BERJEJARING DALAM DUNIA KERJA DI MASA PANDEMI COVID-19

OLeh: Nur Pratiwi Noviati, S.Psi, M.Psi.——–

“Duh, gara-gara pandemi semua kolegaku jadi susah dihubungi”

“PPKM membuat banyak pekerjaan dan karirku terhambat”

Ungkapan ini mungkin menjadi semakin sering kita dengar ketika kita mengalami masa pandemi COVID-19. Hal ini menunjukkan bahwa membangun hubungan dengan pihak lain dalam dunia kerja menjadi penting. Bekerja dalam membangun karir sebenarnya tidak hanya berbicara mengenai kompetensi dan kualitas diri seseorang saja. Namun lebih dari itu, bagaimana seseorang dapat membangun jejaring (networking) sehingga dapat memberikan manfaat baik bagi diri sendiri maupun orang yang ada di lingkungannya. Membangun jejaring memiliki nilai yang penting bagi manusia modern saat ini. Kompleksitas yang dihadapi dalam kehidupan saat ini baik dalam ruang lingkup sehari-hari maupun dalam dunia kerja memaksa kita untuk selalu berhubungan dengan pihak lain.

Kondisi saat ini seluruh masyarakat di dunia mengalami hal yang sama menghadapi pandemi COVID-19. Kondisi tersebut mendorong pemerintah untuk menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di wilayah Indonesia guna mengendalikan penyebaran virus corona dan upaya dalam menjaga masyarakat dari kerusakan yang bisa disebabkan oleh pandemi. Perintah untuk tidak menjerumuskan diri pada kerusakan pun disebutkan dalam QS al-Baqarah ayat 195 berikut ini.

Artinya: Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik (Q.S. al-Baqarah: 19)

Pada ayat tersebut terdapat seruan wa la tulqu bi aidikum ila at-tahlukah, seruan tersebut memiliki makna umum yang bisa dipahami sebagai seruan agar umat Islam tidak menjerumuskan diri pada bahaya dan hal yang merusak dalam bentuk apapun (Mursyid, 2020). Surah ini, khususnya pada bagian wa la tulqu bi aidikum ila al-tahlukah, juga dijadikan MUI sebagai salah satu dalil dalam fatwa di masa Pandemi Covid-19 (Mursyid, 2020).

Meskipun penerapan PPKM memiliki tujuan untuk kebaikan, namun pada sisi lain juga memberikan dampak bagi banyak pihak. Para pelaku bisnis dan industri termasuk salah satu pihak yang merasakan dampaknya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya, pada pelaksanaan kegiatan sektor non-esensial memberlakukan sebagian pekerja ada yang masih bekerja dari rumah, serta kebijakan lain yang pada akhirnya setiap orang terbatas dalam berinteraksi secara langsung satu sama lain. Meskipun begitu setiap orang tetap harus tetap menjalin hubungan guna mencapai tujuan pengembangan profesional, atau dengan kata lain disebut sebagai berjejaring (Qureshi & Saleem, 2016).

Pentingnya membangun jejaring

 Berjejaring memberikan manfaat bagi karir dan pekerjaan. Manfaat yang diperoleh dari membangun jejaring, diantaranya yaitu dapat saling membantu satu sama lain, bertukar ide, menumbuhkan rasa percaya diri, membuka peluang baru, memberikan dan menerima hal positif. Keberhasilan karir apapun juga dipengaruhi oleh strategi jaringan yang diterapkan (O’Leary & Ickovics, 1992). Berjejaring biasanya melibatkan kontak dengan berbagai rekan kerja untuk tujuan saling menguntungkan. Secara umum, interaksi baik dalam jaringan formal maupun informal juga memberikan visibilitas yang cukup yang mendukung promosi organisasi (Parker & Fagenson, 1994).

Berjejaring merupakan bagian dari aktivitas silaturrahmi. Silaturrahmi merupakan muamalah yang sederhana dan fundamental. Dalam Al-Qur’an kata takwa dan silaturrahim selalu dirangkai bersama, sehingga dapat diartikan bahwa silaturrahmi merupakan salah satu karakteristik bagi orang-orang yang beriman. Hal tersebut juga tertuang dalam hadis (Cahyana, Aeres & Fahmi, 2021).  Silaturahmi memiliki arti yang sangat universal, yaitu segala perbuatan baik yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain dalam bentuk materil dan moral, tidak diketahui istilah dan bentuknya, tergantung pada perkembangan keadaan dan kondisi yang ada. Apa yang disebut siilaturrahim dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari adalah bahwa rahim tetap ada meskipun dipotong. Oleh karena itu, menjalin silaturahmi tidak sekadar pergi ke rumah tetangga atau saudara untuk bertemu dan menyapa. Namun menjalin hubungan dengan kasih sayang dengan saudara, teman ataupun kerabat (Isnawati, 2014).

Menjalin silaturahmi bukanlah hal yang sepele dalam Islam. Banyak perintah Islam mengatur hubungan di antara individu dan masyarakat. Misalnya jual beli tidak boleh merugikan, utang dan piutang tidak boleh mengandung unsur riba, dan masih banyak bentuk hubungan lain yang diatur dengan baik oleh Islam. Semuanya memiliki satu tujuan agar bentuk hubungan tidak berakhir dengan putusnya hubungan antar manusia. Hal tersebut tertuang dalam hadis shahih Bukhari “Menceritaknnya kepada kami Ibnu Katsir, telah mengabarkan kepada kami sufyan dari al- A’masy dan al-Hasan bin Amr, serta fitr dari mujahid dari Abdullah bin Amr, Sufyan berkata dan sulaiman tidak menisbatkan perkataan tersebut kepada Nabi sedangkan Fitr dengan Hasan menisbatkannya kepada beliau. Ia Rasulullah SAW“Orang yang menyambung bukanlah orang yang membalas kebaikan orang, akan tetapi ia adalah orang yang apabila hubungan kekerabatannya diputuskan maka ia menyambungnya” (Cahyana, Aeres & Fahmi, 2021).

Membangun silaturahmi guna berjejaring membutuhkan usaha dan keterampilan khusus yang mendukung. Silaturahmi dalam berjejaring tidak hanya harus mampu berkomunikasi, tetapi seseorang untuk berbagi dan mampu “mendengarkan” dengan baik, kesabaran, dan motivasi. Tantangan dalam membangun jaringan adalah menemukan kesamaan pemahaman. Jejaring adalah kegiatan yang menitikberatkan pada bagaimana membangun dan memeliharanya tanpa batas, dan prinsip ini sejalan dengan konsep silaturrahim. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan orang lain itu penting bagi seseorang, dan Islam tidak menyurutkan pola hubungan simbiosis mutualisme antar manusia. Hubungan-hubungan itu diatur dengan begitu indah sehingga mereka seperti rantai yang saling berhubungan.

Mengingat pentingnya membangun jejaring dan bersilaturahmi antar sesama manusia, umat Islam harus terlebih dahulu mempelajari tata krama terkait persahabatan. Etika bersilaturahmi meliputi itikad baik dan integritas, mengharap ridha Allah SWT, memulai silaturrahmi dengan sanak saudara, membangun silaturrahmi agar tidak mendapat jawaban, dan kesabaran membangun silaturahim. Persahabatan tidak hanya bermanfaat bagi kehidupan pribadi, tetapi semua bidang kehidupan, misalnya dunia kerja.

Meskipun saat segala aktivitas berjejaring dibatasi oleh kondisi selama pandemi, namun ada banyak cara untuk tetap dapat melakukannya mislanya melalui media sosial. Media sosial di dunia nyata adalah berhubungan dengan orang atau kolega, teman, dan menggunakan media itu untuk bertemu orang baru. Di dunia maya prinsipnya sama, tetapi kekuatan teknologi memberikan keuntungan lain, yaitu pengguna tidak lagi terhalang oleh tempat dan ruang. Pengguna dapat melihat profil orang dan mengirim email kapan saja dan dari komputer mana pun. Bahkan, terkadang berkomunikasi melalui dunia maya terasa lebih nyaman dan lengkap daripada berkomunikasi secara tatap muka. Secara keseluruhan orang dewasa cenderung menggunakan media sosial untuk alasan pribadi dan tidak bekerja.

Saat ini kesempatan untuk tetap berhubungan dengan orang lain meskipun jauh tetap terbuka lebar dan terbuka lebar. Tidak ada alasan bagi siapa pun untuk tidak bisa bersilaturahmi dalam lingkup yang lebih luas. Karena orang yang selalu bersilaturahmi, Allah SWT akan menambah rejeki dan memperpanjang usianya. Dalam dunia kerja dan berkarir, manusia yang terlibat dalam transaksi komunikasi memainkan peran tertentu, yaitu sebagai pengirim dan penerima, yang umumnya dilakukan secara bersamaan. Sebagai pengirim, ia menyusun pesan dan mulai mengomunikasikannya kepada orang lain dengan harapan mendapat tanggapan.  Pekerja sebagai salah satu pengguna aplikasi media sosial secara tidak langsung menjalin hubungan baik dengan pihak lain yang bahkan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-harinya.

Media sosial sebagai sarana berjejaring

Media sosial memiliki daya tarik tersendiri dan telah mendapatkan perhatian dari semua pihak, baik di lingkungan masyarakat secara umum dan juga di tempat kerja. Media sosial dapat diakses dimanapun mereka berada, karena kini media sosial dapat diakses melalui laptop dan handphone yang dilengkapi dengan mobile data. Media sosial dapat dikatakan sebagai alat untuk membangun media komunikasi dan interaksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media sosial cenderung lebih memberikan keuntungan pada penggunanya dibandingkan merasakan resiko negatif, keuntungan yang didapatkan berupa keterlibatan sosial, konektivitas sosial, perolehan informasi terbaru dan hiburan (Anwar, 2017).

Proses silaturahmi dapat dilakukan melalui media sosial sehingga memudahkan pengguna untuk menjalin komunikasi dengan teman dan kerabat, bahkan dengan orang asing. Misalnya melalui LinkedIn, Twitter, WhatsApp, Facebook, Instagram dan lainnya seseorang bisa bertemu dengan teman lama yang sudah lama tidak berhubungan. Tren saat ini pun semua media sosial tersebut banyak digunakan dalam dunia kerja untuk membangun kerja tim, menemukan kandidat profesional, membangun mitra bisnis, dan lain sebagainya. Menjalin interaksi dan berkomunikasi memang merupakan kebutuhan dasar manusia. Teknologi yang saat ini tersediapun memberikan banyak kemudahan dan memanjakan setiap orang. Mereka tidak perlu lagi pergi jauh atau bertatap muka untuk bisa berkomunikasi, sehingga kesempatan untuk pengembangan karir secara profesional pun semakin terbuka.

Segala kemudahan yang didapatkan dari media sosial dapat diambil manfaatnya untuk kebaikan dan sarana untuk ibadah. Terdapat ushul fikih yang menyatakan “li al wasaaillhukm al- maqashid”, maknanya yaitu sarana memiliki kedudukan hukum yang sama dengan suatu tujuan. Dapat dikatakan bahwa jika sebuah sarana digunakan dengan tujuan melakukan perbuatan atau mendukung hal yang baik, maka hukumnya sama dengan tujuan baik itu sendiri (Cahyana, Aeres & Fahmi, 2021). Oleh karena itu, pada masa saat ini media sosialpun dapat digunakan untuk menyempurnakan kegiatan dakwah dan oleh karenanya hukum penggunaan media sosial menjadi wajib. Hal ini sejalan dengan kaidah fikih yang menyatakan “ma la yatimm al- wajib illa bihi fahuwawaajib” yang artinya sesuatu yang dapat menyempurnakan kewajiban, maka hal itu pun menjadi wajib.  Sehingga menggunakan media sosial dalam melakukan dakwah memiliki hukum yang wajib, apalagi jika digunakan untuk menjalin jejaring dan bersilaturahmi. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa media sosial dapat dikategorikan sebagai kebutuhan yang perlu dipenuhi saat ini karena memberikan banyak manfaat baik dalam ibadah maupun dunia kerja. Kosasih (2019) menyampaikan bahwa media sosial juga merupakan bagian dari mencapai maqasid al-Asy-ariyah (tujuan ajaran islam). Oleh karena itu media sosial sebaiknya digunakan dan dikelola sebaik mungkin, karena media sosial dapat menjadi ladang kebaikan kita untuk berjejaring dan bersilaturrahmi baik dalam beribadah, dakwah maupun dunia kerja.

Etika menjalin jejaring di media sosial

Berikut ini terdapat beberapa langkah yang dapat dijadikan acuan dalam penggunaan media sosial secara bijak guna menjalin jejaring (Anwar, 2017), antara lain yaitu:

  1. Proteksi informasi pribadi

Sebaiknya kita bersikap bijak saat berbagi informasi yang bersifat pribadi saat berinteraksi dalam media sosial, tujuannya adalah untuk mencegah orang lain yang memiliki maksud kurang baik untuk mengambil keuntungan yang merugikan kita.

  1. Etika dalam berkomunikasi

Sebaiknya memperhatikan etika komunikasi dan menggunakan kata-kata yang sopan dalam berkomunikasi sesama pengguna media sosial, baik itu percakapan dengan teman ataupun kolega dekat kita.

  1. Hindari penyebaran hal-hal negatif (diskriminasi SARA dan pornografi)

Saat berkomunikasi dengan teman atau kolega pastikan untuk tidak menyebarkan informasi yang mengandung diskriminasi SARA dan pornografi. Sebaiknya kita berbagi informasi yang memberikan bermanfaat dan tidak menimbulkan konflik antar pengguna media sosial.

  1. Menghargai hasil karya orang lain

Jika kita menyampaikan informasi baik itu berupa tulisan, foto, video dan sejenisnya milik orang lain, maka kita perlu menyampaikan pula sumber informasinya guna menghargai hasil karya orang lain. Hal ini termasuk salah satu upaya kita untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain.

  1. Baca berita secara keseluruhan dan tidak hanya menilai dari judulnya

Hal ini telah menjadi fenomena yang kurang baik dalam jejaring media sosial, para pengguna mudah terpancing ikut-ikutan memberikan komentar mengenai hal yang sedang ramai dibicarakan hanya melalui judul informasinya saja. Sehingga untuk menghidari kesalahpahaman maka kita perlu berhati-hati dalam memahami informasi.

  1. Cross-check kebenaran berita atau informasi

Berita atau informasi palsu yang tidak jelas sumbernya (HOAX) juga sangat sering kita jumpai dalam media sosial. Kita harus menjadi pengguna media sosial yang cerdas dan bijak dalam memanfaatkan informasi, agar upaya kita dalam menjalin silaturahmi dapat terjaga dengan baik.

Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat kita simpulkan bahwa kondisi pandemi saat ini tidak menjadi penghalang kita untuk dapat tetap berjejaring dalam dunia kerja maupun kehidupan sehari-hari. Ada banyak cara yang bisa digunakan untuk menjalin interaksi dengan banyak pihak, misalnya melalui berbagai macam media sosial. Selain itu membangun jejaring juga merupakan upaya kita dalam menjalankan silaturahmi yang dapat memberikan manfaat baik di dunia maupun di akhirat.

Referensi

Anwar, F. (2017). Perubahan dan permasalahan media sosial. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni, Vol. 1, No. 1, 137-144.

Cahyana, I., Aeres, I., & Fahmi, R. M. R. (2021). Silaturahmi melalui media sosial perspektif hadits: metode syarah hadits bil ra’yi. Jurnl Al-Hikmah, Vol. 3, No. 2, 213-224.

Isnawati, N. (2014). Rahasia Sehat dan Panjang Umur dengan Sedekah, Tahajud, Baca Quran dan Puasa Senin Kamis. Jogjakarta: Sabil.

Kosasih, E. (2019). Literasi Media Sosial dalam Pemasyarakatan Sikap Moderasi Beragama. Jurnal Bimas Islam, Vol.12(1), 264-265.

Mursyid, A. (2020). Tafsir ayat-ayat pandemi: studi atas fatwa majelis ulama Indonesia (MUI). Misykat, Volume 05, Nomor 01, 23-50.

Qureshi, S. S. & Saleem, F. (2016). Impact of networking on career progression: moderating role of gender. Pakistan Journal of Commerce and Social Sciences, Vol. 10 (3), 419-443.

O’Leary, V. E. & Ickovics, J. R. (1992). Cracking the glass ceiling: overcoming isolation and alienation. In Sekaran, Uma (Ed). Leong, Frederick T. L. (Ed). Womanpower: Managing in times of demographic turbulence, (pp. 7-30). Thousand Oaks, CA, US: Sage Publications, Inc.

Parker, B., & Fagenson, E. A. (1994). An introductory overview of women in corporate management. Women in Management: Current Research Issues, 11-30.