisasi, yakni Ekonomi Islam,” tuturnya.
Wakil Rektor di Universitas Darussalam Gontor tersebut juga menyatakan bahwasannya Islam merupakan Worldview (Pandangan Hidup), yakni visi tentang realitas dan kebenaran. Apa yang dilakukan manusia dalam kegiatan ilmiahnya sesungguhnya diasari dari cara pandang mengenai apa itu realitas dan kebenaran.
“Untuk melakukan islamisasi ilmu pengetahuan, perlu menguasai ilmu pengetahuan Islam. Dalam Islamisasi ilmu pengetahuan komtemporer, harus jelas obyek yang diislamkan. Tapi yang lebih penting adalah worldview subyek yang mengislamkan. Islamisasi adalah proses yang terdiri dari De-Westerniasi-Integrasi dan Purifikasi”, imbuhnya.
Beliau juga menegaskan bahwa Islamiasasi ilmu pengetahuan barat sekuler memerlukan kerjasama antara pakar studi Islam dan pakar ilmu pengetahuan modern. Selain itu, Islamisasi sains berbeda dari Islamiasasi teknologi.
Hasil SELEKSI BEASISWA FPSB
/in Arsip Pengumuman Agenda Kegiatan-out off date/by Widodo Hesti PurwantoroPENGUMUMAN HASIL SELEKSI BEASISWA FPSB UII
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Setelah mempertimbangkan hasil seleksi berkas, BTAQ, dan wawancara, kami ucapkan selamat kepada para pemenang beasiswa.
Kepada pemenang beasiswa berhak mendapatkan beasiswa dari FPSB UII selama 2 semester, dan mohon mengisi link berikut: https://forms.gle/tGYpVptwFjV5RqkQ9
Adapun waktu penyerahan beasiswa akan kami laksanakan secara daring pada:
Hari/Tanggal : Senin, 14 Desember 2020
Waktu : Pukul 15.30
Melalui Zoom Meeting dengan link:
https://uii.zoom.us/j/8785996872?pwd=VWJCYXhPcWhMcllsQzRmSlJmWHV4QT09
Meeting ID: 878 599 6872
Passcode: Bismillah
Demikian pemberitahuan ini, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Yogyakarta, 10 Desember 2020
Wakil Dekan FPSB UII,
Ttd.
Dr.Phil. Emi Zulaifah, M.Sc
Download :
DAFTAR PEMENANG BEASISWA FPSB UII
SURAT PERNYATAAN PENERIMA BEASISWA FPSB UII 2020
Meski Daring, Pertemuan Orangtua Mahasiswa FPSB Berjalan Lancar
/in Berita Sorotan/by Darzan Hanan MMeski dilakukan secara daring/online, kegiatan rutin Pertemuan Orangtua Mahasiswa (POTMA) Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII), Sabtu, 5 Desember 2020 berjalan lancar. Setidaknya, ada sekitar 795 orangtua/wali mahasiswa yang mendaftarkan diri untuk mengikuti kegiatan tersebut.
Secara keseluruhan pelaksanaan POTMA banyak kesamaan dengan penyelenggaraan pada tahun sebelumnya, bedanya adalah saat ini pelaksanaan POTMA dilakukan secara online/daring dengan tambahan sesi berupa penayangan video berjudul Surat Cinta Buat Orangtuaku yang ditulis oleh beberapa mahasiswa baru dan ditujukan kepada para orangtuanya. .
Dalam kesempatan tersebut juga diselenggarakan workshop parenting yang disampaikan oleh Irwan Nuryana Kurniawan, S.Psi., M.Si. Para orangtua tampak sangat antusias dalam mengikuti workshop tersebut. Bahkan beberapa mengharapkan ingin memperoleh materi sejenis pada lain kesempatan.
https://youtu.be/KOsRarzOX8Ihttps://youtu.be/vqLMpRJXBeU
Merahasiakan Amal Sholeh
/in Syiar Islam/by Widodo Hesti PurwantoroOleh : Ista Maharsi (Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Inggris FPSB UII) – – –
“Alhamdulillah…bisa sholat tahajud di sepertiga malam”
“Akhirnya khatam juga baca Al-Qur’an setelah berjuang setiap habis sholat fardlu membaca 8 halaman”
Read more
Pengumuman Seleksi Beasiswa FPSB UII
/in Arsip Pengumuman Agenda Kegiatan-out off date/by Darzan Hanan MUntuk informasi lengkap pengumuman seleksi beasiswa FPSB UII, bisa klik di sini.