IKI UII Kaji Kebahagiaan Ibu di Masa Tua

Ibuku sayang, ibuku bahagia. Demikian tema pertemuan rutin Ikatan Keluarga Ibu-Ibu (IKI) Universitas Islam Indonesia (UII) yang pada periode Juni 2015 ini (tepatnya 12 Juni 2015) difasilitasi oleh Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) UII dengan menghadirkan Hj. Ratna Syifa’a Rachmahana, S.Psi., M.Si., Psikolog sebagai pemateri.

Dalam paparannya, sosok yang akrab disapa sebagai Bu Ratna Syifa’ ini mengajak para peserta untuk lebih mempersiapkan diri dalam menghadapi masa tua/lansia sebagai seorang ibu. “Meski usia harapan hidup berbeda-beda, masalah yang dihadapi pada umumnya adalah sama. Menginjak usia tertentu lansia akan menghadapi berbagai gangguan kesehatan yang biasa dikenal dengan 8b, yakni botak, blereng (mudah silau), budek (pendengaran kurang), bingungan (mudah bingung), bawel (cerewet)/bisu, bungkuk, buyutan (lemah, gemetaran), beseren (sering buang air besar/kecil)”, ungkapnya.

Lebih jauh dalam kesempatan tersebut Bu Ratna Syifa’ mengajak keluarga besar IKI UII untuk mengenali lebih dini sekaligus dalam rangka mencegah demensia/pikun dan juga gangguan persendian. Menurutnya, pikun bisa terjadi karena berbagai sebab, seperti penyakit Alzheimer, gangguan pembuluh darah otak, parkinson, trauma kepala, kekurangan hormon tiroid, kekurangan vitamin B12 maupun ketidakseimbangan kadar kalsium.

Adapun 10 gejala awal yang perlu diwaspadai adalah (1) gangguan daya ingat (sering lupa janji, lupa nama orang-teman-keluarga, tidak bisa mengingat kejadian-pembicaraan, bertanya berulang-ulang untuk hal yang sama), (2) kesulitan dalam melakukan aktivitas sederhana (aktivitas sehari-hari), (3) bermasalah dengan komunikasi/bahasa (gangguan keterlibatan dalam berbicara, gangguan pengertian, gangguan kelancaran dan gangguan dalam mencari dan menemukan kata yang tepat), (4) disorientasi (gangguan mengenal waktu, tempat, lingkungan bahkan orang lain), (5) penampilan memburuk (tidak memperhatikan penampilan, salah berpakaian), (6) kesulitan dalam melakukan perhitungan sederhana, (7) salah/lupa meletakkan barang, curiga sesorang telah mencurinya, (8) perubahan kepribadian (perubahan emosi secara drastis, tidak sabar, mudah putus asa, menyalahkan orang lain, cemas), (9) Hilangnya minat dan inisiatif (berkurangnya aktivitas kesenangan pribadi, meninggalkan hobi yang biasa dinikmati), dan (10) gangguan visuospasial (sulit membaca, mengukur jarak, menentukan jarak, tidak tepat dalam menuangkan air ke dalam gelas-tumpah, tidak mengenali wajahnya sendiri di depan cermin, dll).

Demensia sendiri memiliki beberapa dampak baik di lingkungan keluarga ataupun lingkungan masyarakat, seperti frustasi, sedih, mengganggu kelancaran organisasi (jika menjadi anggota organisasi masyarakat, kecelakaan/kebakaran akibat lupa mematikan kompor, dan lain-lain.

Lantas, bagaimana cara untuk mencegah atau setidaknya untuk menundanya ?

Berikut beberapa aktivitas yang menurut Bu Ratna Syifa’ bisa mencegah atau menunda demensia, seperti bernyanyi, menari, membaca koran, membaca majalah, membaca Al Quran, mengerjakan teka-teki silang, senam, berkebun, bermain catur, halma, monopoli, senam pernapasan, dan beberapa aktivitas lainnya. Aktivitas-aktivitas tersebut hendaknya dilakukan secara rutin. Tubuhpun hendaknya tetap mendapatkan asupan gizi/vitamin yang baik.

Penangan demensia sejak dini dimungkinkan akan membawa banyak dampak positif, seperti tetap dibutuhkan dan terlibat aktif dalam keluarga, mampu berperan aktif di masyarakat, dan juga mampu menolong sesama yang membutuhkan.

Selain demensia atau pikun, Bu Ratna Syifa juga mengajak untuk mengenali gangguan persendian yang biasanya juga dialami oleh mereka yang memasuki masa senja. Gangguan tersebut menurutnya banyak disebabkan karena peradangan akibat kesalahan pola makan, makanan, lingkungan, udara, maupun tanah yang semakin hari semakin terkontaminasi toksin. Gangguan persendian yang umumnya terjadi adalah rhematoid (rematik), osteoporosis (kekeroposan tulang), dan gout arthritis (penumpukan asam urat).

Bagaimana pencegahannya?

Pencegahan permasalahan gangguan persendian bisa diawali dengan pola makan, yakni dengan mengkonsumsi makanan secara pas (tidak berlebihan) dan tidak mengkonsumsi makanan yang kaya akan purin (jeroan, ampela, kikil, usus, dll). Sedangkan untuk mengurangi rasa sakit ataupun pengobatan bisa dilakukan dengan beberapa cara, seperti mengkonsumsi satu sendok teh bubuk kulit kayu manis ke dalam 1 sendok makan madu sebelum sarapan pagi selama 1 bulan, menggunakan garam epsom (garam Inggris yang kaya magnesium dalam mengolah makanan, mengkonsumsi minyak ikan cod (1-2) sendok teh setiap hari, melakukan aktivitas peregangan secara lembut, dan juga memenuhi kebutuhan gizi (gizi seimbang) selama lansia.

Dari sisi psikologis maka para lansia perlu berpeilaku yang baik, yakni pandai bersyukur, tidak suka marah-murung-putus asa, suka bergaul-bersilaturrahmi, suka beraktivitas, mendekatkan diri pada Tuhan, mengembangkan hobi, dan makan minum secara teratur. Kiat secara umum dirumuskan dalam 7 B, yakni banyak makan buah, bekerja dengan semangat, berolahraga secara rutin, berisitirahat yang cukup, belajar terus, banyak maunya dan berbahagia.