Urgensi Perubahan Paradigma dalam Pelaksanaan Orientasi Mahasiswa Baru
Assalamu’alaykum Warahmatullaahi Wabarakaatuh. Saya mengawali tulisan di kolom Refleksi ini dengan mengatakan bahwa: pelaksanaan orientasi mahasiswa baru perlu perubahan paradigma yang holistik dengan membangun kesepahaman yang menekankan itikad baik.
10 Desember 2015 kemarin, penulis diundang Direktorat Pengembangan Bakat Minat dan Kesejahteraan Mahasiswa (DPBMKM) Universitas Islam Indonesia dalam acara Sarasehan Bidang Kemahasiswaan UII. Pada acara itu, di sesi ke-3, penulis diberi amanat untuk menyampaikan materi tentang Evaluasi dan Desain Ulang PESTA dan PEKTA UII. Kegiatan ini diikuti oleh pimpinan-pimpinan UII dan juga pimpinan lembaga kemahasiswaan di tingkat Universitas dan fakultas.
Antusias. Itu adalah kesan yang penulis dapat pasca mengisi acara itu. Wajar. Hal itu karena jika kita melihat fenomena dan kondisi orientasi mahasiswa baru beberapa tahun terakhir di kampus UII ini, memang ada yang perlu dibenahi.
Pelaksanaan orientasi mahasiswa baru di kampus ini, atau yang sering kita kenal dengan nama PESTA (Pesona Ta’aruf Mahasiswa) dan PEKTA (Pekan Ta’aruf Mahasiswa) masih menekankan senioritas-junioritas yang berlebihan dan tindakan kurang berkenan lainnya. Tindakan itu terjadi karena kekeliruan dalam memahami nilai-nilai penting dan luhur dari kata “orientasi” itu sendiri. Tak jarang beberapa mahasiswa baru mengeluh karena tindakan senior tidak nyaman di hati mereka.
Kegiatan PEKTA dan PESTA adalah “gerbang” pertama bagi mahasiswa baru yang notabene adalah masih pelajar SMA ini. Tindakan seperti bentak-bentak yang katanya untuk melatih mental mahasiswa baru agar tidak cengeng atau agar antara junior dan senior lebih akrab, sebenarnya, bisa diubah menjadi kegiatan yang lebih humanis. Kita sepakat bahwa kegiatan orientasi mahasiswa baru pada dasarnya bertujuan baik yaitu menyambut mahasiswa baru supaya cepat beradaptasi dengan kampus baru dan berbagai kegiatan akademiknya.
Sangat ironis memang jika yang dimaksud orientasi mahasiswa tidak menunjukkan sisi humanisnya. Sangat disayangkan jika kegiatan orientasi mahasiswa justru memberikan bekas negatif bagi calon intelektual muda UII.
Ketika terbangun kesepahaman yang menganggap mahasiswa baru sebagai keluarga baru, yang disambut dengan penuh keakraban, maka kegiatan orientasi, penulis yakin, akan jauh dari kesan negatif.
PERLU KESAN POSITIF DAN MENCERAHKAN
Kegiatan orientasi mahasiswa baru perlu memberikan kesan positif dan mencerahkan, dengan cara-cara yang positif, dan ini yang paling penting: jangan sampai memunculkan trauma, pasca kegiatan orientasi mahasiswa baru. Kegiatan orientasi mahasiswa baru perlu sejajar dan searah dengan visi-misi serta nilai-nilai Universitas Islam Indonesia: rahmatan lil ‘alamin.
Hasil survey kegiatan SERUMPUN (Semarak Ta’aruf Penuh Makna)—kegiatan orientasi mahasiswa baru di Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII)—4 tahun terakhir dengan subjek mahasiswa FPSB UII angkatan 2010 s.d 2013 menujukkan beberapa harapan bahwa mahasiswa membutuhkan konsep dan tujuan orientasi yang jelas. Berikut penulis kutipkan beberapa pernyataan dari subjek secara kualitatif:
“Konsep harus jelas, tujuan Serumpun harus diperjelas. Jujur saja banyak senior yang tidak konsisten dengan yang dibicarakan dan tidak bisa memberi contoh dan itu membuat saya heran. Saya masih mendapat kontak fisik dicaci. Semoga ada evaluasi besar-besaran dalam pembuatan konsep acara dan peserta jelas mengetahui alasan serumpun itu”.
“Atribut yang diperintahkan aneh: (1) Mengharuskan merk tertentu dan kami tidak merasakan kebermanfaatan produk tersebut, (2) Menambah sampah plastik (air mineral dalam kemasan). Mahasiswa baru bisa diminta mulai cinta lingkungan.”
“PDL bagus untuk mempercepat saat merapikan barisan namun atribut yang diwajibkan untuk maba-miba (syar’i dan tidak dandan) sebaiknya diterapkan juga pada panitia. Manusia lebih mudah mencontoh”.
“Seluruh panitia wajib meneken kontrak dengan fakultas untuk sanggup memberi contoh kepada maba bahwa mereka bisa jadi panutan dalam mencontohkan nilai-nilai Islam terutama nilai-nilai BERIBADAH. Jadi tidak ada panitia yang ketika waktu shalat masih nongkrong-nongkrong santai sampai waktu shalat selanjutnya masuk lagi.”
“Budaya senioritas saat menyambut mahasiswa baru harus dihilangkan. Tidak ada lagi tugas yang dapat melukai harga diri seseorang. Lebih baik diisi dengan kegiatan-kegiatan positif, misalnya setiap anak/kelompok anak membuat satu kegiatan yang bisa membahagiakan orang lain di sekitar kampus”
“Tidak perlu harus dibentak untuk menertibkan anak-anak berusia 17 tahun ke atas.”
“Susunan rundown dalam kegiatan Serumpun lebih diprioritaskan yang bermanfaat dan untuk kebutuhan mahasiswa baru”
Masih mengacu pada hasil survey di atas, dari sisi konten materi, mahasiwa baru membutuhkan beberapa materi sebagai berikut: 1) Motivasi untuk belajar di Perguruan Tinggi (sangat penting 73% dan sangat dibutuhkan 57%), 2) Memiliki keterampilan belajar (sangat penting 57% dan sangat dibutuhkan 41%), 3) Memiliki keterampilan yang mendukung penyesuaian diri di lingkungan (sangat penting 51%dan sangat dibutuhkan 43%), 4) Memiliki kesadaran bermasyarakat (sangat penting 73% dan sangat dibutuhkan 57%). Beberapa usulan rancangan program orientasi mahasiswa baru sebagaimana direkomendasikan oleh Tim Evaluasi SERUMPUN FPSB UII adalah perlu adanya program survival skills dengan konten utama antara lain: 1) Motivasi belajar, 2) Keterampilan belajar, dan 3) Keterampilan hidup.
Pertanyaan sekarang adalah bagaimana mendesain ulang orientasi mahasiswa baru?
Komunikasi dan Komitmen
Kita bisa mulai dengan cara mengkomunkasikan terlebih dahulu ke pihak-pihak terkait yaitu lembaga mahasiswa, mahasiswa, orangtua mahasiswa, pimpinan universitas, fakultas, program studi, dosen, dan karyawan. Semua harus terlibat. Setelah itu baru kemudian kita komitmen untuk menjalankannya. Tahapan yang perlu dilakukan secara garis besar, yaitu: Pertama, melakukan curah gagasan terhadap pelaksanaan orientasi mahasiswa baru selama ini, baik yang bersifat evaluatif maupun ide untuk perbaikan di tahun-tahun berikutnya. Sebagai hasil akhir dari curah gagasan tersebut, diperlukan komitmen tertulis dari lembaga mahasiswa, orangtua mahasiswa, pimpinan universitas, fakultas, dan prodi sebagai bentuk dukungan untuk meningkatkan kualitasi orientasi mahasiswa baru. Kedua, menganalisis kebutuhan pelatihan terkait orientasi mahasiswa baru sehingga diperoleh materi dan metode yang sesuai dengan kebutuhan peserta maupun visi, misi, dan nilai-nilai di UII. Ketiga, menyusun modul yang akan dipakai untuk orientasi mahasiswa baru di tahun 2016, termasuk mempersiapkan lokasi dan pematerinya; serta melakukan uji coba modul. Keempat, melakukan sosialisasi modul, terutama kepada panitia dan dosen. Kelima, melaksanakan orientasi mahasiswa baru dengan desain baru, termasuk pengukuran sebelum dan setelah kegiatan (pre and posttest). Keenam, mengevaluasi secara komprehensif pelaksanaan Orientasi Mahasiswa Baru 2016, termasuk merekomendasikan ide-ide inovatif untuk tahun-tahun yang akan datang.
Menutup tulisan ini, penulis ingin mengajak semua pembaca, terutama para pemangku kepentingan, baik dari tingkat lembaga, program studi, fakultas, sampai universitas: mari kita kawal bersama-sama perubahan dan tradisi pelaksanaan Orientasi Mahasiswa Baru UII ini supaya ke depan, kampus perjuangan ini tidak hilang sisi rahmatan lil ‘alamin-nya. Kita ciptakan nuansa kegiatan orientasi mahasiswa baru yang lebih akrab, lebih memanusiakan manusia, dan lebih mampu meninggalkan kesan positif bagi mahasiswa baru UII. Itulah orientasi mahasiswa baru yang sesuai syariat Islam. Bukankah yang tercantum dalam Hymne UII adalah: “Syariat Islam amalan kita…”? Itu. Bagaimana menurut anda?
Penulis:
Dr.rer.nat. Arief Fahmie, S.Psi., M.A, Psikolog
Dekan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia