HI Kaji Kontestasi Politik Luar Negeri dan Perkembangan Islam di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Semestinya Indonesia memiliki posisi penting dan strategis bagi dunia. Namun demikian, kenyataannya saat ini kita masih lemah atau hanya memiliki kontribusi sedikit bagi dunia. Untuk menjadi negara yang diperhitungkan,  kita mesti punya rasa percaya diri, rasa mandiri dan juga daya tahan terhadap berbagai ujian/cobaan. Kita harus memanfaatkan situasi yang penuh perubahan pada tingkat lokal maupun global. Kita harus mempunya karakter baru, etika baru yang bersifat global. Ke depan kita harus bisa memberikan kontribusi besar dan solusi pada permasalahan dunia.

Demikian dismapaikan oleh H.E. Dr. K.H. Abdul Wahid Maktub (Duta Besar Indonesia untuk Qatar periode 2003-2007) pada kegiatan Public Lecture: Kontestasi Politik Luar Negeri dan Perkembangan Islam di Indonesia yang diselenggarakan oleh Prodi Hubungan Internasional  (HI) Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII), Kamis, 7 Juli 2022.

Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa dunia saat ini ada pada kondisi VUCA (Volatile, Uncertain, Complex, Ambiguous) yang  kadang membuat kita melakukan misunderstanding, mis-conception, mis-interpretation dan bahkan juga mis-calculation policy. Karena begitu komplek. Banyak masalah yang dapat terindetifikasi dan juga yang tidak teridentifikasi (sifatnya sudah beyond metafisik).

“Bagaimana ke depan kita bisa memberikan kontribusi dan solusi dengan fenomena jaman yang cepat berubah, tidak menentu, komplek dan ambigu. Sehingga tidak jarang aktor2 dunia internasional sering melakukan kesalahan-kesalahan hitung dikarenakan banyaknya variabel atau pemikiran atau informasi yang harus diolah menjadi satu keputusan. Sehingga tidak jarang orang mengalami rotasi. Sudah mulai ada semacam pergeseran/perputaran. Dan ke depan mestinya Indonesia bisa memanfaatkan perubahan-perubahan yang terjadi. Semoga ke depan negara kita memiliki konsep baru, visi baru dan pemahaman baru yang dinantikan dunia”, tuturnya.

Beliau juga menambahkan bahwa saat ini banyak sekali permasalahan yang metafisik. “Mulailah menghitung dimensi-dimensi yang bersifat non fisik. Tidak semata-mata menghitung aspek yang fisik saja. Tentu ini memerlukan kombinasi antara intelektual power dan spiritual power, karena spiritual power ini ada yang sifatnya beyond atau menembus batas. Oleh karenanya sebagai muslim jangan sampai meninggalkan doa. Manusia itu lemah sekali (dalam Al Quran). Keragaman yang ada mestinya tidak lagi disikapi sebagai ancaman, melainkan sebagai blessing untuk melakukan komunikasi dan kolaborasi secara masif”, tambahnya.

Terkait adanya pengaruh luar yang masuk ke Indonesia, beliau mengajak untuk waspada dan justeru mempengaruhi nilai yang mau ke Indonesia untuk bisa di Indonesiakan. Pluralisme yang ada di negeri ini pun diharapkan bisa menjadi sebuah harmonisasi yang bagus sehingga menarik orang asing belajar ke Indonesia..

“Saya berharap dari UII akan lahir pemikir yang tidak hanya menjadi konsumen, tapi menjadi produsen. Pemikiran terhadap hubungan dan tatanan dunia yang baru. Saya melihat UII punya potensi itu. Terutama dari sisi Islam rahmatan lil ‘alamin. Karena selama ini menjadi agama yang paling salah dipahami dan disalahgunakan. Kita perlu tampil untuk meluruskan pemahaman dan praktik yang salah. Sehingga mudah akan memberikan sumbangan yang sangat signifikan”, pungkasnya