Mengupas Serba-serbi Resiliensi Dalam Kuliah Umum Psikologi UII
//
Dalam dunia kontemporer, ketahanan diri atau resiliensi menjadi keahlian penting yang hendaknya dimiliki oleh setiap orang. Tidak terkecuali mahasiswa, dinamika dan perubahan lingkungan belajar yang sama sekali baru membuat kebanyakan orang merasa kesulitan untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri. Menanggapi fenomena tersebut, Program Studi (Prodi) Psikologi, Fakultas Psikolosi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan kuliah umum dengan tema senada pada Sabtu (21/09).
Bertajuk “Tangguh di Dunia Digital: Membangun Resiliensi Mahasiswa di Era Modern”, Prodi Psikologi UII mengajak para mahasiswa dan mahasiswi barunya untuk mengupas serba-serbi resiliensi bagi mahasiswa. Didampingi oleh Dr. Rina Mulyati, M.Si., Psikolog., dan Ega Asnatasia Maharani, M.Psi., Psikolog., selaku pemateri serta Lifthya Ahadiati Akmala, M.Psi., Psikolog., sebagai moderator, agenda kuliah umum ini juga ditujukan sebagai seremoni penyambutan mahasiswa baru tahun ajaran 2024/2025.
Kegiatan ini turut dihadiri pula oleh Dekan FPSB UII, Dr.Phil. Qurotul Uyun, S.Psi., M.Si, Psikolog., Ketua Jurusan Psikologi, Sonny Andrianto, S.Psi., M.Si., Ph.D., Ketua Prodi Psikologi, Hazhira Qudsyi, S.Psi., M.A., serta jajaran tenaga pengajar Prodi Psikologi UII yang juga diperkenalkan kepada mahasiswa baru di akhir sesi.
Qurotul Uyun dalam sambutannya menyampaikan rasa Syukur dan bangganya terhadap mahasiswa dan mahasiswi psikologi UII tahun ini. selain itu, Ia juga memperkenalkan kedua pemateri (Rina Mulyati dan Ega Asnatasia) sebagai salah satu Dosen dan Alumni kebanggaan Psikologi UII. tidak lupa, Ia mengajak para peserta kuliah umum untuk mengambil sebanyak-banyaknya Pelajaran dan informasi yang akan disampaikan oleh kedua pemateri.
Dalam agenda inti, Rina Mulyati mengawali sesi materinya dengan mengajak para peserta untuk mendefinisikan resiliensi mahasiswa, sembari bersama-sama melakukan refleksi diri. Menurutnya, resiliensi dalam diri mahasiswa diperlukan untuk menghadapi tantangan dan tuntutan akademik, tekanan finansial, serta mengatasi permasalahan hubungan sosial dan menyeimbangkan berbagai komitmen yang telah dan akan ditentukan.
Menariknya, Rina menghubungkan konsep resiliensi dengan kebahagiaan hidup. Ia mengungkap bahwa ketahanan diri/resiliensi dapat menumbuhkan beragam emosi positif yang diperlukan seseorang dalam menjalani hidupnya. Di akhir sesi, Rina mengajak peserta untuk belajar membingkai ulang peristiwa-peristiwa hidup yang telah dialami, lalu menutup presentasinya dengan mengutip kalimat dari seorang penulis asal Amerika Serika, Steve Maraboli. “Happiness is not the absence of problems, it’s the ability to deal with them.” Pungkasnya.
Senada, Ega Asnatasia menyebutkan bahwa resiliensi tidak hanya diperlukan seseorang untuk bertahan hidup, melainkan juga untuk berkembang. Ia menganggap bahwa masa perkuliahan berarti masa transisi dari remaja menuju dewasa. Hal tersebut dapat berarti banyak hal, namun yang terpenting adalah beragam perubahan drastis yang mungkin terjadi dalam diri kita.
Ega juga menyebutkan setidaknya ada empat penyesuaian diri yang harus diantisipasi oleh para mahasiswa baru, seperti penyesuaian akademik, sosial, emosional, serta kultural. Melengkapi materi pendahulunya, Ega mendefinisikan resiliensi sebagai “The ability to bounce back from adversity, emerging stronger and more capable after overcoming challenges and setbacks”.
Sesi kuliah umum ditutup dengan tanya-jawab antara peserta dan pemateri, sekaligus dibukanya kesempatan untuk para mahasiswa baru membagikan pengalaman pribadi mereka yang berkaitan dengan resiliensi dan adaptasi terhadap hal-hal baru. (Hizbi)