Prof Sawitri : Koruptor itu Psikopat !
“Setiap orang punya kegilaan (baca: sisii gila) masing-masing. Tidak ada orang yang 100% sehat secara mental. Termasuk saya. Hanya saja, kapan, dimana, dengan siapa kita memberitahukan/menunjukkan kegilaan itu yang membutuhkan sebuah pengendalian/ keterampilan. Nah, psikopat merupakan seseorang yang tidak bisa mengendalikan kegilaannya tersebut. Orang Psikopat tidak akan merasa bersalah atas kesalahan dan kekeliruan yang dilakukannya. Psikopat biasanya memiliki kognitif yang baik. Mereka cerdas. Kecerdasannya itu yang mereka pakai untuk menutupi perilaku (psikopat) dia. Koruptor menurut saya masuk dalam kategori psikopat. Mereka (baca: sebelum melakukan korupsi) sudah tahu bahwa banyak koruptor yang dihukum, tapi mereka tetap saja mau melakukan korupsi yang dikarenakan ketidakmampuan mereka dalam mengendalikan keinginan untuk tidak melakukan korupsi”. Demikian pernyataan yang disampaikan oleh Prof. Dr. Sawitri Supardi Sadarjoen, Psikolog dalam workshop ‘Aplikasi Paradigma Psikopatologi pada Kasus-kasus Klinis di Indonesia’ yang diselenggarakan oleh Program Magister Psikologi Profesi (MAPPRO), Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII), Jumat-Ahad, 27-29 November 2015.
Selain mengkritisi perilaku koruptif, Guru Besar Psikologi Klinis dan Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran Bandung tersebut juga membahas kasus-kasus indikasi psikopat lainnya, yakni kleptomania. Kleptomania merupakan istilah bagi seseorang yang suka mengambil (mengutil) barang milik orang lain, meskipun barang itu tidak terlalu berharga. Menurut dokumen kasus, perilaku ini pernah dilakukan oleh hampir seluruh lapisan usia, baik anak-anak, remaja, dewasa, bahkan orang tua. Pelakunya pun bukan hanya masyarakat biasa, tapi pernah juga dilakukan oleh seorang kepala negara.
Adapun rangkaian lengkap materi yang disampaikan oleh pengasuh Rubrik Psikologi di Harian Kompas dalam agenda workshop selama tiga hari tersebut antara lain adalah gambaran psikopatologi, integrasi psikoanalisa & behavioristik, teknik penyusunan anamnesa eksploratif, bedah kasus, ketrampilan behavioral unit construct, penyusunan paradigma psikopatologi, evaluasi kepribadian berdasarkan paradigma psikopatologi serta pembahasan kasus psikopatologi di Indonesia. Uraian materi disampaikan dalam bagan-bagan yang memudahkan peserta untuk melihat secara menyeluruh sebab akibat yang terjadi pada seseorang yang memiliki problem kejiwaan.
Menurut salah satu peserta sekaligus merangkap sebagai panitia penyelenggara, dengan penyelenggaraan workshop tersebut diharapkan para peserta lebih terampil dalam mengurai masalah psikopatologi pada kasus-kasus klinis.