Mengurai Benang Kusut
Oleh: Diana Rahma Qadari — “Menyelesaikan masalah itu sama seperti ngudari benang bundet (mengurai benang kusut), ibaratnya benang bundet itu adalah masalahmu. Jika kamu ingin masalahmu selesai maka bersabarlah karena Allah Ta’ala semata-mata, maka perlahan dalam mengurainya. Jangan putus asa, terburu-buru dan kesal. Jika tidak pelan-pelan benangnya semakin kusut, jika tidak sabar benangnya bisa putus, jika semakin kesal akhire ora dadi opo-opo (akhirnya tidak jadi apa-apa). Lalu siapa yang rugi? Tentu saja kamu. tatapan Ibu begitu lekat kepada saya dan seperti biasa kalimat campurannya yang khas penuh penekanan memaksa saya untuk cam kan baik-baik kalimatnya. Ibu ketika menasehati bermacam-macam caranya mulai dengan nada alto hingga sopran dan apapun pilihan nada beliau saya tetap fans garis kerasnya, buktinya kalimatnya sering saya jadikan quotes dan tercatat rapih dalam notes pada ponsel saya. Ibu dengan pribadi sederhana tapi kalimatnya sangat istimewa dan rengkuhnya mampu meredakan letupan-letupan dalam pikiran dan perasaan saya.
Awal tahun 2023 saya bertemu dengan sahabat-sahabat saya di sebuah acara dan membicarakan tentang keinginan-keinginan kami di tahun lalu yang sudah berhasil direalisasikan. Merampungkan program doktor, membangun rumah dengan pekarangan luas, berhasil menjalani IVF (In Vitro Fertilization). Saya tahu betul bagaimana mereka berikhtiar, proses mencapainya yang tidak semulus jalan tol. Setelah dari acara tersebut tiba-tiba saya berkeinginan membuka buku bersampul batok kelapa kepunyaan saya sejak tahun 2003. Ketika saya buka, kertas di dalamnya sudah berbau lembab namun tulisan di dalamnya masih jelas dan mudah dibaca. Wishlist yang saya tulis pada masa remaja itu tertulis dengan pulpen warna warni. “Ingin sekolah ke Luar Negeri, menang dalam sebuah kompetisi yang sedang diikuti, membeli barang kesukaan (menunggu tabungan cukup)”. Kalimat tersebut mengingatkan perasaan saya ketika menuliskannya. Menggebu-gebu dan sok serius. Ketika dewasa saya memiliki list yang lumayan visioner seperti keinginan studi lanjut ke Luar Negeri, berkarir di perusahaan yang sedang hits dikala itu, dan memiliki jodoh yang sholeh tapi juga diidam-idamkan.
Wishlist yang tertulis adalah sebuah harapan yang saya sendiri yakin menjalaninya tidak seserius menuliskannya. Harapan untuk studi ke Luar Negeri menjadi sebuah harapan yang berulang akan tetapi untuk memperolehnya tidak ada usaha yang dilakukan. Sewajarnya orang yang bertekad kuat untuk mewujudkan keinginannya pasti akan fokus terhadap apa yang diinginkannya, membuat rencana jangka pendek-jangka panjang maupun membuat target. Akan tetapi, tulisan yang sudah saya buat itu hanya berupa tinta yang berakhir di kertas saja. Ikhtiar tidak dilakukan, bersabar menjalani prosesnya apalagi, maka jalur menuju kegagalan lancar tanpa hambatan.
Mie Instan Saja Tidak Instan
Kita sering mendengar untuk mencapai goals di kehidupan kita butuh proses yang tidak instan dan tidak secepat kilat terwujud. Lha wong mie yang berlabel instan dibungkusnya-pun tidak langsung bisa dikonsumsi. Ada proses menggunting bungkusnya, merebus mie, proses menunggu sampai mie kenyal dan pas kematangannya, proses tiriskan, campur dengan bumbu dan tahap lainnya sampai mie siap disantap. Lalu bagaimana jika ada bagian yang terlewat dari proses memasaknya? misalnya tidak mencampur bumbunya? tentu saja akan mengurangi kenikmatan dalam menyantapnya. Mie yang kemasannya instan saja masih punya sederet tahapan yang harus dilalui dan perlu memperhatikan banyak hal untuk mendapatkan hasil akhir seperti keinginan kita, apalagi target dan harapan kita yang tidak berlabel instan.
Kesuksesan yang kita inginkan tidak sekonyong-konyong datang setelah digosok tiga kali. Kesuksesan maupun harapan yang diinginkan tak jarang diantar melalui kerja keras, menempuh jalan terjal nan berliku, tantangan yang memaksa kita untuk mengucurkan keringat dan mengalirkan air mata. Apapun yang dihadapkan kepada kita dan berapapun tahapan yang harus dilalui, jalani dengan ikhtiar terbaik kita, iringi dengan sabar dan tawakal karena Allah memberi balasan sempurna kepada seseorang yang berusaha keras seperti yang tertuang dalam surah An Najm ayat 39-42 yang artinya,
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu).”
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa apapun yang diusahakan manusia akan memperoleh balasan dari Allah. Disamping itu, Tafsir Tahlili juga menafsirkan surah An Najm ayat 39-42 ini menunjukkan tentang perintah Allah SWT agar hambaNya dapat senantiasa beramal dan berikhtiar. Apapun hasilnya, kewajiban manusia hanyalah berusaha dan hasilnya hanya Allah SWT yang dapat menentukan.
Jadilah Hamba-Nya Yang Kuat Karena-Nya
Ada masa di mana saya pernah mengalami kegagalan dan Ibu mendekati saya “Kersane Gusti Allah ojo di gelani, ojo di eyeli”. “Keinginan Allah jangan kecewa, jangan dibantah” tepukan lembut Ibu di bahu membuat saya reflek mengambil tisu untuk mengeringkan air mata. “Air membutuhkan tekanan besar untuk bisa mengalir jauh dan mampu melewati rintangan yang ada di depannya. Kadang rintangan itu ada agar aliran air berbelok dan mengalir ketempat yang seharusnya.” tangan Ibu memperagakan air yang berkelok dan bola mata saya mengikuti pergerakan tangan beliau. “Manusia juga sama nak. Allah sangat tahu hambaNya yang mana yang perlu diberikan tekanan (ujian, cobaan) karena dibalik itu semua langkahnya akan dibelokkan-dijauhkan dari sesuatu yang bisa memberikan dampak negatif bagi dirinya dan diarahkan ke jalur yang tepat”.
Dari nasehat Ibu, saya menyadari bahwa kegagalan itu adalah salah satu sinyal dari Allah Ta’ala bagi kita untuk berganti haluan, menemukan arah lain yang memang ditetapkan untuk kita–cara Allah menunjukkan “Ini lho hambaKu, jalurnya yang ini bukan di sebelah situ”. Kegagalan itu ada untuk diterima dan setelah diterima segera move on, berlama-lama di zona kekecewaan hanya akan memperlambat kita menuju zona kebahagiaan. Setiap manusia mempunyai plot twist-nya masing-masing dalam episode kehidupannya. Menemukan benang bundet dalam kehidupan kita bukan sesuatu yang harus ditakuti, tapi sesuatu yang perlu disabari karena-Nya semata-mata dalam mengurainya karena bisa jadi membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Menggerutu, kesal, dan marah-marah memang bentuk pelampiasan emosi, tapi tentu tidak bisa “ngudari benang bundet’ yang ada. Sebaliknya, kita hanya perlu menikmati segala proses yang ada, hingga akhirnya kita sadari bahwa yang kita hadapi sebenarnya adalah hal yang cukup sederhana. Kita perlu seutuhnya percaya bahwa rencanaNya jauh lebih baik dan lika liku yang kita jalani membawa kita menjadi pribadi yang lebih baik, diri kita yang sudah ter-upgrade. So, don’t worry too much, you have Allah. You’ll always be okay.