MEMAKNAI KEHILANGAN

Oleh: Sulasmi—

“Sesungguhnya segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali pada-Nya”.

Kehilangan adalah hukum alam, bahwa apa yang kita miliki adalah titipan, tidak akan kekal selamanya. Setiap orang tentu pernah mengalami kehilangan, kehilangan barang, kehilangan kesempatan maupun kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidup kita. Tulisan ini sebagai ungkapan hati untuk mengurai beban yang sudah cukup menyesakkan hati “Kehilangan orang-orang yang kita cintai”. Kehilangan yang berturut-turut membuat kita seakan tidak berdaya baik hati, perasaan, fisik, bahkan pikiran.  Kita hanya dapat bersimpuh dihapan Allah dan bertanya “Sudah dekatkah giliran hamba menghadap-Mu ya Allah?, satu per satu saudara dan orang-orang terdekat hamba engkau kehendaki menghadap-Mu?”. 

Pertanyaan ini selalu terngiang di telinga setiap ada saudara yang meninggal, walaupun kita yakin bahwa rezeki, jodoh, hidup dan mati itu adalah sudah menjadi kuasa Allah, dan semua yang bernyawa akan mengalaminya, Qur’an Surat Al-Anbiya ayat 35 yang berbunyi sebagai berikut:

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” 

Di masa pandemi ini banyak keluarga yang mengalami kehilangan anggota keluarganya. Ada yang karena terpapar virus covid 19 maupun karena sebab lain. Tahun 2021 lebih tepatnya setelah hari raya Idul Fitri tahun 2021 sampai dengan Ramadhan tahun 2022 ini, satu per satu dari saudara kami Allah panggil untuk menghadap Nya, dua saudara kandung, satu saudara ipar dan satu keponakan, semua meninggal karena penyakit yang diderita bukan karena covid. Perasaan sedih karena kehilangan muncul pikiran dalam benak kita seakan-akan maut itu sangat dekat dengan kita dan pertanyaan “gek-gek sedelo meneh giliranku (jangan-jangan sebentar lagi giliran saya)”, dari situ muncullah rasa menerima dan pasrah tapi ada juga rasa tidak ridho, apalagi jika mengingat ditinggalkan keponakan saya yang masih muda dan meninggalkan anak yang masih kecil – kecil. 

Saya berusaha memaknai kehilangan tersebut dengan mengambil hikmah dari apa yang telah terjadi, karena dibalik suatu peristiwa pasti ada hikmahnya, kematian atau kehilangan yang berturut-turut tentu ada hikmah yang dapat kita ambil, dan Allah tidak akan memberikan ujian pada hambanya sesuai dengan kemampuannya. Kemampuan menghadapi dan menyelesaikan ujian dengan ikhlas dan sabar bahwa semua sudah Allah kehendaki. Firman Allah (QS. Ali Imran: 145)

وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلًا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الْآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ

Setiap yang bernyawa tidak akan mati melainkan atas izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan pahala dunia itu kepadanya, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, niscaya Kami berikan pula pahala akhirat itu kepadanya. Dan kami akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur.

Memaknai kehilangan karena kematian bagi saya adalah berangkat dari pikiran bahwa ternyata maut itu sangat dekat dengan kita, maka kita harus selalu siap sewaktu-waktu dihampiri (maut).  Kisah Nabi Muhammad pada saat kehilangan putra-putranya yang sangat dicintainya yang di kutip dari Dream Online, wafatnya Al-Qasim dan Abdullah meninggalkan luka yang mendalam di hati beliau Nabi Muhammad dan Istrinya Sayyidah Khadijah. Demikian juga saat Nabi Muhammad kehilangan putranya Ibrahim dari istrinya Mariyah Al-Qibtiyyah, wafat di usianya yang masih sangat kecil, air mata Nabi Muhammad pun tumpah di pipinya. Tidak kuasa menahan Tidak kuasa menahan sedih setelah yang dikasihinya pergi meninggalkannya. Perasaan Nabi sebagai seorang ayah terguncang karena kematian putranya. Namun kata Nabi kepada Abdurrahman bin Auf.

“Mata boleh berlinang, tetapi hati tetap khusu’. Memang kami bersedih atas dirimu, Ibrahim, tetapi kami tidak mengucapkan kata-kata selain yang diridhai,” 

Meningkatkan  amal ibadah untuk memaknai suatu kehilangan insyaallah akan lebih bermanfaat dan bermakna, daripada harus meratapinya dengan kesedihan yang berkepanjangan. Upaya untuk meningkatkan ketakwaan dengan meningkatkan amal dan ibadah yang terimplementasi dalam kehidupan kita sehari-hari. Bersyukurlah jika Allah memberimu ujian hidup, karena dengan demikian, Allah memberikanmu kesempatan untuk berubah menjadi manusia yang lebih baik lagi, dan Allah tidak akan memberikan ujian yang melebihi kemampuan hambanya.