Ayah, Main Yuk!

Oleh:Farhan Al Farizi – Generasi stroberi merupakan sebutan yang muncul untuk anak-anak zaman sekarang. Kreatif dan punya segudang ide-ide solutif namun gampang “penyok” dan hancur. Sebagai ayah 1 orang putri yang cantik nan solehah, saya sedikit takut dan sedih membayangkan bagaimana keadaan lingkungan ketika anak saya tumbuh dewasa. Sesuatu yang membuat saya sedikit tenang adalah bahwa generasi ini tidak tiba- tiba muncul lalu membesar dan menjadi generasi stroberi dengan segala macam positif negatifnya. 

Ada 1 hal yang berperan besar dalam pembentukan kepribadian dan mental anak tersebut. Ya, pola pengasuhan yang diterapkan oleh kedua orangtua dan lingkungan yang mempengaruhinya. Pada momen ini saya berpikir bahwa saya harus mengambil peran untuk membangun generasi yang tidak mudah “penyok” ketika menghadapi berbagai macam rintangan yang Allah berikan.

Semakin hari menjalani kehidupan sebagai seorang ayah saya semakin sadar bahwa pada dasarnya kedua orang tua memiliki peran yang sama besarnya dalam membentuk kepribadian si anak. Tidak hanya seorang ibu yang memiliki tanggung jawab untuk mengasuh anak, namun juga saya sebagai seorang ayah, walaupun seorang ayah memiliki porsinya sendiri dalam pola pengasuhan. Terutama si ayah akan bertanggung jawab secara penuh di hadapan Allah dalam hal apapun yang dilakukan oleh anggota keluarganya. Terkait ini Allah menyampaikan dalam Q.S At Tahrim:6 yang pada intinya adalah seorang mukmin harus menjaga keluarganya dari api neraka, yang bahan bakarnya dari manusia dan batu, dst.

Pada awal ayat ini Allah menujukan untuk kepala keluarga untuk menjaga seluruh anggota keluarganya agar terhindar dari api neraka.

Apa saja yang bisa dilakukan oleh seorang ayah?

Putri kecil saya berumur 3 tahun, seringkali ketika pulang bekerja saya disambut dengan pelukan hangat dan suara riangnya yang sudah siap untuk mengajak bermain. Berpura-pura menjadi kuda, menemaninya bermain puzzle atau bermain lego adalah yang paling sering saya lakukan. Harapan saya adalah dengan sering menghabiskan waktu bersama dengannya, dia bisa membedakan bagaimana caranya berhubungan dengan lawan jenisnya nanti dan memiliki proteksi diri jika ada orang dengan lawan jenis yang memiliki niat buruk kepadanya.

Seringkali dipahami bahwa seorang ayah memiliki peran untuk mencari nafkah dan seorang ibu mengurus anak di rumah. Pemikiran ini tentu saja tidak salah namun tetap harus ada pembagian peran yang jelas, tidak hanya ayah dan ibu tetapi juga setiap anggota keluarga. Banyak sekali kajian pola pengasuhan yang membahas peran ayah dalam tumbuh kembang anak.

Kehilangan peran ayah dalam pengasuhan dapat mengakibatkan sang anak berusaha mendapatkan kehangatan dan perhatian dari laki-laki yang bukan mahramnya bagi anak perempuan dan tidak tahu bagaimana caranya menjadi lelaki yang bertanggung jawab bagi anak laki-laki. Anak-anak kita yang masih belum sempurna akalnya tentu belum dapat memisahkan mana hal yang berdampak baik atau buruk bagi dirinya. Maka disinilah peran kedua orang tua.

Dilema saat ini adalah perkembangan yang mengharuskan banyak orang untuk pandai dalam menggunakan gawai. Padahal tidak sedikit pengaruh buruk yang dibawa oleh gawai tersebut. Kita

sebagai orang tua harus berperan lebih aktif untuk mendampingi anak bermain atau belajar menggunakan gawai. Karena ini bisa menjadi saran untuk membangun kelekatan dengan putra putri kita.

Sadarkah kita bahwa para ayah memiliki peran yang seharusnya lebih besar dari hanya sekedar mencari nafkah? Iya, mencari nafkah hanya sebuah bentuk ikhtiar seorang hamba dalam menjemput rezekinya. Namun ada sesuatu yang perlu dikerjakan oleh seorang ayah dalam perannya di rumah tangga. Yaitu mendidik seorang anak untuk mengenal Tuhannya, nabinya dan agamanya dengan baik, karena pertanyaan tentang 3 hal itulah yang akan didapatkan seorang anak didalam kuburnya kelak ketika sudah meninggal dunia. Bagaimana jadinya jika semasa hidupnya seorang anak tidak sempat mendapatkan pelajaran tersebut dari orang tuanya terutama dari ayahnya?

Namun untuk menanamkan nilai-nilai tersebut, seorang anak akan sulit menerimanya jika metode yang digunakan adalah dengan duduk rapih belajar dan tidak boleh bercanda. Dunia anak bukanlah seperti itu, perlu kita pahami bahwa dunia anak adalah dunia bermain. Maka apapun yang akan kita sampaikan, usahakan selalu dengan riang gembira dalam bentuk permainan. Bisa bernyanyi sambil bertepuk tangan, atau sambil berkejaran, mungkin bisa juga dengan berbincang di kasur sambil bermain puzzle kesukaan.

Hal-hal diatas adalah yang seringkali saya lakukan untuk membangun kepribadian anak agar memiliki mental yang kuat. Bermain sambil seringkali disisipi nilai-nilai yang berguna baginya didunia dan diakhirat. Bagaimana menurut ayah selama ini dalam melaksanakan pengasuhannya?