KETIKA RINTIH TAK BERTEPI, KE MANA MENCURAHKAN ISI HATI?

Oleh: Diana Rahma Qadari——-

“Takdirmu kok ngenes, rapopo wong kae ora beres. Saiki mulai golek liyane, gampang”.  Kalimat seputar putus cinta terdengar cukup keras dari percakapan dua perempuan di seberang meja saya di sebuah rumah makan. Seperti dugaan saya ketika kalimat itu diucapkan, salah satu perempuan yang wajahnya tertutup kedua punggung tangannya justru terisak lebih keras dari sebelumnya.

Ujian kehidupan masing-masing orang di dunia ini tentu berbeda-beda. Permasalahan putus cinta yang membuat galau kaum hawa mulai dari abege hingga fase quarter life crisis, kandas hubungan pernikahan, permasalahan menantu dengan mertua, dan banyak hal lainnya yang mengakibatkan seseorang tidak semangat menjalani hari-harinya seakan kehilangan tiga per empat kebahagiaan. Mereka beranggapan bahwa yang dialami oleh dirinya sangat tidak adil dan seketika muncul keahlian membandingkan kisah hidupnya dengan kehidupan orang lain: “Kenapa harus saya yang merasakan masalah ini? bukan Si A yang hidupnya selalu bahagia dengan pasangannya, disayang mertua atau Si B yang karirnya menanjak dan anak-anaknya pintar. Kenapa harus saya?” Dalam kondisi demikian seseorang justru semakin lebih dalam menyalahkan keadaan dirinya dan takdir yang sedang diterimanya. Sibuk membanding-bandingkan membuat tidur semakin tidak nyenyak, hati semakin sakit dan hilang selera makan. Tanpa disadari justru dirinya sendiri yang meneteskan air jeruk dalam luka yang masih basah.

Dalam kondisi galau, seringkali yang terpikirkan adalah segera menemukan seseorang yang bersedia mendampingi dalam masa kegelisahannya, seseorang yang membantunya mengangkat beban berat dari dalam dadanya dan seseorang yang menenangkannya hingga air matanya mengering.

Bolehkah curhat kepada orang lain?

Seseorang memilih menceritakan permasalahan yang sedang dialaminya kepada orang lain dengan harapan menemukan jalan keluar untuk menyelesaikan permasalahannya, meredakan emosi, mengurangi sakit hati. Segala hal dilakukannya untuk membuat hatinya lebih baik, namun yang disayangkan adalah kehilangan kontrol atau rem karena begitu menggebu menceritakan uneg-uneg yang ada dalam kepalanya hingga tidak sadar banyak keburukan seseorang yang sedang diceritakannya. Allah berfirman dalam QS. Al-Hujurat 12 dengan arti sebagai berikut:

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. “

Mencermati ayat tersebut sangat jelas larangan menggunjing atau membicarakan keburukan oranglain. Oleh karena itu, ketika ingin curhat ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan :

  1. Lebih tepat menghindari menyebutkan nama (menyebutkan si A atau si B sebagai penyebabnya) untuk menghindari persepsi buruk terhadap seseorang.
  2. Menyusun kalimat dengan jelas untuk memudahkan orang lain memahami maksud kita.
  3. Mengetahui kondisi lawan bicara kita (memastikan kesediaannya, waktunya tepat, memastikan dengan kedatangan kita tidak menambah beban pikiran).
  4. Tidak mengajak untuk membenci seseorang.
  5. Mengajak untuk mengambil hikmah dari peristiwa yang dialami.
  6. Curhat sebaiknya dilakukan dengan tidak mendatangi teman lawan jenis (dalam hal ini bukan tenaga ahli profesional atau psikolog). Kita perlu khawatir karena lambat laun menjadi sebuah kebiasaan, membawa kecenderungan untuk bergantung, menimbulkan kenyamanan satu sama lain dan bisa mendatangkan fitnah.

Apabila dada kita begitu sesak dan sangat sulit mengolah hati sehingga kita memerlukan orang lain, awali dengan meminta petunjuk-Nya terlebih dulu. Memohon kepada-Nya untuk diberikan ketenangan dan meminta Allah untuk menempatkan seseorang yang tepat untuk mendampingi kita.

Curhat kepada orang yang tepat

Memiliki lingkaran pertemanan yang baik di dunia ini adalah hal penting yang patut kita syukuri. Lingkaran yang tidak sungkan untuk saling berbagi ilmu, saling mengingatkan dalam hal kebaikan, dan tentu saja menambah kedekatan dengan Allah. Dengan adanya lingkaran positif juga menjadi benteng untuk diri kita dari perbuatan atau sikap yang tidak pantas.

Menemukan lingkaran pertemanan yang tepat bukan berarti semua yang kita kenal bisa menjadi teman curhat. Kriteria untuk menentukan teman curhat juga bukan hal mudah karena selain kita perlu mengenalnya dengan baik, kitapun juga perlu mengetahui pola berpikirnya ketika sedang menghadapi permasalahan. Menceritakan permasalahan kita kepada orang lain juga perlu berhati-hati meskipun kesehariannya bersama kita. Kriteria amanah sangat penting bagi seorang pendengar, tentunya kita tidak menginginkan cerita kita sampai ke telinga orang lain dan parahnya menjadi topik untuk melakukan ghibah. Alih-alih ingin mendapatkan solusi, malah masalah semakin meruncing.  Niat semula mendatangi seseorang untuk menyembuhkan sakit hati malah hati semakin tersakiti.

Ketika kita menemukan seseorang yang bersedia memasang telinga untuk mendengar keluh kesah kita, menyediakan kedua lengannya untuk memeluk kita yang rapuh, amanah, maka bersyukurlah. Ketika kita menemukan seseorang yang betul-betul menjaga cerita kita dan menjaga kerahasiaannya bersyukurlah. Bersyukur lalu mendoakan banyak kebaikan untuknya.

Bagaimana menyikap orang lain yang sedang curhat kepada kita?

Ketika kita didatangi seorang teman yang sedang berwajah “mendung” dan ingin menceritakan kesedihannya, terimalah dengan hati yang lapang karena bisa jadi sebelum datang kepada kita sudah banyak orang yang didatangi namun menolak menjadi pendengarnya. Teman yang mendatangi kita mungkin dalam kondisi ingin menyerah dan berputus asa, namun dengan perhatian dan kebaikan sederhana yang kita berikan kepadanya membuat dirinya merasa lebih berharga bahkan kesediaan kita menerima menyelamatkannya dari keinginan mengakhiri hidupnya.

Ketika seseorang datang kepada kita, kita cenderung mudah larut dengan ceritanya dan turut sedih merasakan posisi yang sedang dialaminya. Namun apakah empati yang kita tunjukkan sudah tepat? Karena seringkali tanpa sadar malah mengajak pada kesedihan yang lebih mendalam seperti percakapan di atas (menganggap remeh permasalahan yang dialami). Tak jarang orang yang semula datang kepada kita karena membutuhkan orang lain untuk sedikit mengangkat bebannya, mendengarkan dirinya, menghibur dan membantu meredakan kesedihannya tetapi ucapan-ucapan yang kita sampaikan justru semakin menyalahkan dirinya, menunjukkan respon yang berlebihan dan menyalahkan ketetapan yang Allah berikan.

Orang yang mendatangi kita dalam keadaan dirinya sedang dirundung masalah karena dirinya mempercayai kita untuk menemani dalam kondisi terendahnya, berharap kepada kita untuk membantu mengurai kesulitan yang sedang dirasakan. Dalam kondisi yang sedang dialami sangat perlu bagi kita untuk bersabar, menyediakan waktu yang panjang dan membuka telinga kita lebar-lebar untuknya. Ketika kita mendampingi seseorang dalam kondisi demikian jangan terburu-buru berkata panjang dan ingin segera menasehatinya karena bisa jadi nasehat yang kita sampaikan justru akan menyakitinya karena saat itu dirinya sedang tidak mampu berfikir panjang dan kesulitan mengelola emosi. Sebagai pendengar kitapun diuji oleh Allah mampukah kita menahan diri, baik dari keinginan untuk merasa paling benar hingga menjaga amanah dengan tidak mengumbar atau menceritakan kepada orang lain.

Lalu kapankah waktu yang tepat untuk memberikan nasehat? Saat kita diminta oleh teman kita untuk memberikan masukan dan tentu saja ketika kesedihannya terlihat mereda, suasana hatinya sudah lebih baik. Saat itu kita perlu memberikan energi positif kepadanya seperti mengajak memahami bahwa segala bentuk ujian, cobaan dan takdir yang diterima sesuai dengan kemampuan seorang hamba-Nya, menerima ketetapan yang Allah berikan sebagai salah satu bentuk keimanan dan kesedihan yang diterima juga bagian dari bentuk kasih sayang Allah bahkan cara Allah untuk menghindarkan diri kita dari hal-hal buruk yang akan terjadi di depan kita.

Menjadikan Allah sebagai tempat terbaik untuk Curhat

Ketika kita menemukan kesulitan dalam menghadapi permasalahan, hendaknya yang pertama kali terbesit dalam hati kita adalah segera kembali kepada Allah.

Bukankah Dia (Allah) yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila dia berdoa kepada-Nya, dan menghilangkan kesusahan” (QS. An Naml: 62)

Dalam surah di atas menjadi petunjuk bahwa ketika kita menemukan kesulitan dalam hidup ini berdoalah dan mendekat kepada-Nya karena dengan doa, Allah menghilangkan kesusahan yang kita hadapi.

Ketika kita mengangkat tangan dan berdoa kepada-Nya tidak selalu detik itu juga permintaan kita dikabulkan bahkan kita perlu memanjangkan sabar. Tetapi penuhi hati kita dengan kepercayaan dan penerimaan yang utuh kepada-Nya bahwa segala keputusan yang Allah berikan dalam kehidupan adalah wujud rasa sayang-Nya. Ketika sedang menghadapi masalah, satu-satunya yang kita miliki hanya iman kita kepada Allah, kepercayaan kita bahwa Allah tidak akan pernah meninggalkan seorang diri. Kita memang merasa belum mampu melalui ujian dengan baik, tetapi diri kita perlu tahu bahwa Allah ikut serta membantu kita mengelola pikiran dan perasaan kita. Allah satu-satunya yang tidak pernah meninggalkan kita seorang diri meski kita sulit menyadarinya dalam hati. Allah memberikan kita masalah bukan untuk menghancurkan kehidupan kita. Allah membuat gelap dunia kita sementara untuk membuat kita menyadari dimana letak cahaya sebenarnya dengan menyadari kehadiran-Nya.

Seringkali mencurahkan isi hati kepada Allah malah menjadi pilihan terakhir. Itupun dilakukan setelah diri kita menerima kekecewaan setelah menceritakan masalah kita kepada orang lain. Pada saat itulah kita kembali disadarkan bahwa tempat ternyaman untuk berkeluh kesah hanya kepada Allah. Kita bebas mencurahkan isi hati kita tanpa ada batasan. Curahan hati kita aman dan tetap menjadi rahasia. Ketika suasana hati kita tidak baik, kita cenderung ingin bersegera bertatap muka dengan orang lain dan berkeluh kesah kepada Allah menjadi jalan akhirnya. Padahal kita tahu bahwa Allah sedekat urat nadi, tetapi kita terlambat menyadarinya dan menomorduakan sebagai jalan keluar dari keresahan kita.

Menceritakan semua keluh kesah kepadaNya tidak akan kembali dalam bentuk kekecewaan. Keresahan yang kita rasakan berangsur menjadi ketenangan di dalam dada. Permasalahan yang seperti benang kusut menjadi mudah terurai. Kerahasiaan yang kita simpan di dalam hati yang paling dalam Allah tahu, dan dengan kehendak-Nya tidak satupun manusia lainnya yang mengetahui. Rintihan yang tidak bertepi Allah redakan dengan kasih sayang-Nya. Tidak ada satupun kerugian yang kita terima ketika Allah menjadi yang pertama mendengar cerita kita. Karena Allah mampu menyembuhkan luka kita.

Jika kita sedang diuji dengan hati yang terluka semoga diri kita termasuk orang yang Allah angkat rasa sakitnya dengan cepat dan Allah berikan kekuatan untuk melalui semuanya dengan baik. Dan saat banyak orang lain yang mulai kecewa dengan ketetapan-Nya dan menjauh pergi dari Allah, semoga kita termasuk yang Allah berikan hidayah agar terus kembali mendekat kepada-Nya dan merasakan betapa indahnya percaya dengan Allah.

Belajarlah untuk selalu mendekat kepada-Nya dalam keadaan apapun baik dalam kebahagiaan maupun kesedihan. Ujian, permasalahan yang diberikan kepada hamba-Nya pasti akan datang dan yang perlu kita yakini semua permasalahan tentu memiliki solusi dan pasti akan selesai tergantung kemana kita berserah diri.