HI Kaji Hubungan Indonesia-Amerika

Untuk memberikan gambaran mengenai hubungan Indonesia dengan negara Eropa-Amerika kepada mahasiswa, Program Studi Hubungan Internasional (HI) Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) secara khusus mengadakan kuliah umum bertema “Penguatan Kerjasama Indonesia dalam Kerangka FEALAC” dengan mengundang Suryana Sastradiredja selaku Kepala Sub Direktorat I, Direktorat Kerjasama Intra-Kawasan Amerika dan Eropa, Direktorat Jenderal Amerika dan Eropa, Kementerian Luar Negeri RI, Senin, 7 Desember 2015 di R. Auditorium Kahar Muzakir UII.

 

Dalam paparannya, Suryana Suryadiredja menyampaikan teori tentang bentuk-bentuk kerjasama yang bisa dilakukan antar negara (kerjasama bilateral, multilateral) maupun sharing tentang organisasi regional di kawasan Eropa-Amerika yang terbagi dalam beberapa tujuan, seperti tujuan ekonomi (North America Free Trade Area-NAFTA, Mercado Comun del Sur-MERCOSUR, Organization for Economic Co-operation and Development-OECD, European Economic Area-EEA, Trans-Pacific Partnership-TPP, Pacific Alliance-PA), tujuan pertahanan (North Atlantic Treaty Organization-NATO), tujuan integrasi kawasan (European Union-UE, Organization of the America States-OAS, Community of Latin American and Carribean States-CELAC), tujuan dialog kawasan (Forum East Asia-latin America Cooperation-FEALAC, Asia Europe Meeting-ASEM), tujuan sebagai forum konsultasi Politik (Association of Carribean States-ACS) dan juga yang bertujuan sebagai forum kerjasama teknik dan IPTEK (Organisation Europeenne pour la Recherche Nucleaire-CERN, EUROCONTROL, dan Energy Charter).

Dari puluhan organisasi regional tersebut, kajian berfokus pada forum FEALAC yang pada awal berdirinya (1999) bernama East Asia-Latin America Forum (EALAF). FEALAC beranggotakan 36 negara dari kawasan Asia Timur dan 20 negara dari kawasan Amerika Latin. FEALAC memiliki 30% wilayah dunia, 39% dari total populasi dunia, 35% dari total GDP dunia dan memiliki total volume perdagangan dunia sebanyak 33%. FEALAC memiliki beberapa pertemuan, seperti Foreign Minister Meeting (FMM), Senior Officials Meetings (WG) dan juga memiliki Cyber-Secretariat (CS) di Seoul, Republik Korea. Dibahas juga tentang proyek-proyek FEALAC dalam bentuk Proyek Nasional, Proyek Iconic dan Proyek Bi-Regional, seperti kursus-kursus bahasa Spanyol, pameran industri olaharaga, festival budaya internasional, bio-teknologi, outreach program, journalist visit program, drugs, Indonesia-FEALAC Youth Conference 2015, dan masih banyak lagi.

Peserta pun tampak sangat antusias mengikuti dan menikmati kaijan FEALAC tersebut

 

 

“Undoubtedly, Indonesia,  being  the  biggest and  the  most populous country  in  the  region  is  perceived as a natural  de  facto leader  of  ASEAN. Since ASEAN’s  inception in 1967  until  nowadays,  Indonesia  has  played  very  important  role  in  the  solution of  various problems that it  faces both internally  and  vis  a  vis  the  external  powers”. Demikian ungkap Drs. Mr.H.E. Haryomo Hartosudarmo, anggota Satuan Tugas Diplomasi Ekonomi Kemenlu RI saat tampil sebagai keynote speaker di sesi Open Lectures  gelaran ICOSEAS (International Conference on South East Asian Studies) yang diselenggarakan oleh Prodi Hubungan Internasional-HI, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya-FPSB, Universitas Islam Indonesia (UII), di Auditorium Abdul Kahar Muzakir Kampus Terpadu UII, Jum’at, 4 Desember 2015 M/22 Safar 1437 H.  
Lebih jauh, sosok yang pernah menjadi duta besar RI untuk Brazil tersebut menyampaikan flash back atau pun sejarah awal peran aktif Indonesia di kawasan ASEAN dan juga mengkritisi kebijakan pemerintah terkait peran Indonesia di kawasan ASEAN saat ini. 
“To  conclude  my remarks,  allow  me to  make  a  very  brief  summary  as  follows: (i) for  Indonesia, ASEAN  Community  with  its  3  pillars  has  been  an evolutionary  process,  for  which  Indonesia’s  readiness  to  cope with will  heavily   depend    on  its competitiveness; (ii) President Joko  Widodo’s pro-people diplomacy should  not be  narrowly  interpreted into  Indonesia’s disengagement from international  arena. Instead, Indonesia would  remain actively  engage  in  various world  issues and  tries  to  significantly  contribute  for  their  solution”, pungkasnya. 
Sementara Prof. V. Bob Sugeng Hadiwinata, Ph.D dari Universitas Katolik Parahyangan mengkhawatirkan adanya pesimisme atas pembentukan AEC/MEA dari sisi akademis dan penelitian dengan menyampaikan materi berjudulASEAN: a Misconstrued Regionalism”. 
“This paper finds out that one of the factors that has generated pessimism of ASEAN is ‘the functionalist trap’, namely the tendency of academics and researchers to use functionalism in discussing about regionalism in many lectures, academic papers, journal articles and books that make audience develop high expectations and make comparison between ASEAN and its successful counterpart in Europe. When they realize that ASEAN could not deliver many things as the European Union did, the feeling of frustration and disappointment start to mount. As a result some people begin to think that ASEAN is no longer relevant”, paparnya. 
Pembicara lain yang turut mengkaji isu-isu seputar ASEAN dalam Open Lectures ICOSEAS yang dimoderatori oleh Ketua Prodi HI, Irawan Jati, S.IP., M.Hum., M.S.S., tersebut adalah Dr. Dafri Agussalim, MA (Kepala Pusat Studi ASEAN Universitas Gadjah Mada), Prof. Nopraenue Dhirarithiti (Mahidol University, Thailand) dan Rene L. Pattiradjawane (jurnalis senior KOMPAS, pendiri Kompas.Com dan Detik.Com). 
Usai penyelenggaraan open lectures, agenda berlanjut dengan penyelenggaraan conference yang dibagi dalam 2 cluster.