“Sebagai bagian dari masyarakat, saya sangat prihatin atas kualitas tayangan televisi saat ini yang kurang mendidik. Semoga mahasiswa komunikasi FPSB UII kelak bisa menjadi agent of change (penggerak perubahan) khususnya memiliki peran kontrol pada tayangan televisi. Semoga kuliah bersama mas Haikal ini bisa menjadi bekal saat menjalani kuliah dan saat Anda lulus menjadi seorang praktisi ”. Demikian harapan Dekan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) saat memberikan sambutan dalam acara kuliah umum Prodi Ilmu Komunikasi bertema ‘Switch on your television and light up your mind’, Selasa, 29 September 2015 di R. Auditorium FPSB UII. Hadir sebagai pamateri adalah Muhammad Haikal yang saat ini mendapat kepercayaan sebagai koordinator sebuah pusat media dan komunikasi, Remotivi.
“Seorang komunikasi (maksudny: mahasiswa/alumni komunikasi) hasilnya karyanya harus dipertanggungjawabkan pada publik, karena hasil karya tersebut akan sangat berdampak pada masyarakat, seperti halnya tayangan/konten televisi”, ungkap pemilik sapaan Haikal tersebut. Lebih jauh Haikal mengajak agar masyarakat memiliki kepedulian terhadap tayangan televisi. Maksudnya, masyarakat juga mau menilai kelayakan tayangan televisi saat ini dan mempunyai greget untuk melaporkan tayangan televisi yang tidak tepat (mengandung kekerasan, seksisme, setereotyping kelompok rentan, melanggar privasi, dll) kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Jika dulu masyarakat kurang antusias untuk melaporkan ke KPI karena merasa kurang mendapat respon, maka saat ini ada aplikasi yang akan mempermudah masyarakat dalam melaporkan setiap konten siaran televisi yang kurang tepat/melanggar kode etik siaran berbasis aplikasi android, Rapotivi.
Kehadiran Rapotivi di tengah-tengah tayangan televisi yang saat ini kurang bermutu (kurang edukatif, hanya mengejar rating-iklan) tentu diharapkan mampu memfasilitasi masyarakat luas untuk menyampaikan aduannya kepada KPI. Menurut Haikat, aduan yang masuk melalui aplikasi tersebut secara berkala akan disampaikan kepada KPI secara langsung. Tidak itu saja, pihak pengirim pun akan mendapat notifikasi perihal laporannya, sedang diproses, diverifikasi atau pun ditolak karena tidak berdasar/tidak melanggar UU siaran.
“Kenapa kita harus peduli pada tayangan televisi? Yah, karena mereka memaki frekuensi milik publik untuk melakukan siaran, dimana pengelolaan frekuensi tersebut menggunakan uang pajak kita. Karena menggunakan frekuensi dan uang pajak kita itulan maka mereka wajib menyediakan tayangan yang baik dan bermanfaat bagi publik,” tambah Haikal.
Dalam kesempatan tersebut, Haikal juga banyak memberikan contoh-contoh konten tayangan televisi yang melanggar UU serta kode etik siaran, seperti penayangan iklan rokok yang dikemas dalam bentuk beasiswa, komposisi yang kurang tepat antara jumlah siaran untuk anak-anak, maupun orang dewasa (gosip), sentralisasi daerah siaran, pemberitaan calon presiden tahun 2014 yang kurang seimbang, dan masih banyak lagi.