PBI Fasilitasi Pelatihan Guru BK SMA-SMK se-DIY
Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan kegiatan bakti sosial pada masyarakat akademis melalui penyelenggaraan kegiatan “Pelatihan Konseling Pembangunan Karakter Siswa pada Era Education 4.0: Literasi Pencegahan Cyber Bullying” bagi guru-guru Bimbingan dan Konseling (BK) SMA/MA se-Yogyakarta pada hari Kamis, 7 Rajab 1440 H/14 Maret 2019 di ruang Audiovisual Gedung Moh. Hatta (Perpustakaan UII) dengan menghadirkan Analisa Widyaningrum, M.Psi., Psikolog sebagai pemateri.
Tenaga Psikolog yang sudah praktek di RS JIH UII sejak 4 tahun silam ini menuturkan bahwa selama ini dirinya cukup banyak menangani pasien usia sekolah (kasus gangguan psikologi) yang diakibatkan oleh perilaku cyber bullying melalui berbagai media sosial seperti halnya facebook, instagram, youtube, whatsapp, line dan masih banyak lagi.
Pada para guru BK penulis buku The Power of Personality Development ini berpesan bahwa tugas para guru saat ini bukanlah melarang anak didik untuk tidak bersentuhan dengan dunia maya. Namun justeru bagaimana dunia maya yang memang sudah bagian dari anak didik ‘jaman now’ bisa dimaksimalkan menjadi sebuah potensi yang luar biasa. “Bagaimanapun Bapak/Ibu guru ini punya tugas untuk bisa mencetak generasi muda yang dapat memanfaatkan kemajuan teknologi seperti halnya mereka-mereka yang telah sukses memanfaatkannya, seperti perusahan Go-Jek, Traveloka, dan Tokopedia yang sudah memperkaya banyak orang”, ungkapnya.
Namun demikian, proses pembentukan karakter anak didik yang dapat memanfaatkan kemajuan teknologi untuk hal-hal yang positif dan berguna/bermanfaat bukanlah sesuatu yang mudah. “Bagaimana caranya? Nggak bisa dibohongi Anda harus menjalin relasi dengan orang tua, rutin memberikan pengarahan, tangani proses bullying dengan serius sebagaimana konsep mesin cuci supaya orangtua paham masukin anak sekolah itu nggak seperti masukin baju ke laundry yang keluarnya bersih dan wangi. Masukan anak ke sekolahan favorite dengan bayaran mahal bukan berarti dijamin anaknya akan menjadi pribadi yang baik. Orangtua tidak bisa menyerahkan sepenuhnya keberhasilan dalam mendidik anak kepada guru. Perlu kerjasama yang baik”, tandasnya.
Di akhir penyampaian pemateri menambahkan bahwa ketika anak didik mendapat masalah, maka guru harus mampu menjalin komunikasi dengan anak secara baik. “Anak harus diajak diskusi bukan diajari seperti bayi. Kalau Anda melakukan konseling, ajak anak berfikir ke depan (5 tahun ke depan) untuk menemukan visinya, untuk menemukan solusi masalah yang akan di hadapi. Karena Guru tidak akan selamanya bisa membantu siswa. Ajak anak mencari identitas diri. Ajak anak berpikir untuk mempertimbangkan baik buruk sesuatu yang dilakukan”, pungkasnya.