Kemendikbud RI Fasilitasi Pembuatan Film “Ramuan Ajaib’ .
“Kecenderungan masyarakat pada saat sekarang yang ingin kembali pada bahan obat-obatan alami merupakan suatu fenomena yang terjadi karena melihat dampak negatif dari efek samping obat-obatan dari bahan kimia. Ramuan pengobatan tradisonal yang telah ada sejak zaman dahulu merupakan warisan yang tak ternilai harganya dan mengandung filosofis hidup tentang bagaimana memanfaatkan alam sebagai pengobatan yang bersahabat. Pola hidup masyarakat modern yang serba instan berdampak pada bermunculannya berbagai penyakit baru dan sering kambuh kembali, kadang kala anti biotik yang kita konsumsi malah semakin membuat penyakit menjadi semakin kebal. Jamu cekok maupun jamu tradisonal lainnya mampu menjawab persoalan diatas”. Demikian ungkap Marjito Iskandar Tri Gunawan, A.Md, Laboran Prodi Ilmu Komunikasi (ILKOM) Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) sebagai sutradara film pendek berjudul “Ramuan Ajaib”. Film pendek tersebut berhasil masuk dalam 10 film pendek yang pembuatannya difasilitasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Direktorat Pembinaan Kesenian dan Perfilman pada Tahun Anggaran 2015.
Adapun proses seleksi atau tahap kegiatan program Fasilitasi Produksi Film Pendek Fiksi dan Dokumenter Tahun 2015 antara lain adalah proses pendaftaran proposal yang ditutup pada tanggal 23 Agustus 2015, seleksi proposal pada 24-27 Agustus 2015, Pengumuman penerima fasilitasi pada 28 Agustus 2015, proses produksi pada bulan September-Oktober 2015, dan penayangan film di TV pada November 2015.
Menurut Mas Gun (sapaan akrab Marjito Iskandar Tri Gunawan), saat ini sebagian masyarakat dari kota maupun desa di Kota Yogyakarta berbondong-bondong mengkonsumsi jamu. Alasan utama memilih jamu adalah karena biaya yang murah, mudah, cocok serta salah satu cara melestarikan budaya nenek moyang yang secara turun temurun diwariskan kepada mereka. Namun demikian, ada cara yang khusus yang harus dilewati untuk mengkonsumsi jamu, terutama jamu Cekok. Cara ini bagi sebagian masyarakat, menjadi sebuah tantangan untuk kembali menjadi alami.
“Melalui tradisi minum jamu cekok berarti orang tua turut memperkenalkan produk dalam negeri dan produk leluhur yang diturunkan secara turun temurun kepada anak sejak usia dini”, tambahnya.
Selain ditayangkan di stasiun TV, nantinya hasil karya film fiksi dan dokumenter bertemakan budaya, dan kearifan lokal yang mencerminkan karakter bangsa tersebut akan dikompilasi dan disebarkan ke seluruh SMA/SMK di Indonesia yang memiliki jurusan multimedia ataupun sinematografi.