Cara Islam Mencegah Kejahatan Jalanan

OLeh : Mira Aliza Rachmawati, S.Psi, M.Psi (Dosen Psikologi FPSB UII)—–

Jogyakarta terkenal sebagai kota pendidikan dan sudah disematkan sejak sebelum kemerdekaan. Dari berbagai sumber didapatkan informasi bahwa alasan kota Jogjakarta sebagai kota pendidikan karena banyaknya pelajar maupun mahasiswa dari luar kota yang sekolah di kota Jogyakarta.  Sayangnya, Jogja juga tidak absen dari perilaku kejahatan sebagian pelajar yang dikenal dengan sebutan klitih.  Apakah kemudian julukan tersebut menjadi memudar akibat perilaku brutal yang dilakukan oleh sebagian pelajar di kota Jogjakarta tersebut?

Perilaku klitih yang semakin merajalela di Jogyakarta dilakukan oleh remaja yang masih berstatus pelajar SMP maupun SMA. Dari berbagai sumber berita di internet maupun media massa disebutkan bahwa setiap bulan perilaku klitih hampir terjadi di kota pelajar ini. Sumber dari Polda DIY menyebutkan data adanya kecenderungan peningkatan kasus pada tahun 2021 dibandingkan tahun 2020. Bahkan dalam kurun waktu bulan Januari hingga April 2022 Jogja Police Watch (JPW) yang dikutip dari media daring yogya.inews.id mencatat telah terjadi 12 perilaku klitih di Jogyakarta. Diantara perilaku klitih yang dilakukan oleh pelajar tersebut menyebabkan korban meninggal dunia akibat terkena sabetan benda tajam.

Istilah klitih sebagaimana yang dapat ditemukan pada media daring Wikipedia, pada awalnya memiliki makna netral yaitu sebuah aktivitas yang dilakukan pada malam hari untuk menghilangkan rasa penat. Namun demikian, saat ini istilah klitih mengalami pergeseran makna yaitu perilaku kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang bukan hanya menyakiti kelompok musuh namun juga menyasar pada masyarakat umum. Pelakunya pun adalah pelajar SMP maupun SMA yang notabene masih berusia sekitar 12-17 tahun.

Usia 12-17 tahun menurut teori perkembangan Erikson berada pada fase tahap perkembangan remaja. Pada tahap ini, remaja berada dalam kategori pencarian jati diri. Remaja berada pada masa transisi antara dunia anak dan dunia dewasa, dimana pada tahapan ini remaja merasa bukan lagi anak-anak namun ia juga belum mampu mandiri sebagaimana seorang dewasa. Oleh karena itu pada tahapan ini remaja sedang mengalami krisis identitas yang mempengaruhi dirinya ketika dewasa. Kesuksesan pada tahapan ini akan dapat membawa dirinya pada kemampuan untuk memenuhi standar kelompok atau masyarakat, namun kegagalan akan menyebabkan kebingungan dan rasa diri yang buruk.

Pada masa ini, remaja mulai menjauh dari orangtuanya dan lebih percaya kepada teman-teman sebayanya. Remaja mulai ikut-ikutan tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh teman-teman sebayanya, bukan hanya perilaku positif namun juga negatif. Remaja lebih banyak dipengaruhi oleh aturan-aturan yang ditetapkan oleh kelompoknya, sehingga menyebabkan remaja memiliki dorongan yang kuat untuk dapat mengikuti aturan kelompok. Hal ini dilakukan agar ia dapat diterima oleh kelompoknya sebagai bagian dari anggota kelompok tersebut, meskipun perilaku kelompok tersebut negatif.

Perilaku demikian disebut dengan konformitas, dimana remaja mencoba mengikuti norma-norma kelompoknya agar diterima oleh kelompoknya meskipun sebetulnya ia merasa tidak cocok dengan norma yang ada di dalam kelompok tersebut. Fenomena klitih di Jogyakarta merupakan salah satu bagian dari perilaku konformitas pada remaja yang mengarah pada tindakan kenakalan remaja bahkan perilaku kriminal.

Bagaimana Islam memandang perilaku klitih?

Perilaku klitih dalam istilah psikologi merupakan bagian dari perilaku agresif. Perilaku agresif dapat berupa agresi verbal, agresi fisik dan agresi non verbal. Agresif verbal berupa perkataan kasar, mengancam, berteriak,  yang ditujukan untuk melukai orang lain, agresif fisik berupa perilaku yang melibatkan aktivitas fisik seperti menendang, memukul, mencubit, dan sebagainya, sedangkan agresif non verbal berupa Perilaku agresif dapat menyebabkan korban mengalami luka pada bagian fisik maupun luka batin. Dalam pandangan Islam perilaku agresif dapat ditemukan dalam ayat Al Qur’an surat Al Hujurat ayat 11 sebagaimana dari tafsir online yang didapatkan oleh penulis sebagai berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”

Ayat tersebut dapat ditafsirkan sebagaimana dalam tafsir online sebagai berikut, bahwa orang mukmin itu adalah bersaudara dan harus menjaga persaudaraan tersebut. Tidak boleh antar mukmin saling mengolok-olok satu sama lain. Sesama orang mukmin tidak boleh saling mencela, mengolok-olok, berprasangka buruk, tidak boleh bergunjing satu sama lain. Dan barang siapa yang tidak bertobat maka tergolong orang-orang yang zalim.

Sebagai seorang remaja muslim, wajib baginya untuk menjaga sikap dan perilakunya dari tindakan-tindakan yang negatif. Wajib bagi remaja muslim untuk dapat menjaga pergaulannya dan memiliki adab yang baik terhadap temannya sebagaimana dikutip di dalam buku Akidah Akhlak dari Kemenag tahun 2020 bahwa terhadap sesama muslim yang lain diantaranya adalah menjaga nama baiknya, tidak memperolok-oloknya, tidak bermusuhan kepadanya, menjaga tali silaturahim, membawa kebaikan dalam pergaulan dan memberikan suasana yang aman dan nyaman kepadanya.

Apa yang menyebabkan dan bagaimana solusinya?

Fenomena klitih yang menjamur di Jogyakarta memang sangat meresahkan bagi warga Jogyakarta dan tentu saja bagi para pendatang yang memiliki keinginan untuk sekolah atau studi lanjut di Jogyakarta. Fenomena klitih yang melanda di kota Jogyakarta dilakukan oleh sejumlah pelajar dengan status pelajar SMP maupun SMA yang notabene masih dalam tahap pencarian jati diri. Dimana pada usia ini, remaja masih rentan dan mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi remaja melakukan tindakan klitih pertama adalah faktor keluarga. Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama di mana remaja mendapatkan pendidikan dan pengasuhan. Orangtua merupakan faktor pertama yang mempengaruhi remaja untuk tumbuh dan berkembang. Melalui ikatan yang kuat antara orangtua dan anak maka anak akan menginternalisasi nilai-nilai yang didapatkan dari orangtua.

Orang tua memiliki peranan yang penting bagi perkembangan remaja serta orangtua memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak-anaknya dengan baik. Sebagaimana tertuang dalam Al-Qur’an Surat At-Tahrim ayat 6 sebagai berikut:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ – ٦

Artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”

Makna dari ayat di atas dapat dipahami dari tafsir online sebagai berikut bahwa orangtua memiliki kewajiban untuk memelihara diri dan keluarganya dari api neraka dengan cara mentaati apa yang diperintahkan oleh Nya dan menjauhi larangan-larangan Nya agar tidak masuk ke api neraka. Oleh karena itu, tanggung jawab orangtua sangat berat, yaitu menjaga keluarga dari siksa api neraka dengan cara menjadi orangtua yang bertanggung jawab serta memiliki pola asuh yang sesuai untuk keluarganya.

Oleh karena itu, pola asuh yang dikembangkan oleh orangtua dapat mempengaruhi hubungan anak dengan orangtua. Adapun pola asuh orangtua yang penuh dengan kehangatan, pola komunikasi yang efektif, kualitas interaksi yang baik, membuat remaja menjadi tumbuh dengan positif dan berkembang dengan baik. Sedangkan pola asuh orangtua yang penuh dengan tekanan, tidak menghargai remaja, memberikan judgment negatif serta memiliki pola komunikasi satu arah terhadap remaja menyebabkan remaja menjadi tidak nyaman tinggal di rumah dan memiliki pola interaksi satu arah saja sehingga remaja tidak terbuka kepada orangtuanya dalam segala hal. Begitu pula pola asuh yang membiarkan, tidak ada aturan ataupun batasan yang jelas membuat remaja tumbuh menjadi remaja yang tidak memiliki aturan dan bahkan cenderung bertindak secara bebas.  Hubungan orangtua dan anak yang positif maka akan membuat remaja tumbuh dengan positif, sedangkan ketika hubungan orangtua dan anak yang negatif maka remaja akan tumbuh negatif pula.

Berdasarkan data di lapangan yang dapat ditemukan oleh penulis, ternyata lima dari tujuh pelaku klitih berasal dari keluarga broken home. Keluarga broken home merupakan keluarga di mana ayah maupun ibu sudah tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya karena faktor sosial maupun ekonomi. Ayah kehilangan sosoknya sebagai penyokong ekonomi keluarga, sedangkan ibu tidak dapat berfungsi sebagai pendukung bagi keluarga sehingga tidak mampu menjalankan peran sebagai tempat pendidikan pertama bagi anak-anaknya karena kurang tercukupinya ekonomi keluarga.  Akibatnya anak tidak memiliki figur yang baik di dalam keluarganya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rao dan Singh (2021) dengan judul Broken Families and Impact on Juvenile Delinquency disimpulkan bahwa remaja yang berasal dari keluarga broken home perilaku kenakalan remaja semakin meningkat.

Bagaimana cara orangtua dapat mencegah remaja melakukan tindakan klitih?

Remaja merupakan usia rentan sehingga orangtua wajib memahami perkembangan di usia ini. Secara perkembangan, mereka tergolong individu yang memiliki emosi tidak stabil, mudah marah dan mudah terbawa oleh suasana alias baper. Setiap ada masalah, bisa jadi ia akan memendam perasaan yang dimilikinya atau malah sebaliknya meluapkan kemarahan tersebut dengan tidak tepat. Orangtua wajib menjadi sahabat bagi remaja, tidak menggurui dan tidak berbantah-bantahan terhadap mereka. Ketika remaja menghadapi masalah, maka ia akan terbuka datang kepada orangtua untuk menceritakan masalah yang dihadapinya dan akan mendapatkan solusi yang tepat atas masalahnya. Oleh karena itu, membangun komunikasi yang baik, penuh dengan kehangatan, serta tidak memberikan judgement akan membuat remaja merasa diterima oleh orangtuanya sehingga akan terhindar dari tindakan atau perilaku yang kurang sesuai. Perkembangan sosial juga mengarahkan remaja untuk melakukan aktivitas bersama dengan teman-teman sebayanya. Oleh karena itu, orangtua sebaiknya mengarahkan dan mendukung remaja untuk mengikuti kegiatan atau komunitas positif yang ada di sekolah maupun di luar sekolah. Komunikasi efektif dan positif menjadi faktor penting bagi orangtua untuk menjaga remaja dari tindakan yang negatif.

Faktor berikutnya adalah teman sebaya, di mana remaja sangat dipengaruhi oleh teman sebaya baik itu pengaruh positif maupun negatif. Remaja cenderung lebih dekat dengan teman sebaya dibandingkan dengan keluarganya.

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

“Perumpamaan kawan yang baik dan kawan yang buruk seperti seorang penjual minyak wangi dan seorang peniup alat untuk menyalakan api (pandai besi). Adapun penjual minyak wangi, mungkin dia akan memberikan hadiah kepadamu, atau engkau membeli darinya, atau engkau mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, mungkin dia akan membakar pakaianmu, atau engkau mendapatkan bau yang buruk”. (HR. Bukhari dan Muslim dalam dppai.ac.id)

 

Apa makna yang terkandung dalam hadis di atas? Sebagaimana dikutip dari Pratiwi, Sugiatno, Carolina (2021) dalam penelitiannya yang berjudul “Peran Teman Sebaya dalam Pembentukan Akhlak Anak: Studi di MTs Muhammadiyah Curup” yaitu bahwa penting bagi remaja untuk memilih teman yang sesuai, ketika remaja bersahabat dengan teman yang kasar dan berperilaku kurang tepat maka ada kemungkinan remaja akan berperilaku sama dengan temannya tersebut.

 

Begitu pula ketika remaja berteman dengan teman yang kurang mampu mengendalikan emosinya maka ia pun juga akan memiliki perilaku yang sama. Sebaliknya ketika remaja berteman dengan teman yang positif maka akan menyebabkan remaja tersebut memiliki perilaku positif pula. Konformitas merupakan hal yang sangat mahfum terjadi pada remaja, konformitas merupakan perilaku dimana remaja mengikuti aturan-aturan yang terjadi pada kelompoknya agar mereka mendapatkan pengakuan dari kelompoknya. Termasuk diantaranya adalah perilaku klitih.  Oleh karena itu, pengaruh dari teman sebaya sangat besar bagi perkembangan remaja termasuk adalah perilaku kenakalan remaja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa wajib bagi remaja muslim untuk menjalin hubungan dengan teman yang membawa kepada kebaikan bukan kepada kemudharatan.

 

Kedua faktor di atas adalah penyebab paling utama bagi remaja agar dapat bersikap serta berperilaku secara positif. Ketika dua faktor di atas berkembang dengan positif maka remaja akan terhindar dari sikap dan perbuatan yang tidak diharapkan terutama adalah perilaku klitih. Keluarga dapat menjadi tempat yang nyaman bagi remaja untuk dapat berkembang dan tempat dimana remaja dapat mencurahkan segala problematika yang dihadapinya dengan baik.

Referensi:

Pratiwi, N.,  Sugiatno, Carolina, A. (2021). Peran Teman Sebaya dalam Pembentukan Akhlak Anak: Studi di MTs Muhammadiyah Curup. Jurnal Al – Mau’izhoh E – ISSN 26849410 Vol. 3, No. 1, Juni, 2021

Rao, R., Singh, G. 2021. Broken Families and Impact on Juvenile Delinquency. International Journal of Humanities and Social Science Invention (IJHSSI). ISSN (Online): 2319 – 7722, ISSN (Print): 2319 – 7714 www.ijhssi.org ||Volume 9 Issue 5 Ser. III || May 2020 || PP33-38

Sutton, J. (2021). Erik Erikson’s Stages of Psychosocial Development Explained. https://positivepsychology.com/erikson-stages/, diakses pada 19 Mei 2022