Potret Umat Muslim Dunia 2024: “Tantangan, Harapan, dan Peran Pemimpin di Tengah Konflik Global”
Ditulis oleh: Dewi Masitoh
Pada tahun 2024, jumlah populasi umat Muslim di dunia semakin menunjukkan pertumbuhan yang signifikan yang telah mencapai mencapai lebih dari 2 miliar jiwa dan telah menjadi agama terbesar kedua secara global. Sebaran pupulasi warga Muslim ini telah didominasi oleh beberapa Kawasan, yaitu: seperti Afrika Utara, Afrika Tengah, Timur Tengah dan Asia Tenggara. Menurut data yang telah dilansir oleh Radio Republik Indonesia (RRI), terdapat sepuluh negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, yaitu: Pakistan, Indonesia, India, Bangladesh, Nigeria, Mesir, Turki, Iran, China dan Aljazair.
Dari kesepuluh negara tersebut, Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk Muslim terbanyak kedua di dunia, sedangkan posisi pertama diduduki oleh Pakistan. Pada tahun 2024, kita mempunyai umat Muslim sebesar 245.973.915 jiwa yang kurang lebih mempunyai persentase 87% dari jumlah populasi penduduk di Indonesia.
Kehadiran komunitas warga Muslim yang semakin berkembang ini seharusnya dapat merefleksikan keragaman budaya dan kontribusi yang bermanfaat dalam dinamika global, baik dari sektor politik, sosial, ekonomi dan budaya. Namun, hal ini tidak berbanding lurus dengan harapan kita, karena umat Muslim masih mengalami beberapa tantangan yang sangat serius dalam konteks politik dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Hal ini terbukti pada tahun 2024, masih terjadi beberapa kasus diskriminasi, penindasan, ketidakdilan dan Islamophobia di beberapa negara, seperti: India dan China yang termasuk sepuluh negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia dengan ditambah negara lainnya, seperti Palestina dan Myanmar (Rohingya).
Hal ini bisa terjadi karena salah satu aktor dan faktornya adalah negara itu sendiri yang dipimpin oleh seorang ‘Pemimpin’. Sehingga, pemimpin di sini mempunyai peran penting sebagai ‘aktor’ yang dapat mengarahkan bagaimana sistem pemerintahan dan kebijakan suatu negara terhadap kesejahteraan masyarakatnya.
Beberapa refleksi dan evaluasi yang bisa kita ambil dari kondisi warga Muslim di dunia selama 2024 adalah seorang pemimpin harus menjalankan amanah dan tanggung jawabnya sebaik mungkin dengan menerapkan keadilan, tidak berbuat zalim dan mencegah segala bentuk konflik dan kekerasan. Terdapat beberapa Ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW yang mengingatkan kita tentang peran dan tanggung jawab seorang pemimpin serta akibat ketidakadilan yang dilakukan oleh seorang pemimpin, yaitu sebagai berikut:
- Seorang pemimpin harus Amanah dan berlaku adil terhadap masyarakat yang ia pimpin
Seorang pemimpin dalam memimpin suatu kaum, yang konteksnya di sini adalah sebuah negara, maka pemimpin tersebut harus menjaga amanah yang telah diberikan kepadanya. Selain amanah, pemimpin juga harus berlaku adil terhadap masyarakatnya, seperti yang dijelaskan pada Al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 58:
۞ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهٖۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ سَمِيْعًا ۢ بَصِيْرًا ٥٨
Artinya:
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu untuk menunaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu memutuskan perkara di antara manusia, hendaklah kamu memutuskan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberikan pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S. An-Nisa’: 58)
Dari QS. An-Nisa: 58, kita semua sebagai individu mempunyai peluang besar untuk menjadi pemimpin. Dari surat tersebut, kita diingatkan apabila menjadi seorang pemimpin, maka kita harus amanah yang berarti bahwa kita harus menjaga kepercayaan yang telah diberikan oleh masyarakat ke kita untuk menjadi pemimpin.
- Seorang pemimpin harus menghilangkan kezaliman, menciptakan perdamaian dan melakukan rekonsiliasi ketika terjadi pertikaian atau peperangan
Selain amanah, pemimpin juga harus menerapkan suatu kebijakan yang dapat memberantas kezaliman, menciptakan perdamaian dan rekonsiliasi ketika terjadi konflik atau peperangan, seperti yang dijelaskan pada Al-Qur’an Surat Al-Hujurat 9:
وَاِنْ طَاۤىِٕفَتٰنِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اقْتَتَلُوْا فَاَصْلِحُوْا بَيْنَهُمَاۚ فَاِنْۢ بَغَتْ اِحْدٰىهُمَا عَلَى الْاُخْرٰى فَقَاتِلُوا الَّتِيْ تَبْغِيْ حَتّٰى تَفِيْۤءَ اِلٰٓى اَمْرِ اللّٰهِۖ فَاِنْ فَاۤءَتْ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَاَقْسِطُوْاۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ٩
Artinya:
“Dan jika dua golongan dari orang-orang Mukmin bertikai atau berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Tetapi jika salah satu dari keduanya menindas atau menganiaya terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah golongan yang menindas itu sampai golongan itu kembali kepada perintah Allah. Bersikaplah adil! Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bersikap adil.” (QS. Al-Hujurat: 9)
Dari QS. Al-Hujurat: 9 memberikan pedoman yang sangat eksplisit tentang tanggung jawab seorang pemimpin dalam mengelola konflik atau pertikaian dan menjaga keadilan dalam suatu negara. Pemimpin yang ideal dituntut untuk menjadi penengah dalam perselisihan dan harus tegas dalam menangani orang-orang yang zalim atau melampui batas. Pemimpin yang sejati adalah orang yang berani menegakkan kebenaran tanpa pandang bulu, sehingga apabila melihat orang yang berbuat zalim, yaitu menindas atau menganiaya terhadap kaum yang lain, maka ia harus memerangi golongan yang menindas tersebut, bukan justru menjadi orang yang menyebabkan kezaliman dan pemicu konflik tersebut. Dalam hal ini, pemimpin harus berlaku adil dalam menangani segala urusan agar putusan tersebut dapat diterima oleh semua golongan dan dapat menciptakan keharmonisan serta kesejahteraan di tengah masyarakat.
- Seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban, atas apa yang telah dipimpinnya
Dari kedua ayat Al-Qur’an sebelumnya, yaitu Surat An-Nisa’ ayat 58 dan Surat Al-Hujurat 9 telah dijelaskan tentang prinsip dan peran utama dari seorang pemimpin yang harus Amanah, berlaku adil, tidak melakukan kezaliman, menciptakan perdamaian dan melakukan rekonsiliasi ketika terjadi pertikaian atau peperangan. Dari seluruh prinsip dan peran utama dari seorang pemimpin tersebut harus dilakukan dengan sebaik mungkin. Hal ini dikarenakan apa yang telah dilakukan oleh seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang ia pimpin, baik di dunia maupun di akhirat. Hal ini telah termaktub pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.” (Hadits Riwayat: Imam Bukhari dan Muslim)
Hadits di atas mengingatkan bahwa setiap individu, apabila menjadi seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap keputusan dan tindakan yang diambil. Hal ini berlaku pada semua tingkatan, baik di tingkat negara, non-negara, yang mempunyai kekuasaan, jabatan struktural, non-struktural hingga di tingkat keluarga, seperti menjadi pemimpin keluarga.
Beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadits yang telah dipaparkan sebelumnya menekankan akan pentingnya peran seorang pemimpin dalam memimpin sebuah negara. Yang paling utama dari refleksi tahun 2024 selama satu tahun kemarin,, maka sebagai umat Muslim yang berkembang pesat, kita harus memperkuat solidaritas dan mendukung satu sama lain dalam menghadapi tantangan konflik global. Harapan kita terhadap pemimpin suatu negara adalah agar mereka bisa melakukan peran dan tanggung jawabnya dengan sebaik mungkin, yaitu mengedepankan keadilan dan perdamaian. Kemudian, harapan lainnya adalah melakukan upaya perdamaian dan resolusi, baik di tingkat lokal maupun internasional dengan menekan beberapa pihak yang terlibat agar dapat menghentikan tindakan mereka. Sebagai umat Muslim, mari kita bersama-sama berdoa dan berusaha mewujudkan dunia yang lebih adil, setara dan harmonis bagi umat Islam di seluruh dunia. (Humas)