Belajar Politik Islami dan Inspiratif dari Kampung
OLeh: Hasbi Aswar, S.IP., M.A., Ph.D—
Orang sering berpandangan bahwa saat ini politik itu harus kotor, harus punya uang, harus bisa berbohong, janji palsu dan pintar mempengaruhi orang dengan retorika politik. Orang juga berpandangan bahwa karena masyarakat sudah terbiasa dengan politik curang seperti ini, sehingga harapan politik yang sehat, berkualitas dan Islami sudah sangat jauh dari harapan. Bahkan sudah terkesan mimpi. Saya pun berpandangan seperti ini.
Tapi, peristiwa politik di kampung saya beberapa bulan terakhir dalam pemilihan kepala desa menyadarkan kekeliruan saya. Saya akhirnya berkesimpulan bahwa masih ada harapan berpolitik sehat itu, dan nurani masyarakat masih bersih jika berhadapan dengan politik yang bersih.
Memang susah mencari contoh bentuk dari politik bersih sekarang ini. Sama susahnya dengan mencari politisi yang betul – betul bersih dari penyelewengan kekuasaan. Salah satu faktor dari buruknya politik kita adalah mindset dari para elit yang mengejar kekuasaan hanya untuk kepentingan jangka pendek baik itu kekayaan atau popularitas semata. Sehingga, berbagai cara digunakan tak peduli halal haram. Sogok menyogok, memotong anggaran belanja, dan saling menjatuhkan adalah hal yang lumrah. Dengan budaya politik seperti ini wajar jika kualitas para elit politik menjadi sangat rendah secara intelektual dan moralitas.
Padahal jika merujuk pada ajaran Islam. Politik itu adalah bagian dari amar ma’ruf nahi munkar dalam level tertinggi “bil yad” mengubah kemungkaran dengan tangan. Sayangnya dalam banyak kasus, politik kita digunakan untuk memimpin kemungkaran.
Saya tinggal di salah satu desa terpencil di Sulawesi Selatan. Secara umum, dinamika politik di desa dari dulu juga kurang lebih sama jika menjelang pemilu. Para calon melakukan konsolidasi, memetakan dukungan, dan mengumpulkan dana untuk pemenangan. Para calon terkadang menjual Sebagian harta untuk ikut pemilu.
Tapi dalam pemilu periode 2022 kemarin, ada yang berbeda. Dari empat calon yang ikut dalam kontestasi, salah satu nya adalah seorang pemuda yang berstatus “imam kampung” yang tidak berpendidikan tinggi, dan bukan dari kalangan orang berduit. Sementara tiga yang lain, ada yang sarjana, keluarga mantan kepala desa, pegawai negeri sipil, dan aparat pemerintahan daerah. Tapi, yang berhasil menang adalah imam muda ini.
Padahal, jika melihat usaha para calon yang lain saat menjelang pemilu. Mereka rajin membuat berbagai acara untuk mengumpulkan masyarakat dengan makan – makan, dan mensponsori lomba tujuh belasan. Konon, ada calon yang sudah habis 70an juta selama proses menjelang pemilu.
Sementara si Imam muda, adalah orang yang sebelumnya diminta oleh kepala desa terdahulu untuk mengurusi acara – acara keagamaan dan diberikan amanah juga untuk memegang mobil Kesehatan desa yang tugasnya mengantar warga yang butuh bantuan transportasi ke klinik atau rumah sakit. Peran sosial yang dimainkan oleh imam ini lah yang akhirnya menjadi modal utama nya untuk menaklukkan hati masyarakat menjelang pemilihan kepala desa (Pilkades).
Setelah pendaftaran calon, semua mulai melakukan pemetaan kekuataan di berbagai dusun. Beberapa sudah mengeluarkan dana untuk pemenangan, termasuk memberikan kepada tokoh – tokoh kunci di masyarakat agar mau ikut mendukung. Sementara si Imam ini tidak punya dana untuk melakukan itu semua.
Tapi, kontribusi si Imam ini membuat tabungan sosialnya sudah banyak di masyarakat, sehingga yang terjadi adalah, para calon lain menghabiskan logistik, si imam ini mendapatkan logistik dari masyarakat yang mendukungnya. Sembako berdatangan, dana terkumpul bahkan sampai 10 jutaan.
Di akhir cerita, imam muda yang minim pendidikan, dan minim dana ini memenangkan pemilihan. Saat ini dia sudah sah menjadi kepala desa. Momen saat dia menang, masyarakat sujud syukur, menangis, bahkan mengadakan syukuran.
Seorang warga sempat berkata: “kalau ada caleg yang bawa duit untuk meminta dukungan, pasti saya ambil duitnya dan saya dukung. Tapi, pemilu kali ini saya tidak akan menerima duit dari siapapun karena saya hanya ingin memilih pak imam ini”.
Dari Kampung untuk Negara
Cerita politik di kampung saya ini mengubah persepsi saya tentang realitas politik hari ini yang sudah sangat mengecewakan. Pilkades ini mengajarkan banyak hal tentang politik yang ideal dan Islami.
Jika ada yang mengatakan, politik itu harus selalu mahal dan menghabiskan banyak uang. Pak imam muda ini membuktikan, uang tidak mutlak. Investasi yang penting malah nilai sosial atau kontribusi di masyarakat.
Saat masyarakat sudah menilai seseorang memiliki kualitas baik, amanah, berkontribusi maka dia akan mendapatkan cinta dan penghormatan dari masyarakat.
Orang seperti ini, meskipun dia tidak menjadi pemimpin, pada hakikatnya dia telah menjadi pemimpin di hati masyarakat. Mendaftar menjadi pemimpin hanyalah tinggal formalitas belaka sebab masyarakat akan pasti mendukung dia.
Sementara uang, masyarakat yang melihat para calon yang hanya suka menghamburkan uang, melalui berbagai sogokan – sogokan, ditambah minus kontribusi di masyarakat, hanya akan menambah antipati masyarakat. Hanya menunggu hari pemilu saja, untuk melihat kekalahan telak dari orang – orang seperti ini.
Tidak salah jika nabi Muhammad SAW dalam banyak sabdanya menyampaikan bahwa: “Orang yang paling baik diantara kalian adalah yang paling bermanfaat terhadap umat Manusia”.
Sementara kemenangan pak imam ini pula membuktikan sabda nabi yang lain bahwa:
“Sebaik-baiknya pemimpin adalah mereka yang kamu cintai dan mencintai kamu, kamu berdoa untuk mereka dan mereka berdoa untuk kamu. Seburuk-buruk pemimpin adalah mereka yang kamu benci dan mereka membenci kamu, kamu melaknati mereka dan mereka melaknati kamu.” (HR Muslim).
Mengamati kisah politik inspiratif ini, saya jadi optimis terhadap masa depan politik di Indonesia bahwa di tengah banyak elit politik yang mengecewakan, ada banyak lainnya yang masih berjuang dengan cara yang benar. Di sisi yang lain, masyarakat juga tidak selamanya buruk dan hanya menunggu duit. Sebab, buktinya nurani masyarakat juga masih suci bersih dan akan selalu terbuka terhadap sosok – sosok calon pemimpin yang memiliki hati suci, tulus dan betul – betul mencintai rakyatnya.