Jejak Fenomena Menangis dalam Islam
Oleh : Dr. Faraz——
Menangis itu biasa, bahkan menurut para ahli sebagai perilaku positif untuk kesehatan fisik maupun mental, tetapi bila puluhan ribu bahkan ratusan ribu orang menangis bersama, itu menjadi menarik untuk ditulis dan dibahas. Orang menangis biasanya saat sedih, tetapi tidak sedikit juga yang menangis saat gembira. Ada juga yang menangis saat marah atau frustasi. Bagaimana kita membayangkan orang menangis saat mendapat kebahagiaan yang luar biasa atau bagaimana pula kita membayangkan orang menangis saat marah besar dengan orang lain. Fakta menarik ini menguatkan pentingnya mengkaji fenomena menangis. Forum kajian termasuk dakwah tentang menangis relatif langka. Padahal banyak jejak tangis dalam Al Quran dan Hadist Nabi.
Ketika pasangan ganda putri bulutangkis Indonesia memenangkan pertandingan final melawan China pada olimpiade Tokyo belum lama ini, yang menakjubkan dan menangis bukan hanya pemain dan pelatih di lapangan, tetapi hampir seluruh rakyat Indonesia yang menyaksikan turut menangis atas kemenangan itu. Hari-hari selama pandemi Covid-19 mewabah di Indonesia, fenomena menangis tentu mengungkapkan hari-hari di Indonesia yang rata-rata kematian ratusan bahkan lebih dari seharinya. Tangisan yang belum pernah terjadi sebelumnya, karena menyaksikan ayah, ibu, suami, atau istri bahkan anak, dikebumikan dengan cara yang tidak biasa. Proses bagaimana memandikan, mensholatkan, dan menguburkan jenazah melalui cara yang jauh dari tradisi agama maupun budaya yang dianut. Bahkan banyak yang tidak melalui proses tersebut, pada awal-awal pandemi Covid di Indonesia, karena minimnya pengetahuan tentang Covid-19, Jenazah langsung dibawa ke pemakaman, hanya dapat melihat dari jarak jauh, bahkan banyak yang tidak tahu bagaimana anggota keluarga yang dicintainya itu dikuburkan. Inilah yang membuat mereka merasakan pedih yang sangat mendalam. Hatinya sangat penting, karena tidak dapat melakukan apa-apa. Menangis menjadi satu-satunya perilaku logistik yang paling mungkin menyertainya. Sekali lagi, apa untungnya membahas masalah “menangis” yang menurut etika publik sesuatu yang tidak perlu terjadi karena hanya mengumbar emosi dan bukan hal positif. Banyak orangtua yang tidak suka anaknya menangis. Seorang suami juga tidak begitu suka bila istrinya menangis. Dalam suasana sedih karena ditinggal orangtua, anak, istri atau suami, juga sangat tidak disukai menangis.
Menangis bagi bayi merupakan alat komunikasi yang paling utama dan adaptif sebagai mekanisme untuk bertahan hidup (Bartlett & McMahon, 2016). Bagi orang dewasa, menangis itu juga merupakan alat komunikasi, untuk menyampaikan pesan kepada orang lain bahwa dia dalam kondisi rentan, sedang kesulitan dan butuh pertolongan (Cornelius & Lubliner, 2003; Nelson, 2005) Menurut Hendriks, dkk., (2010), fungsi utama menangis adalah memberi perhatian kepada orang lain untuk membantunya dalam menemukan sumber-sumber penemuan, kemudian juga untuk mendapatkan perhatian, empati, dan dukungan dari orang lain. Manusia memiliki tiga jenis air mata, yakni air mata refleks, air mata yang terus menerus keluar ( continuous tear)), dan air mata emosional. Air mata mencerminkan membersihkan kotoran-kotoran, seperti asap dan debu dari mata. Air mata yang keluar terus-menerus akan melumasi mata dan membantu melindunginya dari infeksi. Air mata emosional yang terlupakan mengandung hormon stres dan racun lainnya. Para peneliti yakin bahwa menangis dapat mengeluarkan racun dari sistem tubuh (Florencia, 2020).
Dalam bahasa ilmiah, tangisan didefinisikan sebagai respons sekretomotor (sejenis neuron) yang memiliki karakteristik penting yaitu keluarnya air mata dari aparatus lakrimal, tanpa iritasi pada struktur okular. Hal ini sering disertai dengan perubahan pada otot-otot yang terlibat dalam ekspresi wajah, vokalisasi dan dalam beberapa kasus terisak-isak – menghembuskan napas yang kejang pada kelompok otot pernafasan dan tubuh (Vingerhoets, dkk., 2009). Menangis merupakan fenomena biopsikososial artinya menangis bukan hanya masalah biomedik, mengeluarkan air mata dan beberapa otot bergerak tinggi, tetapi juga masalah internal kejiwaan (psikologi) dan juga ada faktor sosial, seperti yang terjadi saat Greysia Polii dan Apriyani Rahayu saat meraih medali emas pada Olimpiade Tokyo 2020, semua penonton ikut menangis.
Menangis dalam perspektif psikologi
Perspektif psikologi, menangis itu merupakan sebuah reaksi yang biasanya muncul saat orang merasa sedih. Manusia menangis, hewan juga menangis. Tetapi menangis pada manusia yang memiliki fungsi yang berbeda. Manusia menangis tidak masalah bio-mekanis atau melembabkan mata (sama seperti pada hewan), tetapi juga berbagi emosi. Manusia menangis itu mengeluarkan perasaan takut, marah, bahagia, dan perasaan lainnya. Dengan menangis, tubuh akan memaksa seseorang untuk bernafas lebih dalam agar detak jantung lebih lambat dan sesak di dada dapat berkurang. Hormon dan zat-zat lain yang dapat memicu stres. Menangis dapat membantu kita melepaskan hormon endorfin atau “rasa enak” yang juga bisa mengurangi rasa sakit secara alami. Ketika seseorang menangis tubuh akan mengeluarkan seluruh racun (racun) yang terhenti sehingga setelah menangis kita akan merasa lebih kuat secara fisik dan mental. Pakar lain menyebutkan bahwa menangis itu membuat kita merasa lebih baik, dan mengurangi rasa stres. Kemudian menangis juga meningkatkan mood, dimana mood kita akan lebih baik menangis. Terakhir, menangis juga dapat membunuh bakteri yang ada di mata, karena air mata mengandung lisozim. Berdasarkan jenis kelamin, perempuan secara biologis memiliki jumlah hormon proclatin lebih tinggi dari laki-laki. Hormon ini punya kencenderungan yang mendorong seseorang untuk menangis. Sementara pada laki-laki hormon testosteron mengurangi kecenderungan seseorang menangis. Itulah sebabnya mengapa perempuan rata-rata lebih sering menangis dibandingkan laki-laki. Menurut Michael Trimble,
Menangis dalam perspektif Islam
Dalam Islam, menangis itu bukan berarti cengeng, lemah, rapuh, rentan dan membutuhkan pertolongan, seperti ilmu psikologi Barat menjelaskan. Islam sangat perhatian terhadap perilaku menangis. “ Dan bahwasanya Dialah Yang menjadikan orang tertawa dan menangis. ” (QS. An-Najm : 43). Jadi siapa yang membuat manusia menangis? Jawabannya Allah, dengan segala prosesnya yang rasional. “ Menangislah kalian semua. Dan apabila kamu tidak dapat menangis maka pura-pura menangislah kamu” (HR.Ibnu Majah dan Hakim). Dalam konteks yang tepat, justru menangis justru lebih disarankan dalam Islam. Dalam berbagai ayat AlQuran maupun hadist disebutkan bahwa Allah sangat senang melihat hambanya menangis. Namun, menangis seperti apa yang sangat disukai dalam Islam? Seorang yang takut kepada Allah, akan mengakhiri hidupnya apakah hidupnya sudah sesuai antara apa yang diberikan Allah kepadanya dengan apa yang dia perbuat untuk Allah, kemudian dia menangis, karena apa yang dia berikan dalam bentuk pengabdian kepada Allah ternyata jauh lebih sedikit, bahkan tidak terlihat sama sekali. Menangis seperti ini akan berdampak pada seseorang untuk selalu memperbaiki dan memperbaiki, karena rahmat Allah tidak pernah bisa disaingi dengan ibadah dan perbaikan apapun juga. Rasulullah pernah bersabda,Andaikata kamu mengetahui apa yang aku ketahui, kamu semua akan sedikit tertawa dan banyak menangis ” (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasa takut seperti ini akan membangun kecintaan manusia kepada Sang Pencipta. Allah sudah memberikan kepada manusia, segala hal secara gratis, yang sering dilupakan, misalnya udara (oksigen). Beberapa bulan terakhir ketika pandemi Covid-19 menyebar secara ganas di tanah air, banyak keluarga dibuat panik karena kesulitan mencari tabung gas (oksigen) untuk anggota keluarganya yang koma di rumah sakit. Banyak dari mereka yang berpikir dan malu selama ini baik-baik saja dan sehat tanpa menikmati oksigen secara gratis di alam bebas, tidak ada ucapan terima kasih kepada pemilik oksigen itu, Tuhan Allah Swt. Selama ini jarang beribadah, jarang melakukan kebaikkan, sebaliknya sering melakukan hal-hal yang dilarang agama, seperti berbohong, mengambil hak orang lain, berkhianat, dan banyak lagi. Perasaan seperti ini pada akhirnya menumbuhkan kesadaran untuk berbuat lebih baik lagi, sesuatu yang akan disukai atau dicintai oleh sang pemilik oksigen gratis di alam itu (baca: Allah). Indikator, bahwa kita benar-benar cinta kepada Allah, Tuhan yang selama ini telah banyak untuk kehidupan kita, maka kita akan mudah menangis ketika beribadah dan ketika mengingatnya (berzikir). Menangis dalam konteks ini dapat meningkatkan kekhusyuannya dalam beribadah dan peluang mendapat hidayah dari Allah. “ maka kita akan mudah menangis ketika beribadah (sholat) dan ketika mengingatnya (berzikir). Menangis dalam konteks ini dapat meningkatkan kekhusyuannya dalam beribadah dan peluang mendapat hidayah dari Allah. “ maka kita akan mudah menangis ketika beribadah (sholat) dan ketika mengingatnya (berzikir). Menangis dalam konteks ini dapat meningkatkan kekhusyuannya dalam beribadah dan peluang mendapat hidayah dari Allah. “Dan mereka bersujud sambil menangis dan maka bertambahlah atas perasaan mereka khusyu’ ” (QS. Al-Isra: 109). Sang pecinta, apabila dibacakan ayat-ayat Allah, dia akan mengungkapkan kegembiraannya, sebagai bukti kecintaannya pada Allah (QS Al Anfal:2), dan kemudian akan menangis, karena hal itu tentu saja jauh dari harapan yang diharapkan Allah. Nabi Muhammad SAW., dijamin masuk surga oleh Allah, sering menangis malu dan merasa belum optimal beribadah karena Allah. “Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata karena kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata, Ya Tuhan, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad)”. (QS.Al-maidah: 83). Dalam AlQuran surat Maryam, ayat 58 juga mengungkapkan hal yang sama, “Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israel, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Jika dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemura kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis .”
Takut kepada siksaaan Allah kemudian menangis menjadi fenomena menangis dalam Islam. Salah satu kisah untuk itu dapat dikutip disini. Sahabat Ustman bin Affan, ketika ia berada di dekat kuburan, ia tertunduk dan menangis. Sahabat yang membantu bertanya, “ Mengapa menangis melihat kuburan wahai Amirul mukminin ”. Ustman menjawab, Rasulullah pernah berkata bahwa kuburan ini merupakan tempat persinggahan pertama dari beberapa persinggahan di akhirat, jika ia selamat maka ia dimudahkan, jika tidak selamat maka datang setelahnya kecuali lebih berat .”(HR. At-Tirmidzi). Menangis karena takut siksaan Allah karena lebih banyak dosa daripada kebaikkan juga diriwayatkan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘ , bahwa Nabi mengajarkan, “Ada dua buah mata yang tidak akan menuntut api neraka; mata yang menangis karena merasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga-jaga di malam hari karena menjaga pertahanan kaum muslimin dalam (jihad) di jalan Allah. (HR.At-Tirmidzi).
Sekali lagi, menangis itu adalah Sunnatullah. Bayi lahir pada umumnya menangis. Ini bisa beragam, tetapi yang pasti orang tua bayi itu umumnya bergembira dan bahagia. Sebaliknya, ketika anak manusia meninggal, meninggal dunia, umumnya keluarga inti, kerabat, sahabat dan tetangga dekat, menangis. Pertanyaannya apakah anak manusia yang meninggal itu menangis atau bergembira. Jawabannya kembali kepada diri masing-masing. Rasulullah berdoa, “ Tidak akan masuk ke dalam neraka, seseorang yang pernah menangis karena takut kepada Allah (HR. Tarmidzi). Semoga menangis tidak menjadi akhir hidup kita. Aamiin.