Masduki Presentasikan Transformasi RRI-TVRI di Forum AMIC 2015 Dubai UEA

Krisis yang melanda Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia (RRI-TVRI) dalam 15 tahun terakhir merupakan dampak perubahan tata kelola media global, yang makin meminggirkan lembaga penyiaran publik sebagai pilar demokrasi. Dominasi industri penyiaran komersial dan privatisasi lembaga-lembaga publik di tingkat global telah mempengaruhi kebijakan dan kompetisi penyiaran di Indonesia. Privatisasi lembaga penyiaran publik dan de-otoriterisasi berbasis pasar semakin kuat, yang melemahkan upaya-upaya alternatif penguatan lembaga penyiaran sebagai pilar kebebasan pers di dunia termasuk di Indonesia. Demikian ungkap dosen Program Studi Ilmu Komunikasi (Ilkom) Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII), Masduki, MA pada forum konferensi tahunan Asian Media, Information and Communication Center (AMIC) yang berlangsung di Dubai, Uni Emirat Arab, Jumat 12 Juni 2015 M/25 Sya’ban 1436 H.

Sementara itu, kesepakatan internasional terkait migrasi dari sistem penyiaran analog ke digital yang berlangsung lamban di Indonesia, tidak terlepas dari carut marut kepentingan global pelaku teknologi penyiaran. Menurut Masduki, kebijakan digitalisasi penyiaran memiliki dua sisi mata uang, selain akan memberikan layanan yang makin baik terhadap siaran radio dan televisi juga penuh agenda bisnis perusahaan multinasional yang bergerak dibidang jasa teknologi. Oleh karena itu, regulator dibawah PBB seperti International Telecommunications Union (ITU) harus memberikan batasan yang lebih ketat dan berorientasi kepada pilihan teknologi yang murah dan adaptable terhadap kondisi geografis masing-masing negara. Agenda bagi perubahan tata kelola media di dunia ke arah yang makin demokratis sangat diperlukan.

Dalam presentasi yang berjudul: Beyond Analog: A First Look at Digital Technology Adoption of Indonesian Public Service Broadcasting, pendiri Rumah Perubahan Lembaga Penyiaran Publik ini juga menyinggung masih adanya beberapa problem klasik internal di RRI dan TVRI terkait penerapan digitalisasi dan transformasi menyeluruh kedua lembaga strategis itu. Antara lain soal overload SDM, rendahnya kompetensi dan regulasi yang belum kuat mengatur jaminan independensi dan profesionalisme RRU dan TVRI di masa depan. Kesempatan ceramah pada forum yang diikuti oleh ratusan peneliti, aktifis dan profesional Komunikasi dari 15 negara ini dimanfaatkan Masduki untuk melakukan kampanye, penggalangan dukungan global percepatan reformasi RRI dan TVRI melalui regulasi khusus.

Selain komitmen AMIC, lembaga yang berpusat di Filipina untuk mendorong inisiatif global bagi perubahan tata kelola media global, dukungan disampaikan badan dunia UNESCO yang memberikan apresiasi terhadap presentasi dan inisiatif Rumah Perubahan LPP mendorong transformasi RRI dan TVRI. Sinergi antara kekuatan masyarakat sipil di dalam dan luar negeri menurut Masduki penting, tidak hanya untuk percepatan transformasi penyiaran di Indonesia akan tetapi di seluruh dunia. Pasca digitalisasi dan konvergensi media massa, konsepsi lembaga penyiaran publik telah berubah menjadi lembaga media publik (public service media/PSM). Studi-studi tentang PSM diharapkan makin populer di kalangan akademisi Komunikasi dan Rumah Perubahan LPP yang berbasis di Yogyakarta beraliansi dengan Prodi Ilmu Komunikasi UII untuk mengembangkan kajian ini secara intensif. Aliansi juga telah dirintis dengan institusi internasional seperti RIPE di Eropa dan IAMCR di Amerika.