MEMILIH ANTARA YANG DIBUTUHKAN DAN DIINGINKAN

Oleh: Dian Febriany Putri——

Tanpa disadari, di dalam kehidupan sehari-hari manusia senantiasa dihadapkan pada begitu banyak pilihan.  Sejak membuka mata saat bangun tidur hingga beranjak tidur kembali, sepanjang hari manusia baik sadar maupun tidak sadar mengambil keputusan atas banyaknya alternatif pilihan yang hadir.  Contoh sederhana saat ini yang mungkin kerap kita hadapi antara lain adalah ketika bangun tidur di pagi hari, seseorang akan memilih apakah akan langsung beranjak melaksanakan ibadah salat Subuh atau justru memeriksa telepon genggamnya terlebih dahulu untuk melihat pesan masuk. Kemudian ketika akan beranjak untuk beraktivitas, seseorang dapat memilih apakah akan langsung berangkat kerja, kuliah maupun sekolah atau sarapan terlebih dahulu. Sarapan apa yang dipilihnya, akan menggunakan moda apa untuk berangkat beraktivitas, kegiatan apa yang akan dilakukan setelah beraktivitas, dan seterusnya merupakan contoh sederhana bentuk alternatif pilihan dalam sekelumit kehidupan kita sehari-hari. Tidak hanya dalam situasi yang tengah atau kerap dijalani, dalam menyusun rencana ke depan pun, manusia kerap dihadapkan dengan begitu banyak alternatif. Hal apa yang akan dilakukan di akhir pekan, bagi yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang Pendidikan Tinggi apakah akan kuliah merantau atau tidak, bagi yang baru menikah apakah untuk memenuhi kebutuhan papannya akan membeli tanah terlebih dahulu atau membeli rumah jadi, dan lain sebagainya.

Di antara berbagai macam suguhan pilihan yang dihadapi oleh manusia dalam hidupnya, terkadang manusia menilai bahwa pilihan tertentu dianggap sulit atau mudah, pilihan tertentu dianggap krusial atau tidak. Penentuan tersebut tentunya berdasarkan perspektif atau penilaian dari manusia itu sendiri dengan dasar faktor-faktor tertentu menyesuaikan dengan konteksnya masing-masing. Namun yang tidak bisa dilepaskan, adanya alternatif pilihan yang mungkin tidak terbatas, membuat manusia secara tidak langsung dituntut untuk menentukan pilihan mana yang terbaik untuk dirinya. Terkadang, pilihan yang terbaik ini sendiri belum tentu memiliki nilai maupun dampak positif secara langsung dan tidak beresiko sama sekali. Terkadang, setidak enak apapun alternatif pilihan yang dihadapi manusia, manusia akan tetap memilih dengan prinsip memperoleh resiko yang paling minimal.

Peran teknologi digital dalam pembelian

Pada sisi lain, masa di mana manusia dan teknologi merupakan pasangan yang tak terpisahkan seperti saat ini, interaksi keduanya dapat dikatakan menjadi salah satu faktor yang semakin memperkaya alternatif pilihan manusia. Hal tersebut dikarenakan dalam penggunaan teknologi sehari-hari, khususnya gawai atau istilah saat ini ialah smartphone, akan begitu banyak aktivitas yang dapat dilakukan hanya dalam satu genggaman. Maksudnya, dengan menggunakan gawai dan juga beragam fitur aplikasi di dalamnya, manusia dapat melakukan berbagai macam hal secara instan dan efisien baik dari segi waktu, biaya dan tenaga. Apabila dahulu seseorang ingin melakukan transfer dana kepada orang lain, maka ia perlu meluangkan waktu dan tenaganya untuk datang dan hadir secara fisik ke bank, yang mana hal itu juga mengeluarkan biaya materiil tertentu. Saat ini, dengan adanya fitur mobile banking, seseorang dapat dengan mudah melakukan transaksi secara lebih ringkas. Bahkan tidak hanya melakukan transfer, melakukan pembayaran lainnya pun dapat dilakukan dengan sangat cepat. Kemudian jika dahulu seseorang memiliki kebutuhan untuk membeli suatu barang, maka ia pun perlu hadir secara fisik di toko yang dituju. Belum lagi jika ternyata di toko yang telah didatangi tersebut barang yang dibutuhkannya tidak tersedia, maka ia perlu mengeluarkan usaha, waktu dan biaya kembali untuk berpindah ke toko berikutnya. Saat ini, dengan adanya perkembangan toko dalam bentuk virtual atau daring, seseorang dapat dengan mudah melakukan pencarian, bahkan melakukan pembandingan harga antara satu toko dengan toko lain dalam satu waktu. Dan untuk aktivitas pembelian daring ini sendiri juga didukung oleh sistem pembayaran yang terintegrasi secara daring pula. Sangat jelas dengan adanya gambaran situasi tersebut, menjelaskan bahwa peran teknologi selain mengefektifkan dan mengefisiensikan kinerja manusia, juga memperkaya alternatif pilihan bagi manusia yang tentunya hal ini perlu untuk dikelola secara bijak.

Selain beberapa fenomena maupun manfaat dari adanya perkembangan teknologi yang telah dijelaskan sebelumnya, saat ini juga tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat tidak pernah terlepas dari telepon genggamnya dikarenakan banyaknya aplikasi media komunikasi dan hiburan yang juga dapat dimanfaatkan melalui teknologi tersebut. Beberapa media komunikasi dan hiburan yang saat ini masih kerap digunakan di Indonesia sendiri antara lain Whatsapp, Line, Instagram, Tiktok, Youtube, dan sebagainya. Selain itu, beberapa aplikasi untuk melakukan pembelian barang seperti yang telah dijelaskan sebelumya yang juga menjamur di Indonesia, antara lain seperti Shopee, Tokopedia, Bukalapak, dan lain-lain. Apabila diperhatikan lebih lanjut, terkadang kita tidak menyadari bahwa media-media tersebut saling terhubung satu sama lain. Maksudnya, terkadang jika kita tengah membicarakan suatu produk atau merk dagang tertentu dengan rekan kita melalui media komunikasi Whatsapp, bisa jadi ketika kita membuka Instagram, maka jenis ataupun produk tersebut akan muncul sebagai salah satu iklan (ads). Dengan adanya situasi ini, membuat seolah-olah teknologi tersebut memahami apa yang tengah kita bicarakan ataupun tengah bahas dengan rekan kita sebelumnya. Padahal, situasi tersebut dapat terjadi dikarenakan adanya sistem algoritma. Dan jika berbicara mengenai sistem algoritma ini, maka hubungannya sudah terkait dengan big data yang mana dari apa yang kita bicarakan secara tekstual maupun secara verbal ataupun langsung dengan rekan kita, secara sederhana dapat segera ditangkap, diolah dengan begitu cepat dan muncul dalam bentuk iklan tadi seolah-olah teknologi memahami apa yang tengah kita ingin dan butuhkan.

Adanya iklan tersebut, diharapkan juga oleh para pelaku bisnis dapat menarik minat dan menambah keyakinan seseorang misalkan untuk membeli produk yang telah dibicarakan dengan rekan kita sebelumnya. Adanya stimulasi dari iklan yang muncul seperti itu dan kemudian seolah-olah memahami baik apa yang kita butuhkan, ditambah dengan adanya berbagai macam promosi dari para pelaku bisnis, terkadang hal tersebut menstimuli kita sebagai pihak yang pada awalnya tidak tertarik untuk melakukan pembelian, pada akhirnya tergerak dan melakukan perilaku membeli. Pada situasi ini, terkadang kita sulit membedakan mana hal yang memang benar-benar kita butuhkan ataukah sekedar keinginan impulsivitas sekejap. Ditambah lagi dengan adanya kemudahan transaksi pembayaran secara daring seperti dompet digital, seseorang akan semakin merasakan kenikmatan dalam pemerolehan dan kepemilikan barang atau sesuatu yang diinginkannya secara instan. Pada akhirnya, sebuah teknologi ibarat menjadi sebuah mata pisau yang memiliki sisi positif dan negatifnya, yang mana tentu akan membawa manfaat jika digunakan dengan baik dan membawa kerugian jika tidak disikapi secara bijak.

Salah satu hal lainnya yang menyebabkan mengapa seseorang melakukan proses jual beli secara daring selain karena ditunjang oleh teknologi, adalah karena seseorang tidak perlu merasakan rasa kehilangan atau berpisah dengan uang mereka dalam bentuk fisik karena membayar (pain of paying) (Prelec & Loewenstein, 1998; Soman, 2003; Shah dkk, 2016). Seseorang akan merasakan keengganan untuk mengeluarkan atau memberikan sesuatu yang dinilai berharga dari dirinya. Rasa enggan yang dirasakan ini diasosiasikan dengan rasa sakit secara psikologis, bukan fisikal. Hal ini dapat lebih dirasakan jika perpisahan tersebut semakin transparan, dapat dilihat secara visual atau kentara, dan dilakukan secara langsung. Maka dari itu, saat ini seseorang akan merasa lebih ringan dan lebih mudah untuk melakukan transaksi tanpa menggunakan uang tunai (cashless) dikarenakan mereka tidak perlu melihat dan mengalami secara langsung transaksi konvensional. Hal ini tentunya kembali lagi memiliki sisi positif maupun negatif. Kemudahan yang ditawarkan dengan cara tersebut tentu akan dirasa bermanfaat jika mungkin kita benar-benar membutuhkan suatu hal atau ingin segera merasakan manfaat dari apa yang kita transaksikan. Namun di sisi lain, kemudahan ini tentunya dapat kembali menstimulasi seseorang melakukan transaksi tanpa mengindahkan proses pertimbangan apakah sesuatu hal itu merupakan hal yang memang benar-benar dibutuhkan ataukah hanya sekedar impulsivitas belaka.

Sikap muslim dalam membeli

Menyikapi hal tersebut, tentulah sebagai seorang muslim kita perlu untuk bertindak secara bijak. Bertindak secara bijak di sini berarti melakukan pengambilan-pengambilan keputusan secara rasional dan mengedepankan manfaat dibandingkan dengan motif-motif non-esensial lainnya. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang, terutama dalam konteks melakukan pembelian. Beberapa di antaranya yaitu faktor personal (usia, situasi ekonomi, gaya hidup) (Kahn, 2006; Kotler & Armstrong, 2010; Solomon, 2004), faktor sosial (kelompok referensi, keluarga, peran dan status) (Perreau, 2014), serta yang tidak kalah penting ialah faktor psikologis seseorang (motivasi, persepsi, pengalaman belajar, keyakinan dan sikap) (Kotler & Armstrong, 2010; Solomon, 2004). Dari ketiga faktor tersebut, keyakinan ternyata turut memberikan pengaruh. Maka dari itu, penting bagi diri kita untuk memiliki keyakinan di dalam diri bahwa perilaku untuk mengonsumsi atau memperoleh sesuatu perlu didasarkan pada kebutuhan dan kecukupan, tidak berlebihan atau berdasar keinginan hawa nafsu yang kemudian menjadi hal mubadzir. Kita perlu untuk memilah, memilih, serta tidak melupakan dan abai dalam memberi manfaat pada sesama.

Terkait dengan sikap berlebihan (al-isrâf) ini sendiri, Allah telah melarang baik dalam hal ibadah maupun di dalam aktivitas kehidupan kita sehari-hari misalnya makan dan minum. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-A’raf ayat 31:

 

يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ ࣖ – ٣١

Artinya:

Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.

Selain itu, Allah SWT juga berfirman dalam QS Al-Maidah: 77:

قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ لَا تَغْلُوْا فِيْ دِيْنِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوْٓا اَهْوَاۤءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوْا مِنْ قَبْلُ وَاَضَلُّوْا كَثِيْرًا وَّضَلُّوْا عَنْ سَوَاۤءِ السَّبِيْلِ ࣖ – ٧٧

Artinya:

Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Janganlah kamu berlebih-lebihan dengan cara yang tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti keinginan orang-orang yang telah tersesat dahulu dan (telah) menyesatkan banyak (manusia), dan mereka sendiri tersesat dari jalan yang lurus.

Berdasarkan firman Allah SWT, menunjukkan dengan jelas bahwa perilaku berlebihan merupakan perilaku yang tidak benar di dalam agama dan bukan merupakan perilaku yang patut untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, sekecil dan sesederhana apapun aktivitas yang kita lakukan. Mulai dari perilaku pemenuhan kebutuhan dasar seperti makan dan minum, penggunaan sandang, hingga tentunya dengan sangat jelas termasuk hal lain yang sifatnya lebih besar.

Sikap dan perilaku berlebihan ini juga pada dasarnya tidak akan mendatangkan kebaikan bagi pelakunya. Rasulullah SAW pun sangat tidak menyukai orang-orang yang berlebihan, bahkan memberitakan tentang kehancuran untuk orang-orang tersebut. Dalam hadits lain, sebagaimana Rasulullah SAW pun bersabda: “Binasalah orang yang berlebihanTiga kali Rasulullah SAW menyebutkan hadits ini baik sebagai berita tentang kehancuran untuk mereka ataupun sebagai do’a kehancuran bagi mereka” (HR. Muslim). Dalam sabda Nabi ini, sudah sangat jelas bahwa Rasulullah SAW sangat tidak menyukai orang-orang yang bersikap berlebih-lebihan, bahkan Rasulullah SAW memberitakan tentang kehancuran untuk orang-orang tersebut. Sudah sangat jelas sikap tidak berlebihan ini perlu untuk dibiasakan dan diterapkan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makan dan minum sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-A’raf ayat 31 sebelumnya, tetapi juga dalam aspek kehidupan lainnya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Makan dan minumlah, bersedekahlah serta berpakaian dengan tidak berlebihan dan sombong” (HR. An-Nasa’i).

Menyikapi banyaknya stimulus yang hadir, maka kita memerlukan strategi untuk memilah dan memilih hal yang memang sesuai dengan kapasitas kemampuan diri sendiri, terkhusus untuk aktivitas pembelian dan konsumsi suatu produk. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain kita dapat menerapkan strategi kualitas, yaitu memilih produk yang sesuai dengan kemampuan dan kapasitas diri sendiri. Selain itu, kita juga dapat menanamkan keyakinan untuk senantiasa merasa cukup dan juga menerapkan gaya hidup sederhana. Hidup bukan merupakan kompetisi untuk menjadi lebih di mata orang lain, melainkan hidup yang nikmat adalah hidup dengan keputusan-keputusan yang bijak.