Kekerasan Tehadap Anak yang Tidak Disadari Orang Tua

Meigitaria Sanita, 25/10/2024

Mendidik anak dengan kelembutan dan kasih sayang adalah sebuah konsep paling ideal dalam keluarga. Namun, tanpa orang tua sadari kerap kali ada unsur kekerasan yang digunakan dalam mendisiplinkan anak.

Membaca data yang disampaikan oleh Komnas Perlindungan Anak tahun 2023, terdapat 3.547 aduan kasus kekerasan. Angka tersebut meningkat 30 persen dari tahun sebelumnya. Urutan kasus tertinggi kekerasan seksual sebanyak 1.915, kekerasan fisik 985, dan kekerasan psikis 675.

Angka-angka tersebut adalah laporan yang tercatat, sementara yang tak tercatat dan tak terlaporkan diprediksi masih banyak lagi. Dari rentetean kasus kekerasan anak paling banyak terjadi pada lingkungan keluarga dengan presentase 35 persen, lingkungan sekolah 30 persen, lingkungan sosial 23 persen, dan 12 persen tak disebutkan.

Kekerasan dalam keluarga adalah bentuk dominasi atau penggunaan kekuatan yang tidak seimbang dan terjadi di lingkungan keluarga. Jelas kekerasan adalah suatu cara yang bertentangan dengan adat dan hukum serta syariat Islam.

“Islam datang dengan landasan, prinsip, dan nas-nas yang melarang terjadinya segala bentuk dan jenis kekerasan dalam lingkungan keluarga” Unicef dalam Hak dan Perlindungan Anak dalam Islam.

Ironisnya, korban kekerasan paling banyak menurut hasil studi PBB adalah anak. Kekerasan bisa berbentuk penganiayaan ataupun penelantaran. Tak sedikit anak yang terbunuh akibat kekerasan di dalam lingkungan keluarga.

Beranjak dari kasus di atas, perlu kita sadari sebagai orang tua kita kerap menyepelekan kekerasan kepada anak. Salah satu dari kekerasan yang sering tidak disadari orang tua adalah kekerasan psikis. Kekerasan ini berkaitan dengan perkataan atau perbuatan yang menyakiti dan berpengaruh terhadap psikis. Hal ini berdampak buruk terhadap perilaku anak dalam pergaulan sosial. Kekerasan psikis biasanya berbentuk makian, cacian, hinaan, peremehan, hingga ancaman. Tak hanya itu bentuk lain dari kekerasan psikis juga mengarah pada hukuman seperti mengurung atau mengucilkan anak dari rekan sebayanya hingga membuat anak merasa diasingkan dari lingkungan sosialnya.

Sementara, orang tua sering luput melontarkan kalimat-kalimat bernada merendahkan kepada anak misalnya ketika anak tak mampu melepas bajunya sendiri, pada kondisi yang sedikit repot sang anak datang untuk meminta bantuan. Namun kita justru membalasnya “Begini saja tidak bisa, apa sih yang kamu bisa!” ungkapan dengan nada tinggi itu tanpa kita sadar telah menyakitinya. Atau ketika anak tak lekas membereskan mainannya, ancaman demi ancaman kadang kita lontarkan “Cepat bereskan, kalau enggak mainannya ibu buang dan gak boleh main keluar”. Ironisnya kadang hal-hal seperti itu dilakukan di depan umum sehingga membuat harga diri anak hancur.

Islam mewajibkan orang tua untuk merawat, memperhatikan, dan menjadi suri teladan bagi anak-anak mereka. Rasulullah Saw bersabda, “Seseorang sudah cukup berdosa bilamana menyia-nyiakan orang yang berada di bawah tanggungannya” (HR Abu Dawud 1692)

Dampak Kekerasan terhadap Anak

Seorang teman sempat bercerita, ketika anaknya (sebut saja Tama) bermain dengan temannya (Wisnu) hal tak diinginkan terjadi. Dua anak laki-laki itu bermain pasir dalam kondisi baru saja mandi dan telah ganti baju bersih, spontan ibu Wisnu mengumpat dan memaki kepada anak usia 5 tahun itu. Merasa kesal Wisnu bermain pasir sang ibu mamakinya dengan kata-kata yang amat kasar. Melihat hal itu Tama pulang dan terdiam, ternyata tak hanya harga diri Wisnu yang hancur, Tama juga mengalami rasa ketakutan hingga trauma. Ternyata kekerasan yang dianggap sepele berdampak luas dan mengkhawatirkan.

Perlu diketahui kekerasan pada anak di lingkungan keluarga yang dilakukan ayah, ibu, ataupun mereka yang memiliki hubungan langsung dengan anak merupakan salah satu bentuk kekerasan yang paling berbahaya. Kekerasan hasil dominasi yang dilakukan terhadap sosok yang tak berdaya dan tak mampu membela diri atau melindungi haknya.

Perlu kita sadari ternyata hal sepele yang tak kita sadari bisa menimbulkan dampak yang yang sangat berbahaya pada masa depan anak. Menurut Unicef, anak korban kekerasan akan menyebabkan depresi dan berbagai penyakit kejiwaan, sehingga akan mempengaruhi perkembangan kecerdasan, memperlambat daya bicara dan daya tangkapnya. Sementara dalam jangka panjang akan berpengaruh pada perkembangan perilaku anak dan berdampak negatif pada keluarga dan masyarakat.

Apa jadinya jika didikan yang kerap kita lakukan justru akan merusak masa depan anak, sepele dan kerap kita normalisasi. Namun lihatlah betapa dahsyatnya dampak tersebut.

Secara umum motif-motif kekerasan terhadap anak biasanya mengacu pada empath al yakni motif individual karena sifat egois yang tak terkontrol, motif ekonomi yakni kondisi kemiskinan suatu keluarga, lalu kondisi sosial budaya yang buruk salah satunya gengsi patriarki dan pemahaman keliru tentang kepemimpinan rumah tangga atau qawwamah, dan terakhir akibat penyimpangan perilaku yang dialami ayah atau ibu.

Pencegahan Kekerasan Anak dalam Perspektif Islam

Cara mencegah kekerasan anak di lingkungan keluarga tak lepas dari pengetahuan, kesadaran yang bersumber dari budaya pendidikan Islam. Merujuk pada panduan yang diterbitkan oleh Unicef bersama Universitas Al-Azhar, Hak dan Perlindungan Anak dalam Islam salah satu upaya pencegahan kekerasan psikis dijelaskan sebagai berikut:

Rasulullah Saw. sendiri telah bersabda kepada ‘Ā’ishah r.a., “Wahai ‘Ā’ishah, sesungguhnya Allah Maha Lembut dan Dia mencintai sikap lemah lembut. Allah akan memberikan pada sikap lemah lembut sesuatu yang tidak Dia berikan kepada sikap keras.” (HR Muslim)

Selain itu, salah satu doa yang sering diucapkan Rasulullah Saw. adalah “Ya Allah, siapa pun yang diberikan jabatan untuk mengurusi perkara ummatku, lalu dia mempersulit urusan mereka, maka persulitlah dia. Dan barang siapa diberikan jabatan untuk mengurusi ummatku, lalu dia bersikap lemah lembut, maka lemah lembutlah terhadapnya.” (HR Muslim No 1828)

Rasulullah Saw. juga bersabda, “Sesungguhnya, kelembutan tidak akan berada pada sesuatu kecuali akan memperindahnya, dan kelembutan tidak akan direnggut dari sesuatu kecuali memperburuknya.” (HR Muslim)

Dalam syariat Islam ada kaidah umum yang dianut yakni “tidak membahayakan diri sendiri atau orang lain” artinya tindakan orang tua yang kasar seperti kekerasan fisik, psikis terlarang oleh sariat. Islam menganjurkan kelembutan, kasih sayang, dan kehangatan.

“Bukanlah dari golongan kami orang-orang yang tidak menyayangi anak kecil,” (HR. Hadits Tirmidzi No.1843)

Dari penjelasan tersebut maka sebagai orang tua sudah selayaknya menyadari dan berusaha memperbaiki diri lewat beberapa tindakan yang sesuai anjuran Islam. Pertama, untuk terus memperdalam wawasan dan pelatihan agama untuk mendidik anak. Kedua, komitmen untuk saling mendukung pengasuhan antara suami dan istri. Ketiga, meningkatkan kesadaran beragama tentang pentingnya tanggung jawab terhadap anak. Terakhir, komunikasi yang baik sikap saling pengertian atas perilaku anak.