FPSB Kaji Kesejahteraan Psikologis Anak Indonesia
“Kegiatan ini merupakan terjemahan/implementasi UII sebagai kampus yang rahmatan lil’alamin. Kita ingin memastikan bahwa anak2 bangsa dalam keadaan baik semua. Kesejahteraan anak ini hal yang paling penting. Ini seiring semakin sibuknya orangtua sehingga tidak sempat mendidik anaknya dengan baik dan hanya diserahkan sepenuhya kepada sekolah. Kondisi pandemi saat ini memiliki sisi positif terkait dengan kedekatan orangtua dengan anak sehingga orangtua bisa memastikan tumbuh kembang anak secara baik saat mereka mendampingi anak-anaknya sekolah/belajar secara daring. Saat ini juga semakin banyak kasus perceraian yang tentunya akan sangat berdampak bagi masa depan anak-anaknya. Semoga kita senantiasa berpihak kepada anak kita. Banyak nabi yang sangat perhatian terhadap anak-anaknya”. Demikian garis besar sambutan disampaikan oleh Dr. H. Fuad Nashori, S.Psi., M.Si., M.Ag. Psikolog pada kegiatan Studium General ; Kesejahteraan Psikologis Anak Indonesia yang diselenggarakan dalam rangka Lustrum ke-5 Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII), Senin, 24 Agustus 2020.
Kegiatan yang diikuti lebih dari 300 peserta secara daring tersebut menghadirkan Reza Indragiri Amriel, S.Psi., M.Crim (ForPsych) dan Dr.rer.nat. Dian Sari Utami, M.A sebagai pemateri. Sedang moderator dibawakan oleh Resnia Novitasari, S.Psi., M.A.
Sebagai pemateri pertama, Reza Indragiri Amriel melalui materinya yang berjudul “Penutupan Akses Anak Korban Perceraian” banyak menyampaikan kasus perceraian yang sangat berdampak pada perkembangan sosial & emosional anak. Konsultan Lentera Anak Foundation ini menambahkan bahwa saat ini masih banyak kesalah pahaman di masyarakat terkait hak asuh yang sudah diputuskan oleh pengadilan. Banyak orangtua yang telah memenangkan gugatan kuasa asuh anak pada proses perceraian beranggapan boleh bertindak sesukanya terhadap anak. Bahkan sampai menutup akses anak untuk bertemu orangtua yang kalah dalam proses kuasa asuh. Jika hal itu terjadinya, maka sebenarnya orangtua yang menghalangi akses anak untuk bertemu dengan orangtua satunya tersebut telah melakukan perlakuan salah yang merupakan bentuk dari parental alienation. Jika itu terjadi, maka bisa diproses sebagai kasus pidana. Bentuk parental alienation lainnya yang bisa diproses sebagai kasus pidana adalah kekerasan dan ekploitasi terhadap anak.
Jadi menurutnya, jika terjadi perceraian ada baiknya hak asuh diberikan berdasarkan kepentingan terbaik bagi anak dan hal itu bisa dijadikan dasar untuk memberikan hak asuh kepada kedua belah pihak sehingga anak tidak merasa kehilangan orangtuanya dan masa depannya tidak tergaanggu.
Sementara Dian Sari Utami dalam paparannya yang berjudul Kesejahteraan Mental Anak Sekolah banyak memaparkan terkait kasus sekolah di rumah akibat akibat pandemi Covid-19, konsep mental well-being pada anak, profil well being anak sekolah, sistem pendukung pendidikan terhadap anak, potret dukungan pendidikan anak di Jerman, kontribusi terhadap anak di sekeliling kita, serta penguatan anak dalam membangun kesejahteraan mental.
NB : Klik untuk MATERI LENGKAP