Gandeng AJI Jogja, Prodi Ilmu Komunikasi Diskusikan Independensi Media Lokal di Yogyakarta
Bekerjasama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, Prodi Ilmu Komunikasi (Ilkom) Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar diskusi secara luring bertema “Potret Independensi Media Lokal di Yogyakarta”, Kamis, 16 Juni 2022 di Kampus UII Jl. Cik Di Tiro No 1 Yogyakarta.
Diskusi menghadirkan 3 narasumber, yakni Paulus Tri Agusng Kristanto (Anggota Dewan Pers), Masduki (Dosen Prodi Ilmu Komunikasi FPSB UII) dan juga Gilang Jiwana Adikara (Dosen Universitas Negeri Yogyakarta). Sedangkan moderator diampu oleh Pito Agustin.
Sinta Maharani selaku ketua AJI Yogyakarta dalam sambutannya menerangkan bahwa diskusi tersebut dilatarbelakangi tidak adanya media lokal yang tertarik untuk mengikuti liputan kolaborasi terkait kasus penyerobotan tanah kas desa, tambang pasir besi di Kulonprogo serta penyerobotan lahan di Jateng. Kondisi tersebut menjadikan AJI menggandeng Gilang Jiwana Adikara untuk melakukan penelitian.
“AJI membudayakan liputan investigasi untuk mempertahankan independensi”, tuturnya.
Sementara Gilang Jiwana Adikara dalam kesempatan tersebut menyampaikan hasil penelitiannya terkait independensi media dengan melibatkan KR, Tribun dan Harian Jogja sebagai subyeknya.
Sedangkan Paulus Tri Agung Kristanto menuturkan bahwa selama kraton berkuasa, maka independensi tidak akan banyak terpengaruh. Hal ini juga berlaku di Bali maupun di Sumatera Barat. Sehingga Paulus Tri Agung Kristanto sangat bisa memahami apa yang menjadi hasil penelitian dari Gilang Jiwana Adikara.
“Saat ini media pada situasi yang sangat2 tidak mudah. Dimana menegakkan independensi seperti menegakan benang basah”, timpalnya.
Hampir senada dengan Paulus Tri Agung Kristanto, Masduki menilai sangat penting adanya kolaborasi antara media pers dengan akademisi. Melalui paparan materinya yang berjudul “Membaca Kebebasan Pers di Yogyakarta”, Masduki menambahkan bahwa pada akhirnya nasib sebuah berita itu hanya ditentukan oleh uang. “Ketika negara atau sultan itu bisa mengontrol uang, maka bisa negara atau kraton bisa mengontrol konten media tersebut. Kraton bermetamorfosa menjadi pusat kendali keuangan. Dengan begitu ketergantungan media kepada kraton masih ada”, tuturnya.
Masduki juga menambahkan bahwa kebebasan pers yang baik adalah adanya media lokal yang lebih banyak daripada media yang memiliki jaringan