MAPPRO Diskusikan Gempa Lombok
“Kondisi saat ini (baca: di Lombok) memasuki masa recovery. Yang terjadi saat ini bukan lagi trauma, tapi kondisi normal di saat yang tidak normal. Pada masa transisi-recovery ini, bantuan justeru diminimalisir untuk tujuan memotivasi mereka agar lebih berdaya atau mandiri”. Demikian diungkapkan oleh salah satu alumni Prodi Psikologi yang juga sebagai penyintas sekaligus relawan bencana Gempa Bumi di Lombok, Prapti Leguminosa pada acara diskusi ilmiah Gempa Bumi Lombokj yang diselenggarakan oleh Program Magister Psikologi Profesi (MAPPRO) Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII), Jumat, 14 September 2018. Kegiatan diikuti oleh mahasiswa MAPPRO FPSB UII.
Sosok yang akrab disapa Egum ini menambahkan bahwa kondisi korban di titik-titik bencana yang mendapatkan pendekatan religiousitas ternyata lebih kuat dalam mengjadapi kondisi akibat gempa bumi. “Kami membuat report mingguan saat bertugas, sehingga kami tahu tindak lanjut yang akan dilakukan. Banyak para relawan yang datang dengan program yang tidak jelas. Itu sangat disayangkan”, tambahnya.
Lebih jauh Egum banyak berbagi pengalaman saat mengemban tugas sebagai relawan. Baik dari segi persiapan sebelum bertugas, saat bertugas maupun paska melakukan tugas (intervensi psikologis). Egum menuturkan bahwa PR yang cukup berat adalah terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar para penyintas (hubungan suami-sitri). Karena meski sudah disediakan bale sakinah bsecara terjadwal, namun mereka enggan menggunakannya. Padahal kebutuhan tersebut sangat mempengaruhi kondisi emosi para penyintas. Selain itu, banyak juga para remaja/pemuda yang merasa masa depannya hancur akibat kondisi rumah mereka yang roboh, tempat belajar yang porak poranda dan kebutuhan belajar lainnya yang tidak bisa terpenuhi.
Sementara Sus Budiharto, S.Psi., M.Si. Psikolog mengajak peserta untuk menganggap masalah tersebut bukan sebagai masalah psikologis, tapi masalah/ujian yang memang diberikan oleh Allah SWT. “Mohonkan pertolongan Allah sebelum berangkat bertugas. Awali kegiatan dengan sholat jamaah. Akhiri juga setiap kegiatan (baca: intervensi psikologis) juga dengan sholat berjamaah”, ungkap Pak Sus.
Beliau menambahkan beberapa metode konseling dan paikoterapi Islam, seperti konseling dan terapi taubat, konseling dan terapi syahadat, terapi thaharah, terapi dzikir, terapi sholat khusyuk, terapi taklim, terapi shalwat dan beberapa terapi bernafaskan Islam lainnya.