Assalamu’alaykum Warahmatullaahi Wabarakaatuh. Saya mengawali tulisan di kolom Refleksi ini dengan mengatakan bahwa: pelaksanaan orientasi mahasiswa baru perlu perubahan paradigma yang holistik dengan membangun kesepahaman yang menekankan itikad baik.
10 Desember 2015 kemarin, penulis diundang Direktorat Pengembangan Bakat Minat dan Kesejahteraan Mahasiswa (DPBMKM) Universitas Islam Indonesia dalam acara Sarasehan Bidang Kemahasiswaan UII. Pada acara itu, di sesi ke-3, penulis diberi amanat untuk menyampaikan materi tentang Evaluasi dan Desain Ulang PESTA dan PEKTA UII. Kegiatan ini diikuti oleh pimpinan-pimpinan UII dan juga pimpinan lembaga kemahasiswaan di tingkat Universitas dan fakultas.
Antusias. Itu adalah kesan yang penulis dapat pasca mengisi acara itu. Wajar. Hal itu karena jika kita melihat fenomena dan kondisi orientasi mahasiswa baru beberapa tahun terakhir di kampus UII ini, memang ada yang perlu dibenahi.
Pelaksanaan orientasi mahasiswa baru di kampus ini, atau yang sering kita kenal dengan nama PESTA (Pesona Ta’aruf Mahasiswa) dan PEKTA (Pekan Ta’aruf Mahasiswa) masih menekankan senioritas-junioritas yang berlebihan dan tindakan kurang berkenan lainnya. Tindakan itu terjadi karena kekeliruan dalam memahami nilai-nilai penting dan luhur dari kata “orientasi” itu sendiri. Tak jarang beberapa mahasiswa baru mengeluh karena tindakan senior tidak nyaman di hati mereka.
Kegiatan PEKTA dan PESTA adalah “gerbang” pertama bagi mahasiswa baru yang notabene adalah masih pelajar SMA ini. Tindakan seperti bentak-bentak yang katanya untuk melatih mental mahasiswa baru agar tidak cengeng atau agar antara junior dan senior lebih akrab, sebenarnya, bisa diubah menjadi kegiatan yang lebih humanis. Kita sepakat bahwa kegiatan orientasi mahasiswa baru pada dasarnya bertujuan baik yaitu menyambut mahasiswa baru supaya cepat beradaptasi dengan kampus baru dan berbagai kegiatan akademiknya.
Sangat ironis memang jika yang dimaksud orientasi mahasiswa tidak menunjukkan sisi humanisnya. Sangat disayangkan jika kegiatan orientasi mahasiswa justru memberikan bekas negatif bagi calon intelektual muda UII.
Ketika terbangun kesepahaman yang menganggap mahasiswa baru sebagai keluarga baru, yang disambut dengan penuh keakraban, maka kegiatan orientasi, penulis yakin, akan jauh dari kesan negatif.
PERLU KESAN POSITIF DAN MENCERAHKAN
Kegiatan orientasi mahasiswa baru perlu memberikan kesan positif dan mencerahkan, dengan cara-cara yang positif, dan ini yang paling penting: jangan sampai memunculkan trauma, pasca kegiatan orientasi mahasiswa baru. Kegiatan orientasi mahasiswa baru perlu sejajar dan searah dengan visi-misi serta nilai-nilai Universitas Islam Indonesia: rahmatan lil ‘alamin.
Hasil survey kegiatan SERUMPUN (Semarak Ta’aruf Penuh Makna)—kegiatan orientasi mahasiswa baru di Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII)—4 tahun terakhir dengan subjek mahasiswa FPSB UII angkatan 2010 s.d 2013 menujukkan beberapa harapan bahwa mahasiswa membutuhkan konsep dan tujuan orientasi yang jelas. Berikut penulis kutipkan beberapa pernyataan dari subjek secara kualitatif:
“Konsep harus jelas, tujuan Serumpun harus diperjelas. Jujur saja banyak senior yang tidak konsisten dengan yang dibicarakan dan tidak bisa memberi contoh dan itu membuat saya heran. Saya masih mendapat kontak fisik dicaci. Semoga ada evaluasi besar-besaran dalam pembuatan konsep acara dan peserta jelas mengetahui alasan serumpun itu”.
“Atribut yang diperintahkan aneh: (1) Mengharuskan merk tertentu dan kami tidak merasakan kebermanfaatan produk tersebut, (2) Menambah sampah plastik (air mineral dalam kemasan). Mahasiswa baru bisa diminta mulai cinta lingkungan.”
“PDL bagus untuk mempercepat saat merapikan barisan namun atribut yang diwajibkan untuk maba-miba (syar’i dan tidak dandan) sebaiknya diterapkan juga pada panitia. Manusia lebih mudah mencontoh”.
“Seluruh panitia wajib meneken kontrak dengan fakultas untuk sanggup memberi contoh kepada maba bahwa mereka bisa jadi panutan dalam mencontohkan nilai-nilai Islam terutama nilai-nilai BERIBADAH. Jadi tidak ada panitia yang ketika waktu shalat masih nongkrong-nongkrong santai sampai waktu shalat selanjutnya masuk lagi.”
“Budaya senioritas saat menyambut mahasiswa baru harus dihilangkan. Tidak ada lagi tugas yang dapat melukai harga diri seseorang. Lebih baik diisi dengan kegiatan-kegiatan positif, misalnya setiap anak/kelompok anak membuat satu kegiatan yang bisa membahagiakan orang lain di sekitar kampus”
“Tidak perlu harus dibentak untuk menertibkan anak-anak berusia 17 tahun ke atas.”
“Susunan rundown dalam kegiatan Serumpun lebih diprioritaskan yang bermanfaat dan untuk kebutuhan mahasiswa baru”
Masih mengacu pada hasil survey di atas, dari sisi konten materi, mahasiwa baru membutuhkan beberapa materi sebagai berikut: 1) Motivasi untuk belajar di Perguruan Tinggi (sangat penting 73% dan sangat dibutuhkan 57%), 2) Memiliki keterampilan belajar (sangat penting 57% dan sangat dibutuhkan 41%), 3) Memiliki keterampilan yang mendukung penyesuaian diri di lingkungan (sangat penting 51%dan sangat dibutuhkan 43%), 4) Memiliki kesadaran bermasyarakat (sangat penting 73% dan sangat dibutuhkan 57%). Beberapa usulan rancangan program orientasi mahasiswa baru sebagaimana direkomendasikan oleh Tim Evaluasi SERUMPUN FPSB UII adalah perlu adanya program survival skills dengan konten utama antara lain: 1) Motivasi belajar, 2) Keterampilan belajar, dan 3) Keterampilan hidup.
Pertanyaan sekarang adalah bagaimana mendesain ulang orientasi mahasiswa baru?
Komunikasi dan Komitmen
Kita bisa mulai dengan cara mengkomunkasikan terlebih dahulu ke pihak-pihak terkait yaitu lembaga mahasiswa, mahasiswa, orangtua mahasiswa, pimpinan universitas, fakultas, program studi, dosen, dan karyawan. Semua harus terlibat. Setelah itu baru kemudian kita komitmen untuk menjalankannya. Tahapan yang perlu dilakukan secara garis besar, yaitu: Pertama, melakukan curah gagasan terhadap pelaksanaan orientasi mahasiswa baru selama ini, baik yang bersifat evaluatif maupun ide untuk perbaikan di tahun-tahun berikutnya. Sebagai hasil akhir dari curah gagasan tersebut, diperlukan komitmen tertulis dari lembaga mahasiswa, orangtua mahasiswa, pimpinan universitas, fakultas, dan prodi sebagai bentuk dukungan untuk meningkatkan kualitasi orientasi mahasiswa baru. Kedua, menganalisis kebutuhan pelatihan terkait orientasi mahasiswa baru sehingga diperoleh materi dan metode yang sesuai dengan kebutuhan peserta maupun visi, misi, dan nilai-nilai di UII. Ketiga, menyusun modul yang akan dipakai untuk orientasi mahasiswa baru di tahun 2016, termasuk mempersiapkan lokasi dan pematerinya; serta melakukan uji coba modul. Keempat, melakukan sosialisasi modul, terutama kepada panitia dan dosen. Kelima, melaksanakan orientasi mahasiswa baru dengan desain baru, termasuk pengukuran sebelum dan setelah kegiatan (pre and posttest). Keenam, mengevaluasi secara komprehensif pelaksanaan Orientasi Mahasiswa Baru 2016, termasuk merekomendasikan ide-ide inovatif untuk tahun-tahun yang akan datang.
Menutup tulisan ini, penulis ingin mengajak semua pembaca, terutama para pemangku kepentingan, baik dari tingkat lembaga, program studi, fakultas, sampai universitas: mari kita kawal bersama-sama perubahan dan tradisi pelaksanaan Orientasi Mahasiswa Baru UII ini supaya ke depan, kampus perjuangan ini tidak hilang sisi rahmatan lil ‘alamin-nya. Kita ciptakan nuansa kegiatan orientasi mahasiswa baru yang lebih akrab, lebih memanusiakan manusia, dan lebih mampu meninggalkan kesan positif bagi mahasiswa baru UII. Itulah orientasi mahasiswa baru yang sesuai syariat Islam. Bukankah yang tercantum dalam Hymne UII adalah: “Syariat Islam amalan kita…”? Itu. Bagaimana menurut anda?
Penulis:
Dr.rer.nat. Arief Fahmie, S.Psi., M.A, Psikolog
Dekan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia
Prodi HI Gelar ICOSEAS
/in /by Darzan Hanan MICOSEAS Kaji Isu ASEAN
/in /by Darzan Hanan MUrgensi Perubahan Paradigma dalam Pelaksanaan Orientasi Mahasiswa Baru
/in /by Darzan Hanan M10 Desember 2015 kemarin, penulis diundang Direktorat Pengembangan Bakat Minat dan Kesejahteraan Mahasiswa (DPBMKM) Universitas Islam Indonesia dalam acara Sarasehan Bidang Kemahasiswaan UII. Pada acara itu, di sesi ke-3, penulis diberi amanat untuk menyampaikan materi tentang Evaluasi dan Desain Ulang PESTA dan PEKTA UII. Kegiatan ini diikuti oleh pimpinan-pimpinan UII dan juga pimpinan lembaga kemahasiswaan di tingkat Universitas dan fakultas.
Antusias. Itu adalah kesan yang penulis dapat pasca mengisi acara itu. Wajar. Hal itu karena jika kita melihat fenomena dan kondisi orientasi mahasiswa baru beberapa tahun terakhir di kampus UII ini, memang ada yang perlu dibenahi.
Pelaksanaan orientasi mahasiswa baru di kampus ini, atau yang sering kita kenal dengan nama PESTA (Pesona Ta’aruf Mahasiswa) dan PEKTA (Pekan Ta’aruf Mahasiswa) masih menekankan senioritas-junioritas yang berlebihan dan tindakan kurang berkenan lainnya. Tindakan itu terjadi karena kekeliruan dalam memahami nilai-nilai penting dan luhur dari kata “orientasi” itu sendiri. Tak jarang beberapa mahasiswa baru mengeluh karena tindakan senior tidak nyaman di hati mereka.
Kegiatan PEKTA dan PESTA adalah “gerbang” pertama bagi mahasiswa baru yang notabene adalah masih pelajar SMA ini. Tindakan seperti bentak-bentak yang katanya untuk melatih mental mahasiswa baru agar tidak cengeng atau agar antara junior dan senior lebih akrab, sebenarnya, bisa diubah menjadi kegiatan yang lebih humanis. Kita sepakat bahwa kegiatan orientasi mahasiswa baru pada dasarnya bertujuan baik yaitu menyambut mahasiswa baru supaya cepat beradaptasi dengan kampus baru dan berbagai kegiatan akademiknya.
Sangat ironis memang jika yang dimaksud orientasi mahasiswa tidak menunjukkan sisi humanisnya. Sangat disayangkan jika kegiatan orientasi mahasiswa justru memberikan bekas negatif bagi calon intelektual muda UII.
Ketika terbangun kesepahaman yang menganggap mahasiswa baru sebagai keluarga baru, yang disambut dengan penuh keakraban, maka kegiatan orientasi, penulis yakin, akan jauh dari kesan negatif.
PERLU KESAN POSITIF DAN MENCERAHKAN
Kegiatan orientasi mahasiswa baru perlu memberikan kesan positif dan mencerahkan, dengan cara-cara yang positif, dan ini yang paling penting: jangan sampai memunculkan trauma, pasca kegiatan orientasi mahasiswa baru. Kegiatan orientasi mahasiswa baru perlu sejajar dan searah dengan visi-misi serta nilai-nilai Universitas Islam Indonesia: rahmatan lil ‘alamin.
Hasil survey kegiatan SERUMPUN (Semarak Ta’aruf Penuh Makna)—kegiatan orientasi mahasiswa baru di Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII)—4 tahun terakhir dengan subjek mahasiswa FPSB UII angkatan 2010 s.d 2013 menujukkan beberapa harapan bahwa mahasiswa membutuhkan konsep dan tujuan orientasi yang jelas. Berikut penulis kutipkan beberapa pernyataan dari subjek secara kualitatif:
“Konsep harus jelas, tujuan Serumpun harus diperjelas. Jujur saja banyak senior yang tidak konsisten dengan yang dibicarakan dan tidak bisa memberi contoh dan itu membuat saya heran. Saya masih mendapat kontak fisik dicaci. Semoga ada evaluasi besar-besaran dalam pembuatan konsep acara dan peserta jelas mengetahui alasan serumpun itu”.
“Atribut yang diperintahkan aneh: (1) Mengharuskan merk tertentu dan kami tidak merasakan kebermanfaatan produk tersebut, (2) Menambah sampah plastik (air mineral dalam kemasan). Mahasiswa baru bisa diminta mulai cinta lingkungan.”
“PDL bagus untuk mempercepat saat merapikan barisan namun atribut yang diwajibkan untuk maba-miba (syar’i dan tidak dandan) sebaiknya diterapkan juga pada panitia. Manusia lebih mudah mencontoh”.
“Seluruh panitia wajib meneken kontrak dengan fakultas untuk sanggup memberi contoh kepada maba bahwa mereka bisa jadi panutan dalam mencontohkan nilai-nilai Islam terutama nilai-nilai BERIBADAH. Jadi tidak ada panitia yang ketika waktu shalat masih nongkrong-nongkrong santai sampai waktu shalat selanjutnya masuk lagi.”
“Budaya senioritas saat menyambut mahasiswa baru harus dihilangkan. Tidak ada lagi tugas yang dapat melukai harga diri seseorang. Lebih baik diisi dengan kegiatan-kegiatan positif, misalnya setiap anak/kelompok anak membuat satu kegiatan yang bisa membahagiakan orang lain di sekitar kampus”
“Tidak perlu harus dibentak untuk menertibkan anak-anak berusia 17 tahun ke atas.”
“Susunan rundown dalam kegiatan Serumpun lebih diprioritaskan yang bermanfaat dan untuk kebutuhan mahasiswa baru”
Masih mengacu pada hasil survey di atas, dari sisi konten materi, mahasiwa baru membutuhkan beberapa materi sebagai berikut: 1) Motivasi untuk belajar di Perguruan Tinggi (sangat penting 73% dan sangat dibutuhkan 57%), 2) Memiliki keterampilan belajar (sangat penting 57% dan sangat dibutuhkan 41%), 3) Memiliki keterampilan yang mendukung penyesuaian diri di lingkungan (sangat penting 51%dan sangat dibutuhkan 43%), 4) Memiliki kesadaran bermasyarakat (sangat penting 73% dan sangat dibutuhkan 57%). Beberapa usulan rancangan program orientasi mahasiswa baru sebagaimana direkomendasikan oleh Tim Evaluasi SERUMPUN FPSB UII adalah perlu adanya program survival skills dengan konten utama antara lain: 1) Motivasi belajar, 2) Keterampilan belajar, dan 3) Keterampilan hidup.
Pertanyaan sekarang adalah bagaimana mendesain ulang orientasi mahasiswa baru?
Komunikasi dan Komitmen
Kita bisa mulai dengan cara mengkomunkasikan terlebih dahulu ke pihak-pihak terkait yaitu lembaga mahasiswa, mahasiswa, orangtua mahasiswa, pimpinan universitas, fakultas, program studi, dosen, dan karyawan. Semua harus terlibat. Setelah itu baru kemudian kita komitmen untuk menjalankannya. Tahapan yang perlu dilakukan secara garis besar, yaitu: Pertama, melakukan curah gagasan terhadap pelaksanaan orientasi mahasiswa baru selama ini, baik yang bersifat evaluatif maupun ide untuk perbaikan di tahun-tahun berikutnya. Sebagai hasil akhir dari curah gagasan tersebut, diperlukan komitmen tertulis dari lembaga mahasiswa, orangtua mahasiswa, pimpinan universitas, fakultas, dan prodi sebagai bentuk dukungan untuk meningkatkan kualitasi orientasi mahasiswa baru. Kedua, menganalisis kebutuhan pelatihan terkait orientasi mahasiswa baru sehingga diperoleh materi dan metode yang sesuai dengan kebutuhan peserta maupun visi, misi, dan nilai-nilai di UII. Ketiga, menyusun modul yang akan dipakai untuk orientasi mahasiswa baru di tahun 2016, termasuk mempersiapkan lokasi dan pematerinya; serta melakukan uji coba modul. Keempat, melakukan sosialisasi modul, terutama kepada panitia dan dosen. Kelima, melaksanakan orientasi mahasiswa baru dengan desain baru, termasuk pengukuran sebelum dan setelah kegiatan (pre and posttest). Keenam, mengevaluasi secara komprehensif pelaksanaan Orientasi Mahasiswa Baru 2016, termasuk merekomendasikan ide-ide inovatif untuk tahun-tahun yang akan datang.
Menutup tulisan ini, penulis ingin mengajak semua pembaca, terutama para pemangku kepentingan, baik dari tingkat lembaga, program studi, fakultas, sampai universitas: mari kita kawal bersama-sama perubahan dan tradisi pelaksanaan Orientasi Mahasiswa Baru UII ini supaya ke depan, kampus perjuangan ini tidak hilang sisi rahmatan lil ‘alamin-nya. Kita ciptakan nuansa kegiatan orientasi mahasiswa baru yang lebih akrab, lebih memanusiakan manusia, dan lebih mampu meninggalkan kesan positif bagi mahasiswa baru UII. Itulah orientasi mahasiswa baru yang sesuai syariat Islam. Bukankah yang tercantum dalam Hymne UII adalah: “Syariat Islam amalan kita…”? Itu. Bagaimana menurut anda?
Penulis:
Dr.rer.nat. Arief Fahmie, S.Psi., M.A, Psikolog
Dekan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia
ICOSEAS Kaji Isu Seputar ASEAN
/in /by Darzan Hanan MProf Sawitri : Koruptor itu Psikopat !
/in /by Darzan Hanan MSelain mengkritisi perilaku koruptif, Guru Besar Psikologi Klinis dan Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran Bandung tersebut juga membahas kasus-kasus indikasi psikopat lainnya, yakni kleptomania. Kleptomania merupakan istilah bagi seseorang yang suka mengambil (mengutil) barang milik orang lain, meskipun barang itu tidak terlalu berharga. Menurut dokumen kasus, perilaku ini pernah dilakukan oleh hampir seluruh lapisan usia, baik anak-anak, remaja, dewasa, bahkan orang tua. Pelakunya pun bukan hanya masyarakat biasa, tapi pernah juga dilakukan oleh seorang kepala negara.
Adapun rangkaian lengkap materi yang disampaikan oleh pengasuh Rubrik Psikologi di Harian Kompas dalam agenda workshop selama tiga hari tersebut antara lain adalah gambaran psikopatologi, integrasi psikoanalisa & behavioristik, teknik penyusunan anamnesa eksploratif, bedah kasus, ketrampilan behavioral unit construct, penyusunan paradigma psikopatologi, evaluasi kepribadian berdasarkan paradigma psikopatologi serta pembahasan kasus psikopatologi di Indonesia. Uraian materi disampaikan dalam bagan-bagan yang memudahkan peserta untuk melihat secara menyeluruh sebab akibat yang terjadi pada seseorang yang memiliki problem kejiwaan.
Menurut salah satu peserta sekaligus merangkap sebagai panitia penyelenggara, dengan penyelenggaraan workshop tersebut diharapkan para peserta lebih terampil dalam mengurai masalah psikopatologi pada kasus-kasus klinis.
Pengenalan Body Mapping dalam Prevensi Sexual Abuse pada Anak
/in /by Darzan Hanan MMasih menurut Rengganis bahwasanya cara menarik yang bisa digunakan untuk mengenalkan perlindungan diri kepada anak-anak adalah melalui permainan, lagu, body mapping, atau dengan metode-metode tertentu. Rengganis juga menyampaikan 7 konsep factsheets yang disusun oleh Family Planning Quensland yang perlu diberikan kepada anak dalam rangka menanamkan perlindungan dirinya, seperti harga diri, asertivitas, kesadaran akan tubuh, memahami bentuk-bentuk hubungan, memahami aturan tentang sentuhan, memahami perasaan yang muncul, dan mengetahui hal yang harus dilakukan jika aturan tersebut terlanggar.
Adapun metode-metode yang disampaikan kepada peserta kolokium antara lain adalah membiasakan agar anak menyadari tentang haknya, memasukan informasi tentang perlindungan diri dalam kegiatan belajar mengajar, ataupun perlindungan diri dengan melakukan body mapping atau pengenalan terhadap tubuh anak terkait bagian tubuh mana yang boleh disentuh dan yang tidak boleh disentuh oleh orang lain serta memberikan informasi yang diperlukan terkait tentang perlindungan diri, perbedaan gender, dan sebagainya.
Lantas, bagaimana jika kekerasan terhadap anak sudah terjadi?
Jika kekerasan tersebut sudah terjadi, maka Rengganis menyampaikan beberapa hal yang bisa dilakukan, yakni memenuhi kebutuhan anak akan rasa aman dengan tidak menyalahkan korban atas hal yang sudah terjadi, menghubungi pihak yang berkompeten dalam pendampingan kasus kekerasan seperti FPK2PA (tiap kabupaten), Rifka Annisa, Rekso Dyah Utami, dan sejenisnya, melakukan intervensi psikologis dan kejiwaan jika diperlukan, melibatkan anak dalam proses penyelesaian kasus, membangun dukungan masyarakat untuk memberikan rasa aman kepada korban dan keluarganya, ikut memantau proses hukum yang diambil dan memberi dukungan psikologis-sosial pada korban jika kasusnya masuk ke ranah hukum, serta menjadikan peristiwa tersebut sebagai pelajaran bagi seluruh masyarakat dan bukan justeru menutupi.
Kemendikbud RI Fasilitasi Pembuatan Film “Ramuan Ajaib’ .
/in /by Darzan Hanan MAdapun proses seleksi atau tahap kegiatan program Fasilitasi Produksi Film Pendek Fiksi dan Dokumenter Tahun 2015 antara lain adalah proses pendaftaran proposal yang ditutup pada tanggal 23 Agustus 2015, seleksi proposal pada 24-27 Agustus 2015, Pengumuman penerima fasilitasi pada 28 Agustus 2015, proses produksi pada bulan September-Oktober 2015, dan penayangan film di TV pada November 2015.
Menurut Mas Gun (sapaan akrab Marjito Iskandar Tri Gunawan), saat ini sebagian masyarakat dari kota maupun desa di Kota Yogyakarta berbondong-bondong mengkonsumsi jamu. Alasan utama memilih jamu adalah karena biaya yang murah, mudah, cocok serta salah satu cara melestarikan budaya nenek moyang yang secara turun temurun diwariskan kepada mereka. Namun demikian, ada cara yang khusus yang harus dilewati untuk mengkonsumsi jamu, terutama jamu Cekok. Cara ini bagi sebagian masyarakat, menjadi sebuah tantangan untuk kembali menjadi alami.
“Melalui tradisi minum jamu cekok berarti orang tua turut memperkenalkan produk dalam negeri dan produk leluhur yang diturunkan secara turun temurun kepada anak sejak usia dini”, tambahnya.
Selain ditayangkan di stasiun TV, nantinya hasil karya film fiksi dan dokumenter bertemakan budaya, dan kearifan lokal yang mencerminkan karakter bangsa tersebut akan dikompilasi dan disebarkan ke seluruh SMA/SMK di Indonesia yang memiliki jurusan multimedia ataupun sinematografi.
Laboran Komunikasi Juarai Lomba HUT-POLRI ke-69
/in Prestasi/by Darzan Hanan MMenurut pemilik sapaan akrab ‘Mas Gun’ ini, lomba diikuti oleh 1.114 karya/video yang terbagi dalam 3 kategori, yakni kategori Umum, kategori jurnalis dan mahasiswa. Masing-masing kategori diambil 3 orang pemenang (juara 1, 2 dan 3) dan untuk juara harapan hanya diambil juara harapan 1 & 2 .
“Film ini (baca: Kursi Roda dan Pengabdian)bercerita tentang polisi yang bertugas di polsek rancaengkek bandung, tetap mengabdi dengan baik ditengah keterbatasan sebagai penyandang diffable. Pembuatan film berlangsung pada bulan Juni-Juli 2015, melibatkan mahasiswa komunikasi UII bernama Farid Iskandar”, ungkapnya.
Selamat atas prestasi yang telah diraih dan kita doakan agar laboran Prodi Ilmu Komunikasi atau yang akrab disapa ‘Mas Gun’ bisa terus berkarya mengukir prestasi. Amiin.
Prodi HI Kaji Pengelolaan Migran dan Pengungsi di Wilayah Asia Tenggara
/in /by Darzan Hanan MDalam paparannya, Hasan Kleib banyak berbagi pengalaman tentang pengelolan migran maupun pengungsi yang masuk ke wilayah Indonesia. Motivasi migraan kebanyakan disebabkan oleh faktor ekonomi. Sedangkan pengungsi banyak dipengaruhi oleh faktor konflik yang terjadi di negara asal. Menurut beliau, menjadi seorang pengungsi yang disebabkan oleh konflik bukanlah sebuah kejahatan internasional, namun jika mengungsi lebih dikarenakan faktor ekonomi dan melalui jasa penyelundupan/ perdagangan manusia, maka hal itu bisa dikategorikan sebagai kejahatan internasional (international crime)
Hasan Kelib menambahkan bahwasannya meski secara administratif (kelengkapan surat menyurat-visa-pasport) para pengungsi tentu akan masuk ke ranah pelanggaran, namun hal itu tidak berlaku jika mereka benar-benar mengungsi akibat kejadian luar biasa di negara asalnya. Untuk penanganannya saat ini ada 3 tindakan yang biasa dilakukan oleh negara-negara tujuan para pengungsi, yakni mengembalikan mereka ke negara asal, mengirimkan mereka ke negara tetangga atau mengintegrasikan mereka sebagai warga negara.
Persoalan para migran dan pengungsi tersebut memang selalu menjadi bahaan yang dilematis bagi negara-negara Asia khususnya di wilayah Asia Tenggara. Satu sisi menyangkut nilai-nilai kemanusiaan, sedangkan di sisi lain menyangkut persoalan atau permasalahan baru yang akan muncul di negara yang menjadi tujuan para pengungsi.
MAPPRO FPSB Milad ke-10
/in /by Darzan Hanan M“Alhamdulillah Mappro saat ini berulang tahun yang ke 10. Saat ini perkembangan sudah sangat bagus. Mahasiswa kami saat ini sudah sangat kompetitif (dilihat dari rasio pendaftar dan penerimaan mahasiswa baru). Alhamdulillah kecepatan kelulusan juga lebih baik. Tahun ini juga ada ledakan lulusan dimana dalam satu tahun kemarin ada 61 lulusan. Semoga tahun ke depan akan semakin cepat”. Demikian ungkapan sekaligus harapan dari Ketua Program Magister Psikologi Profesi (MAPPRO) Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII), Dr. H. Fuad Nashori, S.Psi., M.si., Psikolog dalam acara Tasyakuran Milad ke-10 Program Studi MAPPRO FPSB UII yang diselenggarakan pada hari Selasa, 17 November 2015 di Mushola Baitul Hadi FPSB UII dengan mengundang anak-anak Panti Asuhan Nurul Yasmin Yogyakarta.
Adapun agenda Tasyakuran Milad X MAPPRO FPSB UII selain diisi dengan potong tumpeng dan makan bersama, juga diisi dengan siraman rohani dengan mengundang ustd. Dr. Supriyanto Pasir, S.Ag., MA sebagai pemateri. Dalam ceramahnya, ustadz yang akrab disapa Pak. Pasir ini mengajak para jamaah untuk lebih berhati-hati dalam beribadah agar terhindar dari riya’ akibat godaan syetan yang sangat halus.
Agenda milad diakhiri dengan doa bersama yang juga dipimpin langsung oleh ust. Pasir.