Dian Sari Utami Raih Magna Cum Laude dari LEIPZIG Jerman
Life Quality of Families: Parenting Issues, Well-being Profiles, and Structural Relationships Among Families of Deaf or Hard-of-Hearing Schoolchildren in Germany and Indonesia. Demikian judul disertasi yang telah berhasil menghantarkan Dosen Prodi Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII), Dian Sari Utami, S.Psi., M.A memperoleh gelar Doctor Rerum Naturalium (Dr.rer.nat) dengan predikat magna cum laude dari institut yang dikenal sebagai pionir laboratorium psikologi pertama (didirikan oleh Wilhelm Wundt tahun 1879), Institute of Psychology, University of Leipzig, Jerman.
Meski baru tiba di tanah air pada pertengahan Maret 2019, namun sejatinya disertasi pemilik hobi memasak, membaca, nonton film dan travelling bersama keluarga tersebut sudah dujikan di hadapan dewan penguji yang terdiri dari Prof. Dr. Evelin Witruk (Dosen Pembimbing), Prof. Dr. Hannes Zacher, Prof. Dr. Konrad Reschke, dan Prof. Dr. Marcus Stueck pada pertengahan Juli 2018 lalu.
Kepada UIINews Ibunda dari Muhammad Dayyan Al Fikri, Danish Abdul Hakim, Asma Faqiha, dan Hamzah Abdillah bertutur bahwa disertasi yang dibuat berawal dari pengalaman pribadi dan riset-riset sebelumnya pada keluarga dengan anak tunarungu. Orangtua yang mendengar dan memiliki anak tunarungu cenderung mengalami permasalahan dalam proses pengasuhan dan pendidikan anak karena hambatan komunikasi. Walaupun orangtua yang mendengar sudah mengetahui bahwa si anak didiagnosis tunarungu sejak dini, namun sejalan dengan tahap perkembangan anak yang memasuki usia remaja, muncul permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan kesiapan pendidikan dan perkembangan anak ke tahapan berikutnya.
”Masa transisi dalam proses pendidikan dan perkembangan anak tunarungu memunculkan tantangan bagi orangtua dan juga anak untuk bersama-sama berupaya menghadapi stresor-stresor yang muncul di sekolah maupun lingkungan sekitar. Jika stresor-stresor tersebut berhasil dilewati dengan baik melalui dukungan sosial dari keluarga, teman, maupun individu-individu yang memiliki peran penting serta faktor ketahanan keluarga dan regulasi emosi-kognisi dari orangtua, maka akan tercapai kondisi well-being. Penelitian ini merupakan studi lintas budaya di negara Jerman dan Indonesia dengan menggunakan pendekatan mixed-method yang menggabungkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, yang terdiri dari dua studi. Pertama, studi 1 yang difokuskan pada tiga tahapan. Pertama, untuk mengekplorasi isu-isu pengasuhan dari orangtua mendengar terhadap anak tunarungu kelas 4-6 dengan jumlah subjek 82 orang melalui kuesioner terbuka. Kedua, menguji struktur hubungan antara status ekonomi sosial, regulasi kognisi-emosi, dukungan sosial, dan ketahanan keluarga terhadap family well-being (kesejahteraan keluarga) pada 297 orang dengan menggunakan skala psikologis. Model struktur kesejahteraan keluarga pada keluarga anak tunarungu kemudian dibandingkan dengan model struktur kesejahteraan keluarga pada keluarga dengan anak mendengar di Jerman dan Indonesia. Tahap ketiga, bertujuan untuk mengeksplorasi makna pengasuhan dan well-being pada keluarga dengan anak tunarungu melalui focus group discussion (FGD) dengan 10 orangtua dari Jerman dan Indonesia. Selanjutnya, studi 2 dalam penelitian ini difokuskan untuk mengetahui kebahagiaan pada 291 anak tunarungu dan mendengar kelas 4-6“, ungkapnya.
Dari penelitian yang dilakukan terdapat perbedaan isu-isu pengasuhan yang muncul pada keluarga dengan anak tunarungu di Jerman dengan yang ada di Indonesia. Di Jerman, permasalahan yang bersumber dari orangtua dan anak tuanrungu berdampak pada permasalahan di sekolah dan stres pada orangtua yang memicu coping strategy berupa pemberian hukuman dan menarik diri sehingga berdampak pada permasalahan emosi dan perilaku yang muncul pada anak tunarungu. Sedangkan di Indonesia, permasalahan yang muncul dalam pengasuhan tidak hanya berasal dari orangtua dan anak tunarungu, namun bersumber dari media yang berdampak pada hambatan komunikasi orangtua-anak.
Selanjutnya, hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa dukungan sosial secara signifikan berpengaruh positif terhadap ketahanan keluarga dan well-being pada orangtua berpengaruh positif terhadap kebahagiaan anak tunarungu. Hasil FGD pada orangtua dengan anak tuna rungu di kedua negara memunculkan 4 tema, yaitu makna pengasuhan, dukungan dalam pengasuhan, harapan orangtua mendengar, dan makna .
”Munculnya perbedaan pada hasil penelitian ini dipengaruhi oleh perbedaan sensitivitas budaya dalam memaknai pengasuhan dan well-being pada keluarga dengan anak tunarungu. Misalnya di Indonesia, kebahagiaan anak menjadi faktor penting dalam menentukan kebahagiaan orangtua. Sedangkan di Jerman, kebahagiaan orangtua lebih dipengaruhi oleh dukungan sosial dan status sosial ekonomi. Persamaan dari hasil penelitian ini adalah peran ketahanan keluarga yang penting sebagai mediator antara dukungan sosial dan kebahagiaan pada orangtua dengan anak tunarungu. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada family-inclusion support group program dalam seting pendidikan dan asosiasi/jejaring sosial untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis anak tunarungu serta meningkatkan kompetensi orangtua mendengar dalam hal ketahanan keluarga dan hubungan yang positif antara orangtua dan anak tunarungu“, pungkasnya.