Ibu Bekerja Menggapai Ridho Ilahi

Oleh: Sulasmi, S.Psi.

Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang memiliki banyak kebutuhan yang harus dipenuhi dalam hidupnya, kebutuhan fisiologis, rasa aman, ingin dicintai dan disayangi, dihargai, dan aktualisasi diri seperti Teori Humanistik dan Aktualisasi Diri yang disampaikan oleh Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistic, teori yang disampaikan bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs atau Hirarki Kebutuhan.

Bekerja adalah salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan manusia, dengan bekerja kebutuhan fisiologis, kehidupan sosial ingin dihargai dan aktualisasi diri dapat dipenuhi. Dalam Islam juga jelas disampaikan bahwa selain senantiasa melaksanakan perintah Allah setiap muslim juga diperintahkan untuk beraktifitas atau bekerja untuk memperoleh karunia Allah, firman Allah

 

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

 

“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (QS : Al-Jumu’ah:10)

 

Dewasa ini banyak wanita yang bekerja di luar rumah, bahkan tidak sedikit ibu rumah tangga yang memilih untuk menjadi wanita karir untuk turut membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga yang semakin banyak dan mahal. Namun fenomena yang terjadi ada juga wanita karir yang belum menikah mereka melalaikan kewajibannya banyak untuk menikah dan untuk ibu rumah tangga yang bekerja keluarga mereka kurang perhatian, bahkan mungkin gagal. Tapi juga banyak ibu rumah tangga yang bekerja rumah tangga mereka tetap utuh dan bahagia.

Dari fenomena yang terjadi di atas, ada pendapat ulama yang berbeda-beda, ada yang memperbolehkan wanita bekerja di luar rumah, ada juga yang mengharamkannya. Menurut ulama fiqih menyatakan ada dua alasan dimana seorang wanita diperbolehkan untuk bekerja diluar rumah dan mencari nafkah, apabila berdasarkan pada alasan berikut :

  1. Rumah tangga memerlukan banyak biaya untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk menjalankan fungsi keluarga sementara penghasilan suami belum begitu memadai, suami sakit atau meninggal sehingga ia berkewajiban mencari nafkah bagi dirinya sendiri maupun anak-anaknya.(baca membangun rumah tangga dalam islam)
  2. Masyarakat memerlukan bantuan dan peran wanita untuk melaksanakan tugas tertentu yang hanya dapat dilakukan oleh seorang wanita seperti perawat, dokter, guru dan pekerjaan lain yang sesuai dengan kodrat wanita.

Dijelaskan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah SAW sendiri tidak melarang wanita untuk melakukan pekerjaan di luar rumah :

 

Dari Mu‘âdh ibn Sa‘ad diceritakan bahwa budak perempuan Ka‘ab ibn Mâlik sedang menggembala kambingnya di Bukit Sala’, lalu ada seekor kambing yang sekarat. Dia sempat mengetahuinya dan menyembelihnya dengan batu. Perbuatannya itu ditanyakan kepada Rasulullah Saw. Beliau menjawab, “Makan saja!” (HR. al-Bukhârî)

 

Sedangkan pendapat ulama tentang hukum wanita bekerja dalam islam di luar rumah :

  1. Mubah atau Diperbolehkan

Wanita dapat bekerja di luar rumah asalkan memenuhi syarat yang didasari Al-Qur’an dan hadits terkait hak dan kewajiban wanita, menurut Abd al-Rabb Nawwab al-Din :

  1. Menutup aurat (al-hijab).

Kewajiban menutup aurat bagi seorang wanita muslimah adalah suatu kewajiban sesuai dengan firman Allah (QS An Nur : 31) yang berarti :

 “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” 

Dalam firman tersebut jelas disampaikan bahwa seorang wanita muslim tidak diperkenankan memperlihatkan bagian tubuh bahkan perhiasannya kepada lelaki yang bukan suaminya dan bukan muhrimnya kecuali bagian yang boleh nampak seperti wajah dan telapak tangan (baca muhrim dalam islam dan pengertian mahram dalam islam)

 

  1. Menghindari fitnah

Wanita yang bekerja di luar rumah tentu akan menimbulkan banyak fitnah, maka harus benar-benar menghindari atau dan menjauhi dari perbuatan atau perilaku yang mendekati fitnah. Misalnya berduaan dengan lelaki rekan kerja yang bukan muhrimnya, yang dimasa sekarang ini adalah sesuatu yang biasa, dan kebiasaan-kebiasaan lain yang mendekati fitnah.

 

 

  1. Mendapat izin dari orangtua, wali atau suami bagi wanita yang telah menikah

Tujuan wanita bekerja di luar rumah harus jelas dan tidak mendatangkan mudharat, harus seijin orang tua atau suaminya.

Syarat tersebut berdasarkan firman Allah, di dalam surah al-Nisa’ (4):34 yang berbunyi

 

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

 

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”

 

  1. Tetap menjalankan kewajibannya di rumah

Kewajiban seorang ibu adalah mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anaknya, maka boleh saja seorang wanita atau ibu bekerja di luar rumah asalkan tidak melalaikan tugas utamanya, dan tidak menghabiskan waktunya di luar rumah. Dikhawatirkan jika wanita karir cenderung sudah merasa lelah jika ia pulang bekerja sehingga tidak memiliki banyak waktu untuk keluarganya.

 

  1. Pekerjaannya tidak menjadi pemimpin bagi kaum lelaki.

Berdasarkan hadits Rasulullah s.a.w yang menjelaskan bahwa suatu kaum yang melantik wanita menjadi pemimpin tertinggi tidak akan memperoleh kemenangan atau kejayaan selamanya.

  1. Haram

Namun demikian ada juga ulama yang berpendapat wanita yang bekerja di luar rumah tidak sesuai dengan ajaran islam, karena pada hakikatnya wanita harus bekerja di dalam rumah melaksanakan tugas mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anaknya (baca membangun rumah tangga dalam islam).

Bagi seorang ibu dikhawatirkan akan melalikan tugas dan kewajiban pokoknya, sedangkan untuk wanita yang belum menikah ditakutkan akan melalaikan kodratnya yang harus menikah sesuai firman Allah yang berarti:

Dan diantara tanda-tanda (kebesaran) Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan saying. Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.(Qs Ar-Rum:21).

 

  1. Wajib

Wajib hukumnya bagi wanita bekerja di luar rumah apabila tidak ada orang lain dalam  keluarga yang mencari nafkah, karena suami sakit dan tidak mampu lagi bekerja, orangtua yang sudah lanjut usia, dan dalam keluarga wanita semua.

Namun demikian, walau ada perbedaan pendapat tetapi tidak disebutkan dalam Alqur’an bahwa wanita tidak diperbolehkan untuk bekerja.  Apalagi jika pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan syari’at islam sesuai dengan fitrahnya sebagai seorang wanita atau sebagai seorang ibu.

Justru ibu yang bekerja membantu suami untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, jika ia dapat memenuhi syariat islam tetap menutup aurat, berbakti pada suami, tidak melalaikan kewajibannya sebagai seorang ibu yaitu mengurus rumah tangga dan mendidik anak, maka bekerja adalah ladang pahala baginya. Dan kita tidak tahu, barangkali rizki yang kita peroleh adalah rizki dari Allah untuk suami dan anak-anak kita hanya Allah karuniakan melalui kita.

Tetap semangat ibu-ibu yang bekarir atau bekerja di luar rumah, ridho suami adalah modal kita untuk menggapai ridho Allah SWT tapi jangan lupa akan tugas dan kewajiban kita kepada keluarga dan batasan-batasan dalam syari’at islam, semoga Allah meridhoi apa yang telah kita lakukan. Aamiin.

 

Sumber bacaan : https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-wanita-bekerja-dalam-islam