HI Kaji Diplomasi Multilateral Indonesia

Masih dalam rangka memberikan gambaran yang lebih riil tentang proses dan teknik berdiplomasi antar negara (multilateral) kepada mahasiswanya, Program Studi Hubungan Internasional (HI) Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) secara khusus mengundang Dirjen Multilateral Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia (RI), Hasan Kleib untuk menjadi pemateri kuliah pakar ‘Diplomasi Multilateral Indonesia’ yang digelar Rabu, 3 Juni 2015 di Gedung Perpustakaan Pusat UII-Gedung Moh. Hatta UII. Dekan FPSB UII, Dr.rer.nat Arief Fahmie, MA.HRM tampak hadir dalam acara yang dibuka oleh Wakil Rektor I UII, Dr.Ing.Ir. Ilya Fadjar Maharika, MA., IAI tersebut.

Dalam sambutannya, Dekan FPSB UII berharap agar usai pelatihan nantinya mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh kelak saat menjadi seorang diplomat dengan tetap mengedepankan nilai-nilai Islam di kancah regional maupun internasional serta dalam setiap aktivitas yang dilakukan.

Hal tersebut juga senada dengan harapan yang disampaikan oleh Hasan Kleib. Beliau berharap agar kelak para mahasiswa lulusan Prodi HI UII yang mendapat amanah sebagai seorang diplomat mampu memberi warna Islam di kancah pergaulan regional maupun internasional. Dalam kesempatan tersebut, Hasan Kelib juga memberikan gambaran tentang struktur organisasi di tubuh PBB yang dinilainya cukup demokratis maupun kondisi Dewan Keamanan PBB yang dinilainya sangat tidak demokratis. Hasan Kleib juga banyak menyampaikan pengalamannya sebagai seorang diplomat saat menghadiri sidang-sidang penting di tingkat ASEAN maupun dunia (PBB) dengan mengemban kepentingan negara (RI).

Bahkan, Hasan Kleib juga berbagi tips-cara dalam mengambil sebuah pilihan pada ‘voting yang rumit’ (baca: voting yang dipaksanakan karena kondisi tertentu oleh pemimpin sidang sementara kita sebagai perwakilan-diplomat belum mendapat amanat-petunjuk dari kementerian ataupun Presiden). “Dalam kondisi demikian, maka ‘abstain’ menjadi pilihan yang terbaik sembari menunggu mandat atau petunjuk dari kementerian-presiden. Jika mandat sudah didapatkan, maka keputusan ‘abstain’ tersebut bisa disodorkan kembali (baca: revisi). Hal ini lebih elegan dibanding dengan kita memilih pilihan yang ternyata tidak sesuai dengan kepentingan negara kemudian berniat mengganti/membatalkan pilihan tersebut. Jika ini terjadi, maka kita akan dianggap inkonsistensi atau plin-plan”, ungkapnya.

Hasan Kleib juga mengingatkan kepada peserta bahwa Indonesia adalah negara yang sangat diperhitungkan oleh dunia. Indonesia adalah negara besar yang sangat berpengaruh. “Jadi, jika kelak Anda menjadi diplomat dan harus menghadiri sidang regional-internasional, Anda tidak perlu minder. Anda mewakili negara yang besar”, tambahnya. Terkait dengan isu teorisme, Hasan Kelib menyampaikan bahwa definisi terorisme sampai saat ini belum menemui titik temu-titik sepakat. Contohnya adalah kasus Hamas-Israel. Bagi negara barat, Hamas bisa jadi dianggap sebagai teroris, tapi bagi negara lain maka Hamas adalah pejuang kemerdekaan bagi negaranya.