Gaya kehidupan dengan penuh kemewahan dan glamor pada zaman sekarang sudah di anggap biasa oleh sebagian orang, bahkan tidak sedikit yang secara terang-terangan memamerkan dan berlomba- lomba untuk mengejarnya.
Membuat manusia lalai karena kesibukannya yang saling berlomba meraih dunia, menghabiskan waktunya hanya untuk membangga-banggakan diri dengan hartanya.
Kehidupan seseorang yang tanpa diimbangi dengan nilai-nilai agama sering cenderung membentuk manusia yang materialistis dan sombong.
Tolak ukur dan sudut pandang dari segala persoalan hanya terbatas kepada harta benda yang berada disekitarnya, tujuannya hanya untuk mencari kemewahan dan kebanggan.
Akibatnya munculah pola hidup konsumtif yang tujuanya tidak lain adalah prestise, harga diri, kebanggaan, dan kemegahan,
Maka terjadilah perlombaan di dalam mengejar sesuatu yang bernama materi. Mereka menyangka bahwa itu semua dapat mengekalkan kebahagiaan dapat menunjang kehidupan yang langgeng. Tidak peduli siang atau malam, sore atau pagi, sujud tidak lagi sempat, Allah Subhanahu Wata’ala dilupakan dengan agama jauh.
Ada yang belomba-lomba mengejar-ngejar harta, hingga seluruh waktu dalam hidupnya hanya dihabiskan untuk mengejar harta.
Ada yang belomba-lomba mengejar pangkat, jabatan dan kedudukan, tidak perduli dengan cara menjilat ke atas, menginjak ke bawah atau menyikut kiri dan kanan.
Segala cara dilakukan untuk mengejar harta dunia di mana teman bisa jadi lawan, lawanpun bisa jadi teman, hal tersebut tidak akan menjadi persoalan yang penting pangkat dan jabatan terkejar dan kehidupan meningkat.
Ada yang berlomba memperbanyak kendaraan, mulai dari jet pribadi, pesawat, kapal pesiar, sampai kepada mobil mewah ada yang berlomba memperbagus rumahnya, membeli tanah dan apartemen dimana-mana, seluruhnya tenggelam di dalam perlombaan yang menurut ukuran mereka akan mendatangkan prestise, kemegahan dan kebanggaan.
Allah Subhanahu Wata’ala menegur, memberikan peringatan dalam Quran Surat At Takatsur:
أ´لْ ´هاكُمُ التَ ´كاثُرُ (1) ´حتَى زُرْتُمُ الْ ´مق´ابِ ´ر (2) ´كلَّ ´سوْ ´ف ت´عْل´مُو ´ن (3) ثُمَ ´كلَّ ´سوْ ´ف ت´عْل´مُو ´ن (4) ´كلَّ ل´وْ ت´عْل´مُو ´ن عِلْ ´م الْي´قِينِ (5) ل´ت´ ´روُنَ الْ ´جحِي ´م (6) ثُمَ ل´ت´ ´روُنَ ´ها ´عيْ ´ن الْي´قِينِ (7) ثُمَ ل´تُسْأ´لُنَ ي´وْ ´مئِ „ذ ´عنِ النَعِيمِ (8)
Artinya:
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatan itu) dan, Jangalah begitu kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainulyaqin. Kemudian kamu pasti akan di tanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)
Beremegah-megahan dengan harta kekayaan membuat manusia menjadi lupa untuk beribadah Kepada Allah Subhanhu Wata’ala, kehidupan sehari-hari hanya digunakan untuk mengumpulkan harta benda tidak lagi ingat kepada Sang Maha Pencipta dan Maha Pemberi.
Salah satu kisah yang patut kita jadikan sebagai pembelajaran dalam hidup ini adalah kisah Qarun yang hidup pada zaman Nabi Musa as. Qarun ditenggelamkan ke dalam bumi beserta harta kekayaannya karena kesombongan dan keangkuhannya akibat silau dengan harta dunia.
Berbuat amal pun tidak dilaksanakan meskipun bergelimang harta kekayaan, karena menurut mereka beramal dengan mengeluarkan harta hanya akan mengurangi kekayaan mereka. Sungguh sangat disayangkan jika seseorang dalam hidupnya hanya digunakan untuk kepentingan dunia tanpa memikirkan kehidupan kelak di akhirat.
Manusia yang terhanyut dalam rutinitas kehidupan dunia berlomba-lomba dalam kekayaan membuat dirinya masuk ke dalam sebuah sirkuit kehidupan yang bertujuan hanya mencari kemenangan semata tanpa memikirkan orang lain.
Sesungguhnya harta yang kita miliki di dunia ini hanyalah titipan Allah Subhanahu Wata’ala yang seharusnya kita syukuri bukan untuk kita bangga-banggakan. Kapan pun Allah Subhanahu Wata’ala berkehendak untuk mengambilnya, maka tak akan ada yang dapat meghalanginya.