TERUNTUK YANG BERPUTUS ASA KARENA DOSA

Oleh: Muhammad Novvaliant Filsuf Tasaufi, S.Psi., M.Psi., Psi—-

Manusia yang terlena dengan kehidupan dunia seringkali menunjukkan perilaku yang melampaui batasnya. Seolah hidup hanya ada di dunia saja. Ada slogan yang cukup terkenal di dunia yakni “YOLO” atau yang bermakna “You Only Live Once” yang artinya hidup itu hanya sekali. Mereka tidak yakin bahkan tidak percaya dengan kehidupan setelah kematian. Yang mereka percayai, bahwa setelah kematian, manusia akan jadi tulang belulang dan debu. Efeknya adalah, banyak yang menggunakan slogan ini sebagai dasar untuk menikmati kehidupan dengan cara-cara yang semaunya sendiri karena merasa tidak akan ada hari pertanggungjawaban.

Kita menyadari bahwa kehidupan dunia ini bukanlah hal yang mudah untuk dijalani. Ada banyak rintangan, tantangan bahkan jebakan yang seringkali membuat manusia menjadi terlena dengan apa yang sebenarnya menjadi tujuan dalam hidupnya, bahwa segala sesuatu di dunia ini sifatnya sementara. Manusia menjadi terlalu fokus dengan kehidupan dunia dan terlupa bahwa kehidupan akhirat sedang menanti dengan kematian sebagai jembatan di antara kedua alam tersebut.

Kita Tidak Ada yang Suci, Semua Penuh Dosa

Banyak yang menginginkan kehidupan yang mana masa anak dimanja, masa muda foya-foya, masa dewasa semaunya, tua kaya raya dan mati bahagia. Bila hati manusia cenderung pada kemaksiatan, maka aktivitasnya akan cenderung berbuat dosa, meskipun sebenarnya aktivitas yang dijalani merupakan aktivitas yang sifatnya mubah atau yang diperbolehkan, bahkan bisa jadi wajib yang akhirnya ternodai oleh dosa-dosa.

Sebagai contoh, bahwa mencari nafkah dan mengumpulkan harta adalah hal yang sah-sah saja. Berlibur dan berekreasi pun tidak menjadi masalah, namun akhirnya banyak manusia yang kemudian menambahkan dengan hal-hal maksiat demi rasa kepuasan dan kebahagiaan semu, seperti liburan di gunung rasanya tidak lengkap jika tidak menenggak miras.  Biar hangat alasannya.  Contoh lain adalah liburan dengan teman-teman lalu melakukan zina beramai-ramai.  Friend with benefit atau “jatah mantan/teman” yang menjadi dasarnya.  Juga sebagai contoh, bekerja yang sebenarnya bisa menjadi amalan yang bernilai ibadah tinggi, namun terasa ada yang kurang jika tidak melakukan korupsi atau mengambil keuntungan pribadi meski mengorbankan kepentingan orang banyak.

Ada berjuta alasan yang menjadi dasar dari perilaku manusia yang melampaui batas ini. Hingga pada akhirnya, saat ada yang mengingatkan tentang kehidupan akhirat, ada alasan kembali, “sudah terlanjur basah, nyebur aja sekalian” yang membuat manusia terus berkubang dalam lumpur kemaksiatan dan perilaku yang melampaui batas. Dosa yang dilakukan seolah tidak memberikan kegelisahan bahkan ada yang sampai berbangga dengan dosa yang telah dilakukan atau malah merencanakan dosa-dosa berikutnya.

Maka, sungguh celaka bagi mereka yang tidak mendapatkan petunjuk Allah SWT untuk kembali. Beberapa dibiarkan dalam kesesatan hingga berakhir dengan akhir yang buruk. Bahkan ada yang dibiarkan dengan keyakinan bahwa dirinya melakukan kebaikan, padahal sejatinya sedang bergelimang dosa. Semoga Allah SWT melindungi kita dari hal yang demikian. Mungkin ada beberapa dari mereka yang hatinya merasa tidak nyaman dengan perilaku melampaui batasnya sehingga ada perasaan ingin kembali, namun ragu, apakah Allah masih berkenan mengampuninya atau tidak. Rasanya menjadi seperti putus asa, apakah masih ada harapan dalam hidupnya. Dunia terasa begitu sempit dan gelap, dada begitu sesak dan seperti tidak ada tempat berlindung.

Sebagaimana dikisahkan dalam cerita yang masyhur, ada seorang pemuda, yang telah membunuh 99 manusia. Jelas ini merupakan perilaku yang melampaui batas. Membunuh satu manusia saja bisa diibaratkan dengan membunuh semua umat manusia, maka bagaimana dengan membunuh 99 manusia? Pemuda ini hatinya gundah dengan apa yang sudah dilakukannya.  Ia berusaha berhenti dan mencari tahu, apakah masih ada kesempatan baginya untuk kembali pada jalan yang membuatnya tenang. Hingga akhirnya ia bertemu dengan seorang yang dikenal sebagai ahli ibadah.

Lalu ia bertanya pada sang ahli ibadah tersebut, “mungkinkah dosaku diampuni oleh Allah?”.

Sang ahli ibadah terkejut dengan pengakuan pemuda tadi yang telah membunuh 99 jiwa, lalu menjawab, “Subhanallah, dosamu sebegitu besarnya. Jika membunuh satu jiwa saja sudah dosa besar, maka bagaimana dengan 99 jiwa? Tidak, tentu saja Allah tidak akan mengampunimu!” kata sang ahli ibadah tadi.

Pemuda yang sudah hampir putus asa tadi makin kehilangan harapan sehingga mengayunkan pedangnya pada sang ahli ibadah tadi. Genaplah sudah 100 jiwa yang direnggut oleh tangannya. Kemudian, pemuda tadi teringat pada seorang ulama di dekat daerah tersebut dan ingin bertanya hal serupa dengan harapan yang masih tersisa. Pertanyaan yang sama diajukan, “mungkinkah Allah mengampuniku?”.  Sang ulama sedikit terkejut namun kemudian menjawab, “Subhanallah, sesungguhnya apa yang sudah kamu lakukan (membunuh) itu adalah perkara besar, namun sesungguhnya pula ampunan Allah itu lebih besar lagi. Selama nafas masih di tenggorokan, selalu masih tersedia kesempatan…”. “Benarkah? Aku sudah membunuh 100 jiwa” tanya si pemuda tadi ragu – ragu. “Tentu saja, hanya saja jika kamu benar benar ingin bertaubat, maka pergilah ke daerah sana, di mana kamu akan menemui banyak ahli ibadah dan meninggalkan daerahmu karena daerahmu membuatmu selalu melakukan kejahatan tersebut”, jawab sang ulama tadi.

Singkat cerita, pemuda tadi kembali dari rumah sang ulama dengan perasaan yang lebih tenang hingga memutuskan untuk berhijrah meninggalkan desa yang selama ini sudah menjadi rumah dan zona nyaman baginya. Namun sayangnya, pemuda tadi meninggal di tengah perjalanannya menuju desa yang disebutkan oleh ulama tadi. Hingga turunlah malaikat rahmat dan azab yang ingin membawa jiwanya. Malaikat azab dan rahmat merasa lebih berhak untuk membawa jiwa pemuda tadi dengan argumentasinya. Malaikat azab merasa berhak karena dosa pemuda tadi sedemikian besar. Sementara malaikat rahmat merasa berhak karena pemuda radi sudah bertaubat. Hingga turunlah malaikat Jibril untuk menengahi kedua malaikat tadi.

“Agar lebih adil, ukurlah jarak antara pemuda itu, lebih dekat ke desa tujuan atau desa yang telah ditinggalkan. Jika pemuda tadi lebih dekat dengan desa tujuan, maka malaikat rahmat yang membawa jiwanya, sementara jika lebih dekat dengan desa yang ditinggalkan, malaikat azab yang membawa jiwanya”.  Setelah diukur, ternyata pemuda tadi lebih dekat dengan desa tujuan, dan akhirnya malaikat rahmat yang membawa jiwa pemuda tadi. Demikianlah kisah tentang kehidupan seorang pemuda yang penuh dengan dosa, namun berakhir dengan penutup yang baik, atau husnul khatimah.

Surat Cinta dari-Nya

Al-Quran yang sarat akan surat cinta dari Allah di surat Az-Zumar 53 dapat menjadi salah satu cahaya di tengah gulita bagi mereka yang merasa putus asa karena bergelimang dosa. Allah SWT berfirman dalam ayat tersebut yang artinya:

Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Ayat ini memberikan harapan bahwa sesungguhnya kasih sayang Allah SWT begitu luas dengan mengampuni dosa semuanya. Iya, semua dosa diampuni oleh Allah SWT selama hamba-Nya bertaubat. Salah satu hikmah dari taubat adalah dengan diampuninya semua dosa. Sebagaimana kisah pembunuh 100 manusia tadi, setelah bertaubat, satu-satunya amalan yang dilakukan adalah berhijrah, berjalan ke tempat yang ditunjukkan oleh ulama agar dirinya mendapatkan lingkungan yang lebih baik. Satu-satunya amalan ini yang kemudian menjadikan alasan malaikat Rahmat menghampirinya.

Begitu juga dengan kisah pelacur yang masuk surga karena memberi minum seekor anjing. Dalam sebuah riwayat, pelacur tersebut juga sedang berhijrah, menuju daerah yang lebih baik, karena di daerah asalnya justru membuatnya terjebak dengan lingkaran setan yang membuatnya tidak bisa keluar dari dunia pelacuran. Sehingga, kebaikan satu-satunya yang dilakukan oleh wanita tadi adalah dengan memberikan minum seekor anjing yang kehausan.

Dua kisah di atas menunjukkan bahwa ketika seseorang bertaubat dengan sepenuh hati, menyesali kesalahan dan meninggalkan lingkungan yang membuatnya terkungkung dalam maksiat, maka Allah SWT dengan kasih sayang-Nya, mengampuni semua dosanya, bahkan memberikan anugerah berupa akhir yang baik atau husnul khotimah.

Ini berbeda dengan kisah Fir’aun yang juga sempat bertaubat, namun nafasnya sudah sampai di tenggorokan karena tenggelam dalam misinya mengejar nabi Musa AS, sehingga taubatnya pun menjadi terlambat dan tidak memberikan manfaat bagi dirinya.  Selama nafas masih di tenggorokan, matahari terbit di sebelah timur, ampunan Allah SWT selalu tersedia.  Sungguh, setan itu tidak menang saat berhasil membuat manusia bermaksiat, karena masih ada kesempatan bagi manusia untuk bertaubat. Setan akan menang saat berhasil membuat manusia berputus asa dari kasih sayang dan ampunan Allah dengan memberikan keyakinan bahwa Allah SWT tidak akan mengampuni semua kesalahannya sampai manusia tersebut menemui kematiannya. Bahwa dosa manusia memang banyak, namun ampunan Allah SWT lebih banyak lagi. Dalam hadits arba’in ke 42, Rasulullah pernah bersabda,

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia berkata: ‘Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah berfirman: ”Wahai Bani Adam, sesungguhnya jika engkau senantiasa berdoa dan berharap kepada–Ku niscaya Aku akan mengampunimu semua dosa yang ada padamu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam kalau seandainya dosamu setinggi langit, kemudian engkau memohon ampun kepada– Ku, niscaya aku akan memberikan ampunan kepadamu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam seandainya engkau menghadap kepada–Ku dengan membawa dosa sepenuh bumi kemudian engkau berjumpa dengan–Ku dalam keadaan tidak menyekutukanKu dengan sesuatu apapun, niscaya Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. At-Tirmidzi).

Meski Allah SWT Maha Pengampun, terdapat beberapa hal yang mesti diperhatikan saat hendak bertaubat. Sungguh, merupakan bentuk kebodohan jika seseorang meyakini Allah Maha Pengampun lalu dengan sengaja dan semena-mena melakukan kemaksiatan, karena dirinya tidak sadar, kapan kematian mengintai dirinya. Berikut merupakan beberapa hal yang mesti diperhatikan saat hendak bertaubat menurut Imam An-Nawawi dalam kitabnya Al-Iman.

Pertama, yakni Al-Iqla’ yang bermakna meninggalkan dosa tersebut. Al-Iqla’ ini merupakan tanda keseriusan dari pertaubatannya. Percuma seseorang yang bertaubat sementara dirinya masih konsisten dalam menjalankan kemaksiatannya. Sampai Fudhail bin Iyadh menyebutkan, “istighfar tanpa meninggalkan kemaksiatan adalah taubatnya para pendusta”.

Kedua, yakni An-Nadm, yakni mengakui kesalahan dan menyesali perbuatannya. Salah satu tanda menyesali perbuatannya adalah dengan menyembunyikan aib yang sudah Allah tutupi. Ini berbeda dengan budaya sekarang yang seseorang bisa dengan bangga menceritakan aibnya dan mengumbarnya hingga seluruh dunia mengetahuinya. Bahkan menganggap perilaku menyembunyikan aib adalah sifat munafik, padahal sejatinya tidak demikian. Rasulullah SAW pernah bersabda”

“Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang melakukan dosa terang-terangan, dan sungguh termasuk kegilaan, jika seseorang berbuat dosa pada malam hari, kemudian ia masuk waktu pagi dalam keadaan Allah menutupi dosanya, lalu ia sendiri mengatakan: Wahai fulan tadi malam aku berbuat dosa ini dan itu. Padahal ia tidur malam dalam keadaan Rabbnya menutupi aibnya, dan ia masuk waktu pagi seraya menyingkap tutupan Allah darinya.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

 Ketiga, yakni Al-Azm yang memiliki pengertian tekad yang kuat untuk tidak mengulangi dosanya. Taubat akan kehilangan maknanya jika seseorang setelah bertaubat, kemudian berpikir akan mengulangi perbuatan maksiatnya. Pada sisi lain, setan senantiasa berjuang tidak kenal lelah membujuk manusia untuk mengulangi perbuatan dosanya hingga berakhir dengan kematian sambil berbuat dosa dan menjadi akhir yang buruk atau su’ul khotimah.

Maka dari itu, filosofi YOLO (You Only Live Once) yang selama ini menjadi dasar bagi manusia untuk berleha-leha dan santai bahkan melakukan perbuatan maksiat dengan penuh kebanggaan menjadi tidak tepat karena kehidupan yang kita yakini bukan hanya di dunia ini saja, tapi YODO (You Only Death Once) karena setelah kita merasakan kematian, dan menuju alam berikutnya, tidak ada lagi kematian setelahnya.  Semoga kita termasuk yang dimudahkan untuk kembali, bertaubat dan mendapat ampunan sebelum kematian kita karena ampunan dari Allah SWT inilah yang akan menjadi cahaya di tengah gulitanya perjalanan manusia dalam mengarungi kehidupan dunia.